Rabu, 19 Februari 2025

Fiqh Remaja Era Milenial (Bagian Keempat)


 Fiqh Remaja Era Milenial 
(Bagian Keempat)

Oleh : H. SALMAN ABDULLAH TANJUNG, MA
Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan  

BAGIAN KEEMPAT

 


1.        Fiqh Mempestakan Perkawinan

2.        Hukum Menghadiri Undangan

3.        Hal-Hal Yang Dapat Merubah Hukum Wajib Menjadi Tidak

Wajib Bahkan Haram Untuk Menghadiri Undangan


FIQH MEMPESTAKAN PERKAWINAN 

            Yang paling mengiris dan melukai perasaan apabila dalam acara-acara seremonial Islam dicampur adukkan dengan tindakan-tindakan yang tidak halal  atau syubhat dalam agama, diantaranya:

1.         Acara  senam pagi yang rutin dilakukan di perkantoran dan disekolah-sekolah, yang diiringi dengan alat-alat muzik Barat, India atau muzik-muzik lokal, sangat ironis jika tindakan itu dilakukukan di instansi keagamaan seperti kantor kementerian agama yang dilakukan pada setiap hari jumat, yang seharusnya hari jumat itu dimuliakan, sebab hari jumat merupakan hari raya umat Islam pada setiap pekan. Kegiatan senam pagi hari jumat dikantor induk keagamaan ini sangat gencar dilakukan senam pagi pada tiga tahun terakhir ini, semenjak tahun 2012, diiringi lagu-lagu dan muzik yang sangat eksotis. Demikian juga dilakukan di dinas-dinas dan instansi pemerintahan, dengan mengundang pelatih perempuan yang memakai pakaian ketat, dan menampakkan bagian-bagian sensualitas, dengan goyangan punggung dan pinggul, yang sangat menggoda. Dibelakang para biduati senam ini wanita-wanita muslimah berjilbab, dan para laki-laki muslim dan suami-suami para wanita muslimah. Yang menjadi pertanyaan, dimana cita-cita perbaikan akhlak dan moral bangsa?, dimana visi dan misi pemerintah yang berketuhanan dan pancasilais.

2.      Undangan acara Maulidan, Isra’ Mi’raj, Dzikir dan do’a, istighostah diberbagai tempat, khidmat dan hikmahnya terasa ambar dan sia-sia karena dicampur adukkan dengan muzik-muzik,  atas nama muzik Islam dan percampuran laki-laki dan perempuan, dan yang sangat tidak baik panitia pelaksana terutama para remaja yang tidak menjunjung nilai-nilai Islam dengan terjadinya percampuran laki-laki dengan wanita (Mukhollathoh).

3.      Udangan temu pisah jabatan dilingkungan pejabat Forum Komuniasi Pemerintah Daerah (FKPD) yang sangat syarat dengan hiburan muzik dan bernyanyi-nyanyi.

4.      Udangan Pesta perkawinan, pesta khitanan, mengayun, menabalkan nama anak yang pada umumnya menghadirkan key board, muzik dan wanita penghibur.

5.      Undangan acara-acara wisuda santri dan mahsiswa di Madrasah dan perguruan tinggi, yang tidak pernah terlepas dari alat-alat muzik dan hiburan. Dan lain-lain.

 

            Melihat banyaknya macam ragam undangan belakangan ini, timbul banyak pertanyaan dikalangan masyarakat, terutama kalangan orang-orang yang awam terhadap hukum. Tidak sedikit yang menganggap undangan itu wajib dihadiri, bahkan banyak diantara ustad yang menetapkan hukum bagi setiap undangan wajib dihadiri. Padahal anggapan itu tentu sangat keliru, pemahaman itu terjadi dikarenakan kejahilan terhadap fiqh dan syari’at. Sehingga kadang kala persepsi tersebut timbul semacam pandangan tidak baik kepada orang yang enggan menghadiri beberapa undangan, bahkan terkadang orang itu sering menjadi bahan gunjingan dan tersisih ditengah-tengah kebanyakan yang jahil terhadap hukumnya. Sulitnya mengamalkan yang benar ditengah-tengah masyarakat yang salah menafsirkan terhadap suatu hukum, merupakan satu amalan yang menempati jihad dijalan Allah karena dianggap aneh dan terasing. Rasulullah SAW telah bersabda:

"بَدَأَ اْلِإسْلَامُ غَرِيْبًا فَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ"

            Artinya: “ Islam itu dimulai dengan asing, dan akan kembali dianggap asing, maka beruntunglah bagi orang yang dianggap asing”[1].

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br& (#qçRqä3tƒ #ZŽöyz öNåk÷]ÏiB Ÿwur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS #Ó|¤tã br& £`ä3tƒ #ZŽöyz £`åk÷]ÏiB ( Ÿwur (#ÿrâÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr& Ÿwur (#rât/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/ ( }§ø©Î/ ãLôœew$# ä-qÝ¡àÿø9$# y÷èt/ Ç`»yJƒM}$# 4 `tBur öN©9 ó=çGtƒ y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$# ÇÊÊÈ  

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

 

            Oleh sebab itu penulis sangat terpanggil untuk menjelaskan hukum menghadiri undangan- undangan yang sangat bervariasi saat ini. Fiqh menghadiri undangan termasuk dari bagian fiqh sosial, karena berhubungan erat dengan intraksi (muamalat) dengan sesama manusia.

            Didalam bermuamalat antara sesama, sepesifikasi hukumnya ada pada tarap mubah, ada pada tarap sunat, ada tarap makruh bahkan haram dan wajib.

            Inilah yang akan kita kaji secara rinci, bagaiana pandangan dan pendapat ulama menghadiri undangan sesuai syari’at Islam. Mudah-mudahan kajian sederhana ini bermanfaat bagi yang membacanya, dan amal jariah bagi penulis, semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahan, besar maupun kecil, sengaja atau tidak sengaja, zahir maupun bathin, dan semoga dilimpahkan pahala dan keampunan bagi kedua orang tua, guru-guru dan teman-teman dan seluruh orang yang pernah berbuat baik kepada penulis. Amin. Al-Ishmah dan kesempuraan hanya milik Allah Subhanahu Wata’ala.

Hukum menghadiri undangan

            Macam-macam undangan dapat kita golongkan kepada dua bagian besar, pertama: Undangan walimatul’urs, kedua: Undangan makan biasa (ma’dubah).

            Dari berbagai turuq alhadis (jalur perawi) dari zahirnya menunjukkan akan wajibnya menghadiri setiap undangan apapun namanya, demikian itu dapat kita lihat dari bunyi hadis yang mengandung makna perintah dengan leterlek “ hendaklah”. Dalam kajian ilmu usul fiqh setiap lafaz perintah dalam Alquran atau dalam hadis, pertama-tama di tetapkan hukumnya wajib konsekwensi dari perintah tersebut, sebelum ada yang mengalihkan maknanya kepada sunat, atau makruh bahkan bisa haram[2].

            Dibawah ini beberapa hadis yang dapat dijadikan sebagai pijakan hukum untuk fikih menghadiri undangan:

عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:" إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيْمَةِ فَلْيَأْتِهَا" رواه مسلم (1429) وفي رواية "فَلْيُجِبْ" (1430) وفي رواية " إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى وَلِيْمَةِ عُرْسٍ فَلْيُجِبْ" (1431) وفي رواية " ائْتُوْا الدَّعْوَةَ إِذَا دُعِيْتُمْ" (1432)، وفي رواية "إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُجِبْ عَرَسًا كَانَ أَوْنَحْوَهُ" (1433). وفي رواية " مَنْ دُعِيَ إِلَى عُرُسٍ أَوْ نَحْوِهِ فَلْيُجِبْ" (1433)، وفي رواية "ائْتُوْا الدَّعْوَةَ إِذَا دُعِيْتُمْ" (1434).

عن أبي الزبير عن جابر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:" إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ فَلْيُجِبْ فَإِنْ شَاءَ طَعَمَ، وَإِنْ شَاءَ تَرَكَ" رواه مسلم (1435).

عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:" إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ، وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيُطْعِمْ" رواه مسلم (1436).

عن أبي هريرة أنه كان يقول:"بِئْسَ الطَّعَامُ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ يُدْعَى إِلَيْهِ الْأَغْنِيَاءُ، وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِيْنُ، فَمَنْ لَّمْ يَأْتِ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ". (1437).

Artinya: Bersumber dari Abdullah ibnu Umar Rodhiyallohu Anhuma, dari Nabi SAW, Ia bersabda:”Apabila diantara kalian diundang ke satu walimah (pesta nikah), maka hendaklah ia datangi”. (H.R. Muslim : 1429), dalam satu riwayat:” Hendaklah ia perkanankan”. (1430), dalam satu riwayat:” Apabila diundang diantara kalian kepada walimatul urs, maka hendaklah ia hdiri” (1431), dalam satu riwayat:” Datangi kamulah undangan apabila kamu diundang” (1432), Dalam satu riwayat:” Apabila diantara kamu mengundang saudaranya, hendaklah ia menghadirinya, sama ada pesta kawin atau undangan sejenisnya” (1433). Dalam satu riwayat:” Barang siapa yang diundang kesatu perkawinan atau sejenisnya, maka hendaklah ia hadiri” (1434).

Bersumber dari Abizzubair dari Jabir Rodhiyallahu Anhuma, ia berkata, bersabda Rasululloh SAW:” Apabila diantara kalian diundang untuk makan, maka hendklah ia hadiri, jika ia berkeinginan makan, maka ia makan, dan jika tidak ingin, maka ia tinggalkan” H.R. Muslim (1435).

Bersumber dari Abi Huraroh Rodhiyallohu Anhu, ia berkata, bersabda Rasululloh SAW:” Apabila diantra kalian diundang, maka hendaklah ia perkananakan, maka jika ia dalam keadaan berpuasa maka hendaklah ia mendoakan mereka, dan jika ia dalam keadaan berbuka maka hendaklah ia ikut makan”. H.R. Muslim: 1436).

Bersumber dari Abi Huraroh Rodhiyallahu Anhu, ia berkata:” Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah(kenduri pernikahan), diundang orang-orang kaya, dan tidak mengundang para fakir miskin, maka barangsiapa yang tidak mendatangi undangan maka ia telah maksiat kepada Allah Dan Rasul-Nya”. (H.R. Muslim:1437).[3]

            Hadis-hadis diatas menjadi dasar bagi kalangan ulama  dalam menetapkan hukum pada masalah undangan. Imam Nawawi Rahimahullohu Ta’ala menyimpulkan bahwa ulama sepakat (tidak ada perkhilafan) tentang diperintahkannya menghadiri undangan kenduri pernikahan (walimatul urs), namun beliau masih memberikan rincian, apakah menghadiri undangan walimatul ‘ur(kenduri pernikahan)s wajib dihadiri atau dianjurkan (nadab)?. Imam Nawawi memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Berkata Imam Nawawi: Dalam madzhab Syafi’I ada tiga hukum menghadiri undangan:

-                                                           Pertama : Wajib menahadiri undangan walimatul ‘urs (kenduri pernikahan) bagi setiap orang yang mendapat undangan. Akan tetapi Imam Nawawi berkata: Hukum asal menghadiri undangan walimatul ‘urs adalah wajib, akan tetapi berubah atau gugur hukum wajib menjadi tidak wajib, bahkan haram untuk dihadiri dalam hal-hal tertentu.

-                                                           Kedua  : Hukum menghadiri undangan walimatul ‘urs (kenduri pernikahan)fardhu kifyah[4].

-                                                           Ketiga   : Hukum menghadiri undangan biasa selain kenduri nikah dianjurkan (nadab)[5].

 

Adapun hukum menghadiri undangan selain walimatul ‘urs dalam madzhab Syafi’i ada dua pendapat:

-          Pertama: Hukumnya sama dengan menghadiri undangan walimatul ‘urs (kenduri pernikahan)

-          Kedua      : Undangan yang wajib dihadiri hanya undangan walimatul ‘urs. (kenduri pernikahan)

 

Pendapat yang mewajibkan menghadiri khusus undangan walimatul ‘urs, dikuatkan oleh al-Qodhi Abu Muhammad (Abu Ali) al-Husai Bin Muhammad Bin Ahmad al-Fazrurrozi al-Syafi’i dengan menyebutkannya sudah ijma’ ulama.

            Kalangan Madzhab Zahiriyah[6] berpendapat: Semua yang bersifat undangan wajib untuk dihadiri tanpa harus membedakan antara satu undangan dengan undangan yang lainnya, seperti: Undangan aqiqah, ma’dubah dan lain-lain.

            Pendapat kalangan Zahiriyah sangat bertentangan dengan pendapat Imam Malik dan mayoritas ulama yang berpendapat tidak wajib menghadiri undangan kecuali undangan walimatul urs[7].

 

Hal-hal yang dapat merubah hukum wajib menjadi tidak wajib Bahkan haram untuk menghadiri undangan

            Imam Nawawi dalam kitab Syarh Shoheh Muslim menyebutkan ada banyak faktor yang dapat mengubah hukum menghadiri undangan dari wajib menjadi tidak wajib  bahkan sebaliknya undangan itu terkadang wajib untuk dihindari, diantaranya:

1.       Makanan yang dihidangkan dicurigai (syubhat) kehalalannya, seperti makanan yang dihidangkan terindikasi hasil dari kejahatan, atau makanan yang dihidangkan tidak halal zatnya, tidak halal proses memasaknya, atau tidak halal cara menghidangnya.

2.       Undangan terindikasi ada pengkhususan bagi kalangan orang kaya atau pejabat sehingga teindikasi lebih eksklusif.

3.       Merasa ada orang yang keberatan atau tersakiti jika dihadiri.

4.       Ada sesuatu yang tidak layak dilokasi pesta walimatul ‘urs.

5.       Terindikasi dalam membuat undangan kepada seseorang karena ditakuti kejahatannya.

6.       Undangan walimatul ‘urs diadakan karena ingin mengambil simpatik dari yang diundang, karena pengaruhnya atau wibawanya[8].

7.       Diketahui pesta dibuat karena ingin menutupi satu skenario jahat dibelakangnya.

8.       Bejana atau peralatan hidangan ada berupa emas atau perak.

9.       Dalam acara pesta ada kemunkaran seperti memainkan alat muzik yang dilarang dalam agama, (pemilik pesta memamerkan tato ditubuhnya, mengumbar aurat, atau mencabuti alis mata karena ingin berhias, untuk akhir-akhir ini ada yang menyulam bibir bagi wanita sejenis tato[9]).

10.   Didalam pesta dihidangkan khomar atau minuman yang memabukkan, atau terindikasi pemilik pesta menyimpan khomar.

11.   Didalam rumah atau ruangan pesta ada gambar-gambar, patung atau lukisan makhluk yang bernyawa.

12.   Undangan pesta dari kalangan non muslim tidak wajib untuk dihadiri.

13.   Jika undangan berlanjut sampai tiga hari maka yang wajib dihadiri undangan hari pertama, undangan hari kedua sunat dan hari ketiga makruh[10].



[1] H.R. Muslim dari Abi Huroiroh No: 145.

[2]

[3] Shoheh Muslim bi Syarh al-Imam Muhyiddin Abi Zakaria Yahya Bin syaraf al-Nawawi, hal: 5/253-254, Darul Khoir: Damascus1414 H/1994 M.

[4] Ibid, : 5/253-254

[5] Ibid, : 5/253-254

[6] Ibid, : 5/253-254

[7] Imam Nawawi, shoheh Muslim be Syarh al Nawawi, tahqiq Ishom al-Shobabithy, jilid 5, hal: 253 Darul Hadis, Kairo 1434H/2001 M.

[8] Termasuk dalam hal yang lazim sekarang bagi kalangan partai politik, pejabat publik, mengundang orang untuk mempengaruhi orang lain, seperti berkampanye.

[9] Termasuk juga bagi pengantin yang berhias dihadapan khalayak ramai, menghadiri undangannya tidak lagi wajib.

[10] Ibid, 253.