Selasa, 19 Januari 2021

MENCARI KESEIMBANGAN ANTARA DUNIA DENGAN AKHIRAT

 

MENCARI KESEIMBANGAN ANTARA DUNIA DENGAN AKHIRAT

Oleh: H. Salman Abdullah Tanjung, MA

Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan 

 

Saudara-saudara sidang jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala!

 

Keseimbangan dalam semua asfek kehidupan, sangatlah dibutuhkan agar semua perjalanan berjalan dengan baik dan teratur. Tanpa adanya keseimbangan manusia tidak akan lurus dalam berjalan, kendaraan tanpa ada keseimbangan pada pesawat akan lebih mudah jatuh, kapal laut akan miring, mobil akan oleng, bangunan tidak akan indah dan kekuasaan atau kedaulatan sebuah negara akan terganggu dan jauh dari kondusif. Kata kuncinya segala sesuatunya tanpa keseimbangan akan hancur, kehidupan dunia tidak akan teratur dan kehidupan akhirat akan menjadi bencana abadi yang tidak berujung.

 

وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ ﴿٩﴾

 

“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”. (Q.S. Arrahman:9)

 

Keseimbangan yang dituntut Allah Ta’ala dari kita sebagai hamba, sangat berbeda dengan yang dituntut oleh makhluk, yang dituntutnya harus memenuhi ukuran dan kafasitas yang sama, seperti gambaran tubuh manusia ada dua mata antara kanan dan kiri yang setara dan sama, ada dua tangan yang juga sama, dua kaki, dua telinga, dua lobang hidung dan sebagainya. Apabila salah satunya tidak ada, akan langsung nampak tidak indah, bahkan manusia tidak akan berjalan dengan baik dan cendrung mencelakainya dalam beraktifitas. Sementara keseimbangan yang dituntut Allah Ta’ala tidak demikian dalam menjalankan aktifitas, karena keseimbangan yang dituntut Allah Ta’ala sesuai dengan perintah-Nya dan selalu diiringi dengan Rahmatnya untuk menutupi keseimbangan itu.

 

Selasa, 16 Juli 2019

Mengagungkan Allah SWT dan Syi’arNya


Mengagungkan Allah SWT dan Syi’arNya
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan)



Sesungguhnya memuliakan Allah yang Maha Agung lagi Maha Suci NamaNya merupakan hiasan dalam beribadah. Beriman kepada Allah SWT adalah berdasarkan kepada pengagungan dan penghormatan. Keimanan dianggap tidak sempurna dan agama tidak dapat tegak tanpa hati yang penuh dengan pengagungan kepada Tuhan semesta alam. Jika ilmu seseorang tentang Allah SWT bertambah, maka ia akan semakin memuliakan dan mengagungkanNya. Beginilah keadaan Ruh al-Alamin, Jibril as di sisi Tuhannya sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah saw:

"Aku lewat pada malam Isra (Mi’raj) di antara para malaikat yang mulia, adapun Jibril seperti pakaian yang lusuh karena takut kepada Allah SWT."

Adapun keadaan malaikat yang mulia, jika Allah SWT menyampaikan wahyu, mereka bergetar ketakutan seakan-akan mau pingsan. Dan jika rasa takut sudah hilang dari hati mereka, merekapun bertanya, "Apa yang telah difirmankan oleh Tuhan kalian?", maka malaikat-malikat pemikul 'arsy menjawab, "Dia berkata perkataan yang benar, dan Dialah yang Maha tinggi lagi Maha Besar." Rasulullah saw bersabda tentang pengagungan malaikat kepada Sang Pencipta, bahwa tidak ada tempat selebar empat jari di tujuh lapis langit kecuali di sana ada Malaikat yang meletakkan dahinya sujud kepada Allah SWT.

Adapun para Rasul dan Nabi alaihimussalam, setelah mereka mengenal Allah SWT dengan pengetahuan yang sebenarnya, mereka mengagungkanNya dengan sebenar-benar pengagungan. Mereka menyeru kaum mereka agar merasa takut kepada Allah, siksa dan amarahNya. Nabi Nuh as berkata kepada kaumnya,

“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” [QS Nuh: 13]

Adapun maknanya ialah mengapa kamu tidak mengangungkan Allah dengan sebenarnya.

“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita?” [QS Nuh: 13-16]

Keagungan dan Fungsi Bahasa Arab


Keagungan dan Fungsi Bahasa Arab
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan)


Kemajuan masyarakat Islam Arab dan kejelasan jati dirinya terletak pada kebanggaan terhadap agamanya dan berpegang teguh dengan bahasanya. Agama dan bahasa seseorang merupakan dua dasar penting dalam menentukan afiliasi sebenarnya, agama adalah hatinya, sedangkan bahasa adalah lisannya. Manakala lisan itu sebagai penyambung hati, maka bahasa adalah cabang dari agama yang terbentuk dari Qur'an dengan bahasa arab yang jelas dan Sunnah orang yang paling fasih mengucapkan bahasa Arab, pemimpin para Nabi saw. Sesuatu yang sudah dimaklumi bahwa tidak ada bangsa tanpa bahasa dan tidak ada bahasa tanpa bangsa. Adapun kemuliaan bahasa Arab dibandingkan bahasa lain adalah bahasa al-Qur'an dengan bahasa Arab yang jelas, dan ia seperti kemuliaan agama Islam dibanding agama-agama lain. Jika agama adalah cahaya hati umat Islam, maka bahasa Arab adalah cahaya lisannya; karena bahasa Arab adalah bahasa al-Qur'an dan Sunnah, Bahasa ibadah, ilmu pengetahuan, pemikiran, sastera, budaya, peradaban, dan politik. Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan lebih dari satu setengah miliar umat Islam di atas muka bumi ini. Meskipun mereka tidak berbicara dalam bahasa Arab, akan tetapi mereka tidak membaca al-Qur'an kecuali dengan bahasa Arab sebagaimana Syekh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Bahasa Arab adalah syiar agama Islam dan syiar pengikutnya, dan bahasa adalah syiar bangsa-bangsa yang membedakan mereka."

Bahasa Arab adalah bahasa yang paling indah di antara sekian banyak bahasa, bahasa yang paling terstruktur dan terperinci. Tidak ada bahasa yang menyerupai dan mengunggulinya. Begitu banyak bahasa di dunia ini mengandung perkataan yang berasal dari bahasa Arab, karena keistimewaan yang ia miliki. Huruf-hurufnya sangat lengkap dan susunan makhraj penuturannya mulai dari kerongkongan sampai dua bibir. Di samping itu, bahasa Arab juga mengandung tujuh huruf yang tidak terdapat dalam bahasa lain, seperti huruf dhaad, zhaa, 'ain, ghain, haa, thaa dan qaaf. Dan ini tidaklah sesuatu yang aneh, karena bahasa arab itu adalah warisan masa lalu yang orisinal, kekayaan cemerlang masa kini dan cakrawala masa depan. Tiga dimensi waktu ini merupakan kehidupan umat-umat yang terukir sepanjang sejarah. Oleh karena itu, banyak di antara manusia yang telah mencapai kemuliaan dengan bahasa Arab, padahal mereka bukan berasal dari bangsa Arab. Peran mereka sangat penting dalam membangun menaranya yang indah setelah meletakkan fundamen dan menyusun bangunannya.

 Di antara mereka ada yang menyusun kaidah bahasa Arab dan cara memahaminya, membuat ilmu retorika atau ilmu balagah serta mengarang kamus yang lengkap. Mereka semua telah mencapai kemuliaan berbicara dalam bahasa Arab padahal mereka bukanlah orang Arab, karena bahasa Arab adalah bahasa al-Qur'an yang jelas. Syekh Islam Ibnu taimiyyah rahimahullah berkata, "Pengaruh membiasakan bahasa Arab yang fasih tidak hanya pada lidah, bahkan lebih dalam dari itu, pengaruhnya sangat kuat dan nyata terhadap pemikiran, moral dan agama. Juga dalam menyerupai periode awal umat Islam dari kalangan sahabat dan tabiin yang akan menambah kekuatan akal, agama dan akhlak."

Jalan Menuju Surga


Jalan Menuju Surga
Oleh: H. Salman Abdullah Tanjung,MA
(Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan)



Manusia dinilai bukan dari harta dan kedudukan, tetapi ia dinilai dari kebaikan hatinya, tutur katanya, karakter yang baik dan mengabaikan kekurang-kekurangan orang lain. Keutamaan manusia dilihat dari apa yang diberikannya, bukan apa yang dimilikinya.

Saling berkasih sayanglah di antara kalian dan jangan berselisih, berlemah lembutlah dan jangan bersikap kasar. Siapa yang dipelihara oleh Allah dari fitnah, dialah orang yang paling baik diri dan hatinya serta paling ringan bebannya. Allah berfirman yang maknanya:


"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik." [QS al-'Ankabut: 69]

Tanggung jawab seorang muslim di dunia ini adalah beramal dan bersungguh-sungguh, meskipun ia berhadapan dengan masa yang sulit dan keadaan yang berat, kebenaran pasti akan mendapat pertolongan dan orang berimanlah yang paling tinggi. Allah berfirman, maknanya:

"Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman." [QS Ali Imran: 139]

Maka tidak pantas seseorang menanggapi peristiwa, keadaan dan perubahan secara berlebihan. Juga jangan menjadikan hal itu sebagai rintangan dan penghalang. Orang sukses adalah orang yang melihat rintangan itu sebagai kesempatan untuk maju, dan setiap rintangan adalah langkah menuju keseriusan dan pembaharuan.

Wahai orang beriman, surga itu berada dia antara syukur Nabi Sulaiman as dan sabar Nabi Ayyub as. Allah SWT berfirman tentang kedua Nabi yang mulia ini.

"Dia adalah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah)." [QS Shad: 30]

Jangan lihat posisimu di depan makhluk, tetapi lihatlah kedudukanmu di sisi Allah. Janganlah susah memikirkan dunia, dunia dan akhirat adalah di tangan Allah SWT. Tidak usah khawatir masalah rezeki, rezeki itu ada di sisi Allah. Jangan gelisah tentang masa depan,

Hikmah dan Iktibar dari Pergantian Musim


Hikmah dan Iktibar dari Pergantian Musim
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan)



Pergantian musim dan waktu serta perputaran siang dan malam adalah ibrah bagi hamba yang ingin mengambil pelajaran atau hamba yang ingin bersyukur. Sepantasnyalah bagi orang yang mempunyai akal fikiran untuk merenungkan, intropeksi diri dan mengingat hal-hal yang akan dihadapi kelak. Berapa banyak langkah terhenti dan waktu terbuang tanpa disadari dan tanpa diingat.

"Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau yang ingin bersyukur." [QS al-Furqan: 62]

Mari kita berfikir bahwa waktu itu adalah nafas yang tidak akan kembali. Barangsiapa yang lalai daripadanya, maka masanya akan terbuang, kehilangan sesuatu yang agung dan penyesalan yang berkepanjangan. Jika seorang mengetahui nilai waktu yang tersia-siakan, niscaya ia akan memohon agar waktu itu dikembalikan. Akan tetapi halangan telah membendungnya dengan pengembalian waktu.

Manusia adalah seorang pengendera di pundak usianya, Dalam perjalanan yang akan berakhir dalam hitungan hari dan bulan, Malam tidur dan siang bangun, Semakin menjauh dari dunia dan mendekati akhirat,

Pada saat ini, langit sudah mulai mendung, angin bertiup dengan kencangnya, udara dingin menerpa tubuh kita dengan sengatannya dan musim dingin sudah mulai meyelimuti kita. Keadaan ini membuat kita untuk mengambil pelajaran, iktibar dan mengingat zamharir (hawa digin) api neraka sebagaimana terdapat dalam hadits shahihain dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda:

"Nereka mengadu kepada Tuhannya, lalu ia berkata: Ya Tuhanku, bagian tubuhku saling memakan antara satu dan yang lainnya, maka Allah memberikannya dua nafas; Satu nafas di musim dingin dan satu nafas di musim panas. Maka kalian mendapati panas yang sangat luar biasa dari teriknya (yang amat panas) dan kalian mendapati dingin yang sangat luar biasa dari udaranya (yang amat dingin)."

Ciri-Ciri Muslim Yang Baik


Ciri-Ciri Muslim Yang Baik
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan)

Kepedulian seseorang terhadap keselamatan, kebaikan agama dan imannya adalah bukti dan tanda yang jelas akan kebenaran pikirannya, kelurusan manhaj dan kesempurnaan taufiq yang diperolehnya. Agama seorang muslim berperan sebagai penunjuk dan pembimbing yang akan menghantarkannya menuju kebahagiaan dalam kehidupan, keberuntungan serta ketinggian di akhirat. Karena padanya terdapat dalil dan petunjuk yang memeliharanya dari kesesatan dan menjauhkannya dari jalan-jalan kesengsaraan dan kerugian.

Rasulullah saw yang sangat menginginkan kebaikan bagi umatnya, penyantun dan penyayang terhadap mereka, beliau telah menunjukkan adab yang luhur dan budi pekerti yang mulia dalam memperbaiki keislaman seseorang dan untuk mencapai puncak keridhaan Allah SWT sebagaimana sabda beliau saw.

"Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya." [HR Imam Malik dalam kitab Muwatta', Tirmidzi dalam kitab al-Jami', Ibnu Majah dalam kitab Sunan, Ibnu Hibban dalam kitab shahih dan Abdu al-Razaq dalam al-Mushannaf] Sekalipun hadits ini hadits mursal, akan tetapi ia diperkuat beberapa sanad dan teks yang menjadikannya hadits hasan lighairih. Bahkan hadits ini diakui beberapa ulama sebagai hadits shahih, seperti Imam Ibnu Hibban, al-Allamah Ahmad Muhammad Syakir dan al-Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani sebagaimana terdapat keterangannya secara terperinci dalam kitab-kitab mereka rahimahumullah.

Hadits ini seperti yang dikatakan Imam Ibnu Abdul Baar rahimahullah adalah perkataan yang mengandung makna yang luas dalam lafadz yang singkat. Dan perkataan semisal ini belum pernah disampaikan seseorang sebelum Rasulullah saw. Seorang yang keislamannya baik akan meninggalkan perkataan dan amalan yang tidak bermanfaat baginya, karena konsekuensi Islam itu mengerjakan kewajiban dan meninggalkan yang haram. Dan jika agamanya baik, maka ia akan meninggalkan sesuatu yang haram, syubuhat, makruh dan mubah yang berlebihan (kelebihan di luar kebutuhan). Seorang Muslim akan meninggalkan ini semua di saat keislamnnya sempurna dan darajatnya telah mencapai tingkatan ihsan sebagaimana Rasulullah SAW menjelaskan hakikat hal ini dalam hadits pertanyaan Jibril alaihissalam tentang Islam, Iman dan Ihsan. Beliau bersabda,

"Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau." [HR Muslim dalam kitab shahih dari hadits Amirul Mukminin, Umar bin Khattab r.a.

Bertafakkur Pada Ciptaan Allah SWT


Bertafakkur Pada Ciptaan Allah SWT
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan)


Bertafakkur dan bertadabbur merupakan ibadah agung dan amalan hati yang mulia yang sering dilalaikan oleh manusia. Hal-hal yang dapat meningkatkan keimanan dan keyakinan seseorang adalah memperhatikan ayat-ayat Allah yang tertulis di dalam kitabNya dan tersebar di jagat raya, bertafakkur tentang asma' dan sifat-Nya, tentang kebaikan dan keagunganNya, ilmu dan kekuasaanNya, kekuatan dan hikmahnNya dan ke-Maha penyantunan Allah SWT terhadap hambaNya. Oleh karena itu, merenungkan firman Allah merupakan maqasid yang sangat agung sebab diturunkannya (ayat al-Qur'an).

Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran." [QS Shad: 281].

Manusia yang paling besar hidayah dan paling selamat kesudahan di dunia dan akhirat adalah seseorang yang mencari petunjuk di dalam kitabullah

"Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menjelaskan. Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaanNya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izinNya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus." [QS al-Maidah: 15-16]

Seorang mukmin, jika ia membaca ayat Allah, merenungkan dan menghayatinya serta berusaha untuk mengamalkannya, maka ia akan mengikuti perintahnya dan menjauhi laranganya, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, menerapkan ayat-ayat muhkamat (jelas maknanya) dan beriman dengan ayat-ayat mutasyabihat (tidak jelas maknanya), takut kepada siksa Allah serta mengharap dan ingin mencapai apa yang disukai Allah SWT. Dan jika karakter ini dimiliki seseorang, maka ia tergolong dari pembaca al-Qur'an dengan bacaan yang sebenarnya. Dan al-Qur'an akan menjadi saksi, syafaat, pelindung, penghibur dan bermanfaat bagi dirinya serta sebab tercapainya kebaikan di dunia dan akhirat kelak.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, "Tidak ada yang lebih manfaat bagi seorang hamba dalam kehidupan dunia dan akhiratnya dan lebih dekat kepada keselamatan daripada tadabbur al-Qur`an dan banyak memikirkan makna dan kandungan ayatnya. Kandungan makna al-Qur`an senantiasa membangkitkan seorang hamba menuju Allah dengan janji indah serta memperingatkan dan memberikan rasa takut padanya dari adzab yang pedih. Tadabbur ini juga menunjukinya dalam kegelapan pemikiran dan madzhab menuju jalan yang lurus."