Senin, 09 Februari 2015

Edisi 03, Jum’at, 25 Rabiul Awal 1436 H / 16 Januari 2015 M


MEMBANGUN AKHLAK KARIMAH
MEMBENTUK KARAKTER YANG ISLAMI
(Bagian Kedua)
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kab. Asahan)


Sambungan Edisi Pertama (Jum’at, 02 Januari 2015)
Ahli bahasa berkata :
اَلْحَسَنُ الْخُلُقُ مِنْ نَفْسِهِ فِيْ رَاحَةٍ، وَالنَّاسُ مِنْهُ فِيْ سَلاَمَةٍ، وَالسَّيْءُ الْخُلُقِ اَلنَّاسُ مِنْهُ فِيْ بَلَاءٍ، وَهُوُ مِن نَفْسِهِ فِيْ عَنَاءٍ.
“Orang yang baik akhlak adalah ketenangan bagi dirinya, dan manusiapun selamat darinya, dan yang buruk perangai cobaan bagi yang lain dan kesulitan bagi dirinya”.

Dijelaskan dalam satu riwayat hadis Rasul SAW, bahwa akhlak mulia dan berbuat baik kepada tetangga dapat memakmurkan negeri dan menambah umur :
حُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارِ وَيَزِيْدَانِ فِي الْأَعْمَارِ
“Akhlak baik dan berbuat baik terhadap tetangga dapat memakmurkan negeri dan dapat mengawetkan umur”.

Dan berkata ahli hikmah :
مِنْ سَعَةِ الْأَخْلَاقِ كُنُوْزُ الْأَرْزَاقِ
“Keluasan akhlak merupakan gudang berharga bagi rezeki”.

Nabi Muhammad saw telah menjelaskan ciri-ciri orang yang paling mencintainya, yaitu :
أَحَبُّكمُ ْإِلَيَّ أَحْسَنُكُمْ أَخْلَاقًا، اَلْمُوَطِّئُوْنَ أَكْنَافًا، اَلَّذِيْنَ يَأْلِفُوْنَ وَيُؤْلَفُوْنَ
“Orang yang paling mencintaiku adalah orang yang paling baik akhlaknya, yaitu yang mudah berurusan dengannya, dan yang mudah didekati dan mendekati”.


Ciri-ciri baik budi dan berakhlak mulia diantaranya ialah : mudah didekati, memiliki perawakan lemah-lembut, berwajah cerah dan suka senyum, terhindar dari hal-hal tercela, ucapannya selalu santun dan baik. Sifat-sifat tersebut merupakan gambaran sifat dan karakter ahli sorga. Sebagaimana dalam sebuah penjelasan Rasulullah saw:
أهل الجنة كل هين لين، سهل طلق
“Ahli surga itu adalah setiap yang mudah dan lemah-lembut, ringan tabiatnya dan berwajah ceria”.
شر الناس ذوالوجهين، الذي يأتي هؤلاء بوجه وهؤلاء بوجه
“Seburuk-buruk orang adalah yang memiliki dua muka, dia mendatangi mereka dengan satu perangai, kemudian ia mendatangi yang lainnya dengan perangai yang lain”.
لاينبغي لذي الوجهين أن يكون وجيها عند الله تعالى
“Tidak seyogianya bagi yang memiliki dua muka, sebagai orang yang lurus dihadapan Allah swt”.

   Imam Mawardi Rahimahullahu Ta’ala wafat pada tahun 450 H telah menyebutkan beberapa penyebab terjadinya perobahan sifat seseorang dari akhlak baik menjadi kasar dan bengis, diantaranya :
1.   Karena  buruknya tabiat badan yang dibawa lahir,
2.   Kurang berlapang dada menghadapai manusia,
3.   Karena dipecat dari jabatan yang pernah diembannya, disebabkan kurangnya rasa sabar.
4.   Karena kekayaan yang diperoleh, disebabkan benih kesombongan yang ada pada dirinya,
5.   Karena kefakiran dan kemiskinan, dikatakan kefakiran itu tentara Allah yang paling besar, dengan kefakiran dapat merendahkan setiap orang yang gingging, arogan dan sombong.
لَوْلاَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى أَذَلَّ ابْنَ آدَمَ بِثَلاَثٍ مَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ لِشَيء : اَلْفَقْرُ وَالْمَرَضُ وَالْمَوْتُ
كَادَ الْفَقْرُ أَنْ يَّكُوْنَ كُفْرًا، وَكَادَ الْحَسَدُ أَنْ يَّغْلِبَ الْقَدْرَ.
6.   Kesulitan dan kesedihan yang tidak terbendung, kesedihan dapat menanduskan hati, menyibukkan pikiran, tidak sanggup menanggung beban dan kurang sabar. Sebagian ahli hikmah berkata : Kesedihan tak obahnya seperti racun berbisa, atau seperti kuman yang menggerogoti tersimpan dalam hati. Orang Arab berkata : Kehidupan itu selalu diiringi dengan kesulitan dan kesedihan, jika sesuatu sudah sempurna, tidak lama kemudian akan nampak kekurangan, jika engkau berada dalam nikmat maka jagalah dengan ketaatan, sebab nikmat akan hilang dengan dosa, jagalah nikmat dengan rasa syukur kepada Tuhan, karena Tuhan sangat cepat pembalasannya, manisnya dunia ditemani tipuan, betapa banyak binatang melata berkeliaran, manusia tidak pernah tau kapan ia menyerang”.
7.   Penyakit yang diderita, penyakit tidak hanya mengubah struktur tubuh, tapi juga dapat merubah sikap dan prilaku manusia.
8.   Faktor ketuaan umur yang di alami dapat mempengaruhi prilaku seseorang.1

CIRI-CIRI AKHLAK MULIA
1.   Sifat Malu
Kebaikan dan keburukan dua kata yang sama-sama memiliki identitas dan makna tersendiri. Sebagaimana orang Arab berkata :
تخبر عن مجهوله مرآته
“Cerita dari orang lain adalah cermin bagi dirinya”

Pertanda kebaikan pada diri seseorang dapat dilihat dari sifat pemalu, sedangkan pertanda buruknya seseorang dapat dilihat dari arogansi dan ucapan keji. Menilai seseorang baik, cukuplah dilihat dari sifat malunya, dan cukuplah menilai seseorang buruk dari arogansi dan ucapan buruknya. Telah meriwayatkan Hassan Bin ‘Athiyah dari Abi Umamah, bersabda Rasulullah saw :
الحياء والعي شعبتان من الإيمان، والبذاء والبيان شعبتان من النفاق
“Sifat malu dan diam (dari yang tidak bermanfaat) dua cabang dari iman, dan tindakan kasar dan banyak bicara (yang tidak bermanfaat) dua cabang dari kemunafikan”.


1 Imam Abil Hasan Ali Bin Muhammad Bin Habib al-Bashri al Mawardiy, Adab al-Din wa al-Dunya, Daar al-Fikr, Bairut, 1415 H / 1995 M, h. 175-182.

Sifat malu terbagi kepada tiga bagian, yaitu :
a.   Malu kepada Allah, dapat dibuktikan dengan menjunjung segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Telah meriwayatkan sahabat Abdullah Bin Masud RA dari Nabi SAW : “Malulah kamu sebenar-benar malu”, disahut sahabat : “Bagaimana kami malu kepada Allah Azza wa Jalla yang sebenarnya?” Dijawab Nabi SAW: “Menjaga kepala dan apa yang ia serap, dan menjaga perut dan apa yang ia cerna, dan meninggalkan perhiasan dunia, kemudian mengingat mati dan kehancuran badan, maka ia sudah merasa malu yang sebenarnya kepada Allah Azza Wa Jalla”. Dan dijelaskan dalam sebuah Hadis : “Sifat malu itu pengatur iman, maka apabila telah tercecer pengatur sesuatu maka akan sirna dan tercerai-berai”.
b.   Malu terhadap orang lain, yaitu meninggalkan ucapan-ucapan yang menyakitkan, tidak berkata kotor, sebagaimana dalam sabda Nabi SAW: “Barang siapa yang memakai pakain malu maka ia tidak akan pernah mengatai (menggibah) orang lain”.
d.   Malu terhadap diri sendiri, yaitu dengan memakai pakaian iffah dan menghindar dari kholwat atau berduaan dengan yang bukan mahromnya. Para ahli hikmah berkata : “Hendaklah rasa malumu terhadap dirimu lebih banyak ketimbang rasa malumu terhadap orang lain”.2

2.   Menghindar Dari Sifat Takabbur dan Ujub (Sombong)
Kata takabbur dan ujub sama-sama diartikan dengan sombong, dua kata yang sering diceramahkan oleh para asatidz dan guru. Kedua kata ini sebenarnya memiliki perbedaan dan kesamaan makna. Namun banyak diantara kita yang tidak dapat membedakannya.

Kata takabbur lebih mengarah kepada memandang lebih tinggi kedudukan, merasa lebih banyak harta, lebih baik dari orang lain. Sedangkan ujub artinya lebih mengarah kepada keistimewaan dirinya dari orang lain, seperti : Saya lebih cantik, lebih ganteng, lebih berilmu, lebih utama dan sebagainya. Kedua-duanya sangat berbahaya, sebab kedua sifat tersebut dapat menjatuhkan wibawa, menarik seseorang kejurang kehinaan, susah menerima nasehat dan kurang beradab.

                                                                                                                            Bersambung…


2 Ibid., h. 180-183.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar