MEWASPADAI BUDAYA YANG MERUSAK
AKIDAH DAN AKHLAK
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung,
MA
Mulai dari kedatangan Islam di
Jazirah Arab, ada dua hal terpenting dari misi ajaran Islam yaitu: Pertama;
Pemurnian akidah tauhid dari segala bentuk kemusyrikan; Kedua :
Pemisahan akhlak dari budaya yang dapat merusak Islam dan syariat. Pada kedua
misi besar ini, para ulama dan da’i berupaya memberikan pencerahan kepada umat
manusia, sehingga banyak budaya-budaya Jahiliyah purba, budaya Hindu, Budha,
Pel Begu, Yahudi, Kristen, Kejawen dan lain-lain yang sudah ditanam dan
dihilangkan dengan susah payah oleh para ulama dan para da’i terdahulu.
Peranan visi
pemerintah untuk mengangkat dan menghidupkan kembali budaya lama, yang dikemas
dengan sebutan “Kearifan Lokal” sangat terasa bermunculannya kembali
budaya-budaya pada agama-agama terdahulu merasuki umat Islam.
Sebenarnya
penjelmaan budaya-budaya lama ini sudah mulai bermunculan pada tahun 1990-an,
kemudian diperparah lagi dengan tercetusnya reformasi pada tahun awal tahun
1998, dan yang paling terdepan mengihidupkan budaya lama ini adalah kalangan
penganut LIBERAL.
Misi
menghidupkan kembali budaya-budaya lokal dengan sebutan kearifan lokal sangat
berperan untuk merusak akidah tauhid Islam, mengingat bahwa penduduk Indonesia
pada umumnya dan Asahan pada khususnya berasal dari pengaruh agama Hindu atau
Pel Begu (Animisme). Yang kedua dari budaya itu akan banyak menimbulkan kerusakan
pada akhlak dan moral.
Cara Identifikasi Yang
Terkandung Pada Budaya Lama
Untuk
mengetahui ada tidaknya unsur kemusyrikan pada budaya tertentu, terlebih dahulu
kita harus mengetahui alat-alat deteksi kemusyrikan, yaitu :
Terlebih dahulu mengetahui asal-usul budaya yang dihidupkan;
2. Dalam
budaya tersebut ada kaitan dengan sesembahan agama lain;
3. Memiliki
keterkaitan dengan tolak bala atau mendatangkan rezeki dengan menggunakan
media-media terentu seperti : ayam, bunga, sesajen dan sejenisnya;
4. Mengkaitkan
ritual dengan leluhur dan nenek moyang;
5. Ritual yang
dikerjakan memiliki keterkaitan dengan roh-roh atau dewa-dewi;
6. Pada acara
adat adanya pentabziran dengan membuang-buang makanan atau benda yang masih
dapat dimakan;
7. Pada acara
adat ada ritual-ritual untuk membuang sial.
Ritual Budaya Mencela Waktu
Dalam
kepercayaan jawa terdapat hari, bulan atau waktu tertentu yang memiliki
pantangan, dilarang bekerja, menikah, bercocok tanam dan lain sebagainya. Kalau
di langgar maka akan mendapat celaka. Kepercayaan semacam ini meyakini bahwa
waktulah yang menyebabkan selamat atau celakanya seseorang. Ini adalah sebuah
kesyirikan yang besar. Dalam hadis qudsi di jelaskan :
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ
يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Allah
’Azza wa Jalla berfirman, Aku disakiti oleh anak Adam. Dia
mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah
yang membolak-balikkan malam dan siang”. (HR. Muslim No. 6000)
Dalam lafadz
yang lain, beliau Shallallahu ’Alaihi Wasallam bersabda :
قَالَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَقُولُ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ.
فَلاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ. فَإِنِّى أَنَا الدَّهْرُ
أُقَلِّبُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ فَإِذَا شِئْتُ قَبَضْتُهُمَا
“Allah
’Azza wa Jalla berfirman, Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mengatakan : Ya khoybah
al-dahr’ [ungkapan mencela waktu]. Janganlah seseorang di antara kalian mengatakan
“Ya khoybah al-dahr” (dalam rangka mencela waktu). Karena Aku adalah (pengatur)
waktu. Aku-lah yang membalikkan malam dan siang. Jika suka, Aku akan
menggenggam keduanya”. (HR. Muslim No. 6001)
An Nawawi rahimahullah dalam Syarh
Shohih Muslim (7/419)
mengatakan bahwa orang Arab dahulu biasanya mencela masa (waktu) ketika
tertimpa berbagai macam musibah seperti kematian, kepikunan, hilang (rusak)-nya
harta dan lain sebagainya sehingga mereka mengucapkan “Ya
khoybah al-dahr” (ungkapan mencela waktu) dan ucapan celaan lainnya
yang ditujukan kepada waktu.
Setelah
dikuatkan dengan berbagai dalil di atas, jelaslah bahwa mencela waktu adalah sesuatu
yang terlarang. Kenapa
demikian? Karena Allah sendiri mengatakan bahwa Dia-lah yang mengatur siang dan
malam. Apabila seseorang mencela waktu dengan menyatakan bahwa bulan ini adalah
bulan sial atau bulan ini selalu membuat celaka, maka sama saja dia mencela
Pengatur Waktu, yaitu Allah ’Azza wa Jalla.
Perlu
diketahui bahwa mencela waktu bisa membuat kita terjerumus dalam dosa bahkan
bisa membuat kita terjerumus dalam syirik akbar (syirik yang mengeluarkan
pelakunya dari Islam).
Mencela waktu itu
terbagi menjadi tiga macam, yaitu : Pertama; Jika dimaksudkan hanya
sekedar berita dan bukanlah celaan, kasus semacam ini diperbolehkan. Misalnya
ucapan, “Kita sangat kelelahan karena hari
ini sangat panas” atau semacamnya. Hal ini diperbolehkan karena
setiap amalan tergantung pada niatnya. Hal ini juga dapat dilihat pada
perkataan Nabi Luth ’Alaihis Salam dalam Alquran surah Huud
ayat 77 : “Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada
Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan
dia berkata : Ini adalah hari yang amat sulit”.
Kedua; Jika menganggap bahwa waktulah pelaku yaitu
yang membolak-balikkan perkara menjadi baik dan buruk, maka ini bisa termasuk
syirik akbar. Karena hal ini berarti kita meyakini bahwa ada pencipta bersama
Allah yaitu kita menyandarkan berbagai kejadian pada selain Allah. Barangsiapa
meyakini ada pencipta selain Allah maka dia kafir. Sebagaimana seseorang
meyakini bahwa ada sesembahan selain Allah, maka dia juga kafir.
Ketiga;
Jika mencela waktu
karena waktu adalah tempat terjadinya perkara yang dibenci, maka ini adalah
haram dan tidak sampai derajat syirik. Tindakan semacam ini termasuk tindakan
bodoh (alias dungu) yang menunjukkan kurangnya akal dan agama. Hakikat mencela
waktu, sama saja dengan mencela Allah karena Dia-lah yang mengatur waktu, di
waktu tersebut Dia menghendaki adanya kebaikan maupun kejelekan. Maka waktu
bukanlah pelaku. Tindakan mencela waktu semacam ini bukanlah bentuk kekafiran
karena orang yang melakukannya tidaklah mencela Allah secara langsung.
Mengatakan
bahwa waktu tertentu atau bulan tertentu adalah bulan sial atau bulan celaka
atau bulan penuh bala bencana, ini sama saja dengan mencela waktu dan ini
adalah sesuatu yang terlarang. Mencela waktu bisa jadi haram, bahkan
bisa termasuk perbuatan syirik. Hati-hatilah dengan melakukan perbuatan semacam
ini.
Oleh karena
itu, jagalah selalu lisan ini dari banyak mencela. Jagalah hati yang selalu
merasa gusar dan tidak tenang ketika bertemu dengan satu waktu atau bulan yang
kita anggap membawa malapetaka. Ingatlah di sisi kita selalu ada malaikat yang
akan mengawasi tindak-tanduk kita.
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu)
ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah
kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri”. (QS. Qaaf : 16-17)
Dalam
kepercayaan di jawa terkait dengan waktu, rata-rata kepercayaan tersebut
dilandasi karena waktu memiliki sesuatu yang dapat membuat baik dan buruknya
seseatu urusan tertentu.*
Diantara
ritual-ritual yang perlu identifikasi dalam rangka menjaga kemurnian akidah
ialah :
1. Ritual
mencari hari baik untuk walimah;
2. Ritual
selamatan untuk wanita hamil;
3. Ritual
Ruatan di Gunung Simeru (tradisi tolak bala) dengan menggunakan sesajen-sesajen;
4. Ritual kembar
mayang untuk membuang sial;
5. Ritual
menginjak telur bagi suami istri yang baru akad nikah;
6. Ritual sedekah
bumi dengan menghanyutkan nasi atau benda lain ke laut;
7. Budaya
menyembelih kurban di laut (belakangan ini muncul di Tanjung Balai dan Batu
Bara);
8. Ritual
kirap pusaka untuk menyucikan benda-benda yang dianggap suci dan kramat;
9. Ritual
sedekah bumi dengan menghanyutkan berupa nasi tumpeng ke laut;
10. Ritual
menyembelih kurban di laut (ritual ini mulai muncul di Tanjung Balai dan Batu
Bara);
11. Ritual
menolak hujan;
12. Upah-upah
utuk membuang kesialan;
13. Upah-upah
untuk menolak malapetaka;
14. Mandi bunga
kembang;
15. Memberi
sesajen bagi hantu dan roh-roh
16. Ilmu gerak
ketika mau berjalan biasa digunakan pesilat; dan
17. Mempercayai
zodiak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar