Kamis, 14 September 2017

MEMBANGUN SEMANGAT “GHIROH” ISLAM DALAM MENYAMBUT TAHUN BARU HIJIRIYAH

MEMBANGUN SEMANGAT “GHIROH” ISLAM
DALAM MENYAMBUT TAHUN BARU HIJIRIYAH
Oleh: H. Salman Abdullah Tanjung, MA


            Kata Ghiroh dapat diartikan dengan semangat atau cemburu, Ghiroh Islam berarti semangat Islam atau cemburu terhadap Islam. Cemburu terhadap Islam maknanya merasa marah atau timbul semangat juangnya atau semangat beragamanya jika kehormatan agamanya dihina atau direndahkan pihak-pihak lain, dan dapat juga diartikan dengan membela dan menjaga agama dari keburukan.

            Agama tidak hanya menjadi tanggungjawab semasa hidup didunia, namun akan sampai kedalam liang tanah, seseorang akan ditanya oleh malaikat didalam kubur beberapa  pertanyaan yaitu: Siapa Tuhanmu?, Siapa Nabimu?, Apa agamamu?, Apa Imammu? Dan siapa saudaramu?. Orang yang beriman akan menjawab: Allah adalah Tuhanku, Muhammad Nabiku, Islam adalah agamaku,  Alquran Imamku dan Muslimin dan Muslimat saudaraku.

            Ukuran atau indikator semangat keislaman seseorang dapat dilihat dari rasa tersingguungnya jika  agama atau Tuhannya, Nabinya, Imamnya atau salah seorang saudaranya dihina atau dicederai pihak-pihak lain.

            Peristiwa semangat keislaman pernah terjadi pada masa Nabi Shollollohu ‘Alaihi Wasallam mengenai sahabat yang bernama Sa’ad Bin Abi Waqqosh Rodhiyallohu ‘Anhu bila hukum Alloh Ta’ala telah terlanggar walaupun hanya dalam batas dosa kecil[1]:  Bersumber dari sahabat Mughiroh Bin Syu’bah Rodhiyallohu ‘Anhu, ia bercerita: Berkata Sahabat Sa’ad Bin Abi Waqqosh Rodhiyallohu ‘Anhu: Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istiriku, sungguh aku akan menebasnya dengan mata pedangku , Kemudian cerita itu sampai kepada Rasululloh Shollollohu ‘Alaihi Wasallam, lalu Beliau bekata:”Apakah kalian terkagum-kagum dengan sifat Ghiroh Sa’ad?, sungguh Aku lebih ghiroh daripadanya, dan Alloh lebih ghiroh dariku”. Dan pada riwayat yng lain :”Karena  ghiroh Allah, diharamkan setiap keburukan baik yang nyata atau yang tersembunyi”.

Senin, 14 Agustus 2017

FIQH QURBAN, HUKUM DAN PERMASALAHANNYA

FIQH QURBAN, HUKUM DAN PERMASALAHANNYA[1]

Oleh: H. Salman Abdullah Tanjung. MA

Mukaddimah

            Belakangan ini beredar himbauan dari kalangan tertentu untuk menkonversi sembelihan binatang kurban kepada bentuk yang berbeda dengan apa yang di contohkan oleh Rasulullah SAW. Menurut mereka lebih baik kambing atau lembu di berikan langsung hidu-hidup kepada yang butuh, untuk dipelihara atau diternakkan, karena menurut penilaian mereka itu lebih bernilai ekonmis[2]. Hukum berkurban dengan menyembelih hewan sesui ketentuan memiliki keistimewaan-keistimewaan tersendiri, diantaranya:
  1. Berkurban memiliki dasar hukum tersendiri[3], yang tidak dimiliki oleh sedekah biasa.
  2. Berkurban lebih cendrung mengangkat  syia’r Islam yang tidak ada pada sedekah biasa[4], jika seandainya umat Islam diajak untuk mensedekahkan hewan kurban hidup-hidup, karena cara itu lebih afdhol secara mutllak, maka ajakan itu memiliki dua kesalahan besar yaitu: Pertama: Pengingkaran terhadap dalil dan dilalah Qoth’iy dan sudah berupaya mengubah makna pirman Allah: “Maka dirikanlah shalat dan berkurbanlah(sembelihlah)” kepada:”Maka dirikanlah sholat dan bersedekahlah” , Kedua: Adanya upaya pengkaburan terhadap syi’ar-syi’ar Islam, yang mana syi’ar berkurban merupakan media yang sangat tepat untuk disaksikan orang banyak, baik muslim maupun kafir agar dakwah dapat sampai kepada seluruh penjuru dunia, berbeda dengan bersedekah biasa yang lebih dituntut dilakukan sembunyi-sembunyi. Upaya mengubah esensi bekurban kepada sedekah biasa bukan hanya kesesatan berpikir tapi sudah merupakan kekafiran  dalam berpikir. Didalam ushul fiqh pengingkaran terhadap dalil qoth’iy konsekwensinya dapat mengantarkan seseorang kepada kekafiran[5].
  3. Melakukan berqurban memiliki syi’ar yang  berkaitan dengan shalat ‘Idul Adha, memiliki keterkaitan dengan hari raya besar umat Islam bila syi’ar korban ditiadakan maka dengan sendirinnya hilanglah aura dan wibawa Islam, berbeda dengan bersedekah  yang tidak harus diperlihatkan atau dipertontononkan dikhalayak ramai.
  4.  Secara sosial berkorban lebih luas ekses sosialnya, berkorban mimiliki hubungan dengan penerima daging qurban itu sendiri, memiliki syi’ar, memiliki kebersamaan  untuk menunjukkan kekuatan Islam, memiliki jangkauan yang lebih luas, tidak hanya diberikan kepada orang miskin seperti zakat atau sedekah, namun daging korban boleh diberi kepada keluarga, jiran tetangga, musafir, sahabat, kaya, pejabat atau orang biasa.

            Oleh karena itu perlu beberapa penjelasan tentang hukum berqurban:Pengertian Qurban, Hukum menyembelih qurban, kapan hukmnya wajib berqurban?, waktu bequrban, Syarat Orang Yang Berqurban, Umur hewan qurban, Sifat-sifat Binatang ternak yang Tidak Boleh Dijadikan Qurban, Sunat-sunat  dalam Menyembelih Qurban, Cara Membagi  Daging Qurban, Hukum Menjual Daging Qurban, Berqurban Atas Nama Orang yang Sudah Meninggal?, Panitia dan kedudukannya, Hukum berqurban bagi yang belum ‘aqiqah, Hukum menyatukan ‘aqiqah dengan qurban.