Rabu, 01 Januari 2025

AUTOBIOGRAFI DAN LINTAS PERJALANAN HIDUP H. SALMAN ABDULLAH TANJUNG, MA

 

AUTOBIOGRAFI
DAN LINTAS PERJALANAN HIDUP
H. SALMAN ABDULLAH TANJUG, MA
(KETUA MUI KAB. ASAHAN)

Desa “Sibanggor Julu”

“Si” merupakan imbuhan yang kerap digunakan dalam bahasa Batak Mandailing, untuk menyebut satu nama bagi sebuah kampung atau desa. “Banggor” dalam bahasa Mandailing kuno diartikan dengan “hangat-hangat kuku”, sebab disana ada aliran air (anak sungai ) yang mengalir dari perut gunung “Sorik Marapi” yang terasa hangat dan agak panas di kulit ketika digunakan untuk mandi, airnya terasa asam kecut (tidak tawar) dilidah, tidak dapat digunakan untuk mencuci pakaian, sebab penggunaan sabun cuci tidak menghasilkan busa yang efektive untuk menyuci pakaian. Sedangkan “Julu” artinya adalah “hulu” atau “atas”. Aek (air) Sibanggor ini melewati tiga desa yang letaknya di hulu disebut Desa ‘Sibanggor Julu”, desa yang di tengah (tonga) disebut Desa “Sibanggor Tonga” dan yang di hilir (jae) di sebut Desa “Sibanggor Jae”.

Desa Sibanggor Julu Nauli
Tempat Kelahiranku 

P

enuturan dari Kepala Desa Sibanggor Julu (Awaluddin Nasution) yang tayang di you Tub, bahwasanya desa Sibanggor Julu yang sekarang ini keberadaannya sudah ada dari tahun 1887, diawal-awal berdirinya desa ini, masyarakat desa sepakat menamainya dengan nama desa: Singa Jambu, kemudian namanya disepakati untuk di ubah menjadi Desa Sibanggor Julu.

Sementara penuturan dari H. Arifin Lubis (Allahu Yarhamhu) juga telah viral di you tub, yang merupakan tokoh adat Masyarakat Desa Sibanggor Julu, bahwasanya Desa ini telah berdiri semenjak terjadinya tragedi yang sangat besar, berupa banjir bandang yang memporakporandakan  Desa Sibanggor Julu yang lama. Beliau menuturkan berdirinya Desa Sibanggor Julu pada tahun 1892.


Asal-Usul Penduduk Desa Sibanggor Julu

Jauh sebelum Desa Sibanggor Julu mengalami tragedi besar berupa banjir bandang pada tahun 1892 . Pada awalnya kampung yang sebelumnya sebenarnya berada pada lembah Gunung Sorik Marapi, rumah-rumah penduduk yang berada pada sekitar  pemandian Air Panas sekarang hanyut terbawa arus, sebagaimana dituturkan oleh H. Arifin Lubis ( Allahu Yarhamhu) .

Penduduknya berasal dari  Huta Siantar- Panyabungan mereka datang  ke Desa Sibanggor julu ikut marga Tanjung, marga  hasiabuan,  marga rangkuti, marga Lubis. Dengan adanya banjir bandang yang menghanyutkan seluruh rumah-rumah penduduk, mereka dievakuasi ke Desa Sibanggor Julu yang sekarang pada tahun 1892.Kemudian perkampungan yang lama dikonversi menjadi lahan-lahan pertanian dan persawahan.Sampai sekarang ini, bekas perkampungan lama masih menjadi lahan-lahan pertanian.

Menurut para pendahulu Desa Sibanggor Julu yang lama,penduduknya sudah ada disekitar lembah Gunung Sorik Marapi, 600 tahun sebelum terjadi banjir bandang besar pada tahun 1892.

Sejarah Desa Sibanggor Julu yang lebih tepat dan sesuai dengan sejarah berdirinya adalah apa yang dikatakan oleh sesepuh masyarakat Desa Sibanggor Julu Allahu Yarhamhu H. Arifin Lubis, pendapat ini juga dikuatkan oleh kedua tokoh desa setelah melalui wawancara langsung dengan Tuan H. Mahmuddin Tanjung dan Tuan H. Lobe Marasyet Tanjung, bahwa yang benar tentang keberadaan Desa Sibanggor Julu terbentuk setelah tragedi banjir bandang besar  pada tahun 1892.


Penampakan kawah gunung Sorik Marapi


Adat Dan Budaya Desa Sibanggor Julu

P

enduduk di desa ini pada dasarnya 100% memeluk agama Islam, masyarakatnya dikenal dengan ketekunan mereka dalam menjalankan ibadah rutinitas. Dari segi berpakaian para wanitanya sehari-hari mengenakan tutup kepala atau jilbab, di desa ini semenjak dulu sudah menerapkan maghrib mengaji, anak-anak desa  berlomba-lomba belajar membaca Alqur’an dengan methode alif ba ta atau yang dikenal dengan methode Albaghdadi.

Maghrib mengaji biasanya dilakukan di rumah-rumah penduduk, pada setiap banjar telah menjadi adat kebiasaan, ada satu tempat magrib mengaji.

Sampai tahun sembilan puluhan bagi seorang anak yang sudah berumur tujuh tahun atau anak-anak SD, sangat menjadi aib baginya dan bagi keluarganya, apabila ia tidak mampu membaca Alqur’an.

Sebelum tahun 1990-an budaya masyarakatnya masih banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu dan animisme (Pel Begu), seperti mengadakan doa-doa tolak bala atau syukuran yang dipadukan dengan membawa  ayam panggang utuh satu ekor, yang di padukan dengan nasi kunyit, kemudian di bawa ke mesjid oleh setiap keluarga dan diletakkan didepan setiap orang yang membawa.

Setelah semua hadir maka dimulailah acara dengan dibuka oleh seorang protokol, kemudian sang protokol menghunjuk tuan Syekhnya untuk mengimami bacaan-bacaan Surat Yasin, surat al-Fatihah, al-Ikhlas, Mu’auwidzatain, dzikir dan ditutup dengan do’a.Harapannya dalam upacara seperti ini memohon keberkahan rezeki, tolak bala dan keselamatan seluruh penduduk desa.

Biasanya ritual seperti ini diadakan sekali dalam setahun bertepatan pada bulan hari Raya Kurban setelah selesai shalat Id Adha. Tokoh-tokoh adat setempat beranggapan adat yang beraromakan ritual Hindu dan Anemisme ini  dicocokkan dengan ajaran Islam, agar tidak bertentangan dengan akidah dan Syariat Islam. Tentu anggapan seperti itu adalah sangat keliru, bila merujuk kepada akidah Islamiyah yang murni.

Penulis semenjak belajar di Pondok Pesantren Mushthafawiyah Purba Baru, disekitar tahun 1988 dan masih duduk dikelas IV Mushthafawiyah atau Kelas IX – tingkat Tsanawiyah telah melarang mendoa dengan cara seperti itu melalui minbar, ketika menyampaikan khotbah Jumat, agar terhindar dari kemusyrikan dan budaya paganisme.

Mulai dari saat itu terjadi pertentangan yang sangat signifikan diantara masyarakat, diantara menolak dan mempertahankan budaya tersebut, namun semakin lama budaya tersebut semakin tidak disukai, karena taruhannya adalah akidah dan keimanan. Namun tetap masih ada yang senantiasa ingin mempertahankan budaya seperti itu, terutama sebagian dari kalangan harajaan dari marga. Ritual mendoa tolak bala’ atau doa selamat dengan menggunakan media ayam panggang yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sibanggor Julu selama ini adalah termasuk kemusyrikan yang nyata dalam akidah Islam dan wajib diluruskan, dengan alasan sebagai berikut:

a.      Cara mendoa kepada Allah Ta’ala harus sesuai dengan tuntunan Alquran dan Sunnah Nabi Shallallhu’alaihi Wasallam.

b.      Mendoa dengan menggunakan benda mati seperti menggunakan ayam panggang yang sudah mati adalah caratawassul yang mengandung kemusyrikan. Sepakat ulama boleh bertawassul kepada Allah Ta’ala dalam mendoa melalui amal-amal baik seperti terlebih dagulu membaca Fatihah, Surat Yasin, diawali doa dengan hamdalah, shalawat atas Nabi dan sebelum mendoa terlebih dahulu bersedekah.

c.       Ritual dengan menggunakan ayam mati, menggunakan keris, sesajen, kepala kerbau atau kambing dan menghadirkannya ketika berdoa tolak bala’ atau doa selamat adalah mencontoh-contoh cara beribadah agama lain. Mencontoh agama atau budaya orang lain adalah bertentangan dengan akidah Islam, dan digolongkan ia telah satu kelompok dengan pemeluknya. Sebagaimana dalam hadis Nabi saw:

"مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ"

Sesiapa saja yang menyerupai dengan suatu kaum, maka ia termasuk dari golongan mereka[1].


Desa Sibanggor Julu Destinasi Wisata

S

ebagaimana telah disebutkan, Desa Sibanggor Julu merupakan desa berusia ratusan tahun yang mempesona, dengan tetap mempertahankan beberapa tradisi dan budayanya.Namanya sendiri berasal dari bahasa Mandailing, yang berarti hangat-hangat kuku.Keberadaan desa yang berusia ratusan tahun ini, tidak bisa dipisahkan dari Aek Milas atau Sungai Milas.Kehidupan warganya pun seolah bersatu bersama aliran air yang jernih. Selama ada di sini, Teman Traveler akanmendapatkan suasana yang tenang dan pas untuk melepas penat.

            Sibanggor Julu memiliki udara yang sejuk dan menyegarkan.Letaknya berada di kaki Gunung Lembah Sorik Marapi, menjadi alasan utama udaranya dingin di malam hari dan terasa sejuk disiang hari.Selain itu, desa yang ada di Kecamatan Puncak Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal ini juga kerap disinggahi para pendaki yang hendak menuju puncak Sorik Marapi.

            Keunikan yang dimiliki desa berusia ratusan tahunini, ada pada material atap di setiap rumah.Yakni berupa ijuk yang ditumpuk-tumpuk.Pemilihan ijuk sebagai atap sudah berlangsung sejak lama.Ijuk dipilih bukan tanpa alasan. Selain mempertahankan warisan leluhur, ijuk yang difungsikan sebagai atap memiliki peran lain yaitu berfungsi sebagai pengganti seng yang mudah termakan karat, dikarenakan udaranya bercampur dengan hawa belerang, hanya dalam waktu satu tahun, seng dan besi sudah berkarat dan jebol. Selain itu atap ijuk, tidak memerlukan paku yang berasal dari materi biji besi, juga mudah usang dan habis dimakan karat.

            Selain rumah-rumah beratap ijuk dan suhu udara yang sejuk, Sibanggor Julu juga memiliki pemandian air panas. Teman Traveler yang ingin menghangatkan kaki dan tangan setelah berjalan-jalan di desa yang sejuk ini, bisa sekalian berkunjung kepemandian Air panas dengan sensasi beraroma belerang.

Desa Sibanggor Julu menyimpan potensi wisata yang menarik.Teman Traveler diajak untuk mengetahui salah satu budaya peninggalan masyarakat Indonesia yang berasal dari ratusan tahun lalu. Dengan suasana yang sejuk, menyambangi desa ini bisa mendinginkan hati dan kepala.


Tempat Pemandian Aek Milas Sibanggor di area perkampungan lokasi banjir bandan9 1892


Demografi Desa Sibanggor Julu

L

okasi dan Keadaan Alam Kabupaten Mandailing Natal atau yang lebih di kenal dengan MADINA, merupakan salah satu Kabupaten baru dari pemekaran Kabupaten Tapanupi Selatan di Provinsi Sumatera Utara. Pada Tahun 23 November 1998, daerah ini ditetapkan melalui UU Nomor 12 Tahun 1998 sebagai sebuah Kabupaten baru.

Kabupaten Mandailing Natal berada di ujung selatan  Provinsi Sumatera Utara dan memiliki luas wilayah 6.620,70 Km2 atau 662 .070 Ha (sekitar 9,23% dari wilayah Sumatera Utara). Terletak diantara 0' 1 o·- 50' LU dan 98' 50 -1 oo· I o· BT. Secara administrati Mandailing Natal berbatasan dengan:

 

-         Kabupaten Tapanu1i Selatan di Sebelah Utara.

-         Dengan Provinsi Sumatera Barat sebelah Selatan dan Timur.

-         Dengan Samudera Hindia di Sebelah Barat.

 

Kabupaten Mandailing Natal terdiri atas 8 kecamatan dengan 273 desa dan kelurahan pada saat dimekarkan ( 1998), dan sejak tahun 2003 jumlah kecamatan dan desa bertambah menjadi 17 kecamatan, 322 desa dan 7 kelurahan. Kecuali Kecamatan Batahan. Muara Sipongi dan Muara Batang Gadis, semua kecamatan yang ada sebelumnya sudah mengalami pemekaran, yakni kecamatan Kotanopan dimekarkan menjadi 4 kecamatan, Panyabungan menjadi 5 kecamatan, Batang Natal menjadi 2 kecamatan: dan Siabu menjadi 2 Kecamatan[1].

Topografi wilayah Kabupaten Mandailing Natal terbagi atas tiga bagian, yaitu dataran rendah dengan kemiringan o·-2· di bagian pesisir Pantai Barat, dengan luas daerah sekitar 160.500 Ha (24,24%) : daerah landai dengan kemiringan 2' -15' seluas 36.385 Ha (5,49%): dataran tinggi dengan kemiringan 7' -40' yang terbagi atas dua yaitu daerah perbukitan dengan luas 112.000 ha (16.91%) dengan kemiringan 15' -40'. daerah pegunungan seluas 353.185 ha (53.34%) dengan kemiringan T-40' , seperti daerah lain di Indonesia, daerah Mandailing Natal mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Suhu rata-rata berkisar antara 23°C- 32°C dan kelembaban antara 80-85%.Sementara itu curah hujan maksimum (tahun 2003) adalah 2.137mm pada bulan Nopember dan suhu minimum 50 mm pada bulan Februari.Curah  hujan tertinggi teljadi di Kecamatan Muara Sipongi dan terendah di Kecamatan Natal.

Dengan topografi yang dominan datarantinggi, pegunungan dan perbukitan, maka tidak mengherankan jika di daerah Mandailing Natal terdapat banyak aliran sungai besar dan kecil.

PT. Sorik marapi Geothermal Power Mandailing Natal, merupakan perusahaan mega peroyek, yang telah membawa perubahan bagi penduduk baik perubahan kultur dan budaya. Proyek ini sangat dikhawatirkan akan merusak lingkungan, acaman keamanan dan distorsi budaya setempat

Beberapa sungai yang besar di daerah ini antara lain adalah Batang Gadis. Batahan, Batang Natal, Kunkun, dan Parlambungan. Sungai Batang Gadis tercatat sebagai sungai yang terpanjang di daerah ini, dengan panjang 137,50 km. Di gugusan Bukit Barisan yang melintasi wilayah Mandailing Natal juga terdapat gunung dan bukit yang tinggi-tinggi. Gunung Kulabu dan Gunung Sorik Marapi adalah dua di antaranya yang tergolong paling tinggi. Gunung Sorik Marapi (2.145 m dpl) termasuk gunung api yang masih aktif hingga sekarang

Desa Sibanggor JuJu terletak di lereng sebelah timur dari Gunung Sorik Marapi .Desa ini adalah salah satu desa yang terdapat di kawasan Hutanamale Sibanggor.dan merupakan desa yang paling dekat dengan puncak gunung berapi tersebut.Berjarak sekitar 9.5 km dari ibukota kecamatan atau sekitar 14 km dari Panyabungan (ibukota Kabupaten Mandai ling Natal), desa ini dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan aspal yang kondisinya cukup baik.kira-kira 30 menit dari Panyabungan. Karena posisinya yang berada di lereng bukit, hampir semua lanskap wilayah desa berada kemiringan di atas 20% sehingga pengaturan rumah-rumah penduduk disusun berbanjar mengikuti kultur tanah perbukitan.

Ringkas Perjalanan Hidup

P

ada 27 September 1992 merantau ke Malaysia, setelah sebelumnya selama 7 bulan menjadi perantau di tanah Jawa, tepatnya di kota Bogor. Setelah menjadi pendatang di Malaysia selama satu bulan, sebagai pemilik visa visit, kemudian di tanggal 24 Oktober 1992, berangkat ke Singapura untuk mencari pekerjaan, namun keadaan di Singapura jauh lebih sulit untuk mendapat pekerjaan. Akhirnya saya memutuskan kembali ke Malaysia dengan visa visit selama dua pekan saja. Setelah visa dua pekan habis, maka kedudukan di Malaysia menjadi pendatang haram (illegal) selama lebih kurang satu tahun setengah. Dalam kurun waktu itu dimanfaatkan untuk bekerja di Mesjid Besar Sulthan Salahuddin Abdul Aziz, Syah Alam, Selangor  Malaysia sampai tanggal 13 Juli 1993, sebagai cleaning servis dengan harapan dapat mengumpulkan uang, agar dapat menuntut ilmu di Damascus Syria.

Pada tanggal 27 Juli 1993 melakukan perjalanan menuju Yordania dan tranzit selam dua pekan di kota Amman Yordania, yaitu sampai tanggal 10 Agustus 1993.

Setelah memperoleh visa visit dari kedutaan Syria di Amman, Yordania. Pada tanggal 10 Agustus 1993 take up menuju  Syria dan sampai ke Bandara Internasional Damascus pada tanggal yang sama pada malam hari dan menetap di Syria dengan tujuan menuntut ilmu agama, yaitu sampai tanggal 01 Agustus 1997. Selama lima tahun lebih menetap di Syria, juga pernah melakukan perjalanan ke Amman Yordania pada tanggal 01 Agustus 1996 dan kembali ke Syria pada 06 Agustus 1996.

07 Maret 1997 menuju Jeddah bertugas sebagai petugas haji resmi (Bi’tsatul Hajj) dikenal juga dengan sebutan Tenaga Musim (TEMUS) sekaligus melaksanakan haji untuk pertama kalinya. Menuju Jeddah ditempuh melalui  jalan darat via Yordania, sampai di perbatasan Yordania dan Arab Saudi pada tanggal yang sama 07 Maret 1997.

Setelah sampai di Jeddah, menetap di kota Jeddah selama tiga bulan setengah yaitu: Dari tanggal 07 atau 08  Maret 1997 sampai kembali ke Syria melalui Yordania pada tanggal 22 Mei 1997. Dan sampai di Syria pada tanggal 23 Mei 1997, dan menetap kembali di Damascus-Syria sampai tanggal 10 Agustus 1997 atau sekitar tiga bulan.

Pemikiran awalnya yang terpenting dapat berangkat ke tanah Arab, mutlak menuntut ilmu agama, tidak terpikir atau berniat untuk mengikuti jenjang (kualifikasi) akademik, yang penting mampu membaca kitab Arab, atau yang kita kenal dengan kitab kuning. Namun karena dorongan bathin dan masih ingin menuntut ilmu dan mencari pengalaman, disamping tuntutan zaman, maka saya putuskan untuk berangkat ke tanah Hindustan India untuk melanjutkan perkulliahan, dan yang dituju adalah kota Lucknow, yang mana dikota ini ada perguruan tinggi Islam yang cukup besar dan istimewa yaitu Nadwatul Ulama Daar al-Uloom Lucknow. Penulispun menetap disana lebih kurang selama empat tahun [1].

Pada tanggal 10 Agustus 1997 menuju India untuk menjajaki perkulliahan yang di tuju ke Perguruan Tinggi Islam Nadwat Ulama Lucknow, menetap di India sampai 24 September 1997.

Tanggal 25 September 1997 sampai ketanah air melalui Bandara Polonia Medan, bertujuan untuk mengambil visa pelajar agar dapat belajar di India, dari tanggal 25 September 1997 tersebut menetap di kampung halaman sampai dapat memperoleh visa, ternyata untuk memperoleh visa student sangat sulit di Konsulat India Medan, sehingga menunggu cukup lama dan menetap di kampung sampai tanggal 11 April 1998.

Pada tanggal 11 April 1998 menuju India via Malaysia dan transit di Kuala Lumpur, 12 April 1998 bertolak ke India dan menetap di India sebagai pelajar / mahasiswa di Nadwat Ulama Lucknow sampai selesai kulliah setrata dua (S.2)-(12 Januari 2002).

14 Januari 2002 meninggalkan New Delhi India menuju tanah suci Makkah untuk melaksanakan Haji sebagai pembimbing haji (Bi’tsatul Hajj) untuk kedua kalinya, pada tanggal 14-15 Januari 2002 via Syria dan kembali transit dan sempat singgah di Sekretariat Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Damascus Syria. Besok pagi pada tanggal 15 Januari 2002 menuju Jeddah Arab Saudi, dari tanggal 15 Januari 2002 menetap di Jeddah sebagai petugas haji resmi sampai selesai 15 April 2002.


Pada 30 Maret 2002 menuju tanah air melalui      Kuala Lumpur Malaysia dan sampai di Kuala Lumpur 30 Maret 2002 dan menetap kembali di Malaysia sampai 15 April 2002, akhirnya sampai di bandara Polonia Medan pada 15 April 2002. Mulai menetap di kota Kisaran Asahan pada Juli 2002 sampai sekarang.

Autobiografi Dan Perjalanan Hidup

S

alman Abdullah Tanjung, lahir di desa Sibanggor Julu, pada tanggal 10 Maret 1972, sesuai data dan dokumen milik pribadi mulai dari SD[1].

            Ayah bernama:  Abdullah Tanjung (Allohu Yarhamhu wanazalahu fi manzilat al-‘Illiyyiiin), telah wafat pada tahun 2004, nama ibu: Lamasiah Pulungan. Anak ketiga dari sepuluh orang bersaudara, yang terdiri dari lima laki-laki dan lima perempuan.

Nama yang diberikan kedua orang tua adalah : Salman, sedangkan Abdullah nama ayah kandung, Tanjung marga turun-temurun dari kakek-kakek pendahulu. Cerita orang tua marga tanjung yang ada di Mandailing asli berasal (Walluhu A’lam) dari Sibolga atau dari Pandan.

Semenjak umur 6 tahun  belajar membaca Alquran metode al-Bagdadi pada ibu kandung dirumah. Sudah menjadi tradisi di kampung halaman, mengaji Alquran di rumah sendiri menjadi suatu keharusan dalam masyarakat.

Kesepuluh bersaudara belajar membaca Alquran  dirumah. Juga sudah menjadi kebiasaan di kampung, bagi anak-anak yang sudah duduk di Sekolah Dasar (SD), Pandai baca Alquran dengan baik merupakan satu keharusan pada setiap keluarga, rata-rata umur 7 tahun bagi laki-laki sudah disunnah Rasul, sebab umur tujuh tahun anak-anak sudah termotivasi untuk melaksanakan shalat lima waktu dan mampu berwudhu dan thaharah. Bagi yang tidak pandai shalat atau tidak mampu membaca Alquran merupakan satu aib dan  tolak ukur bagi agama seseorang.

Pada generasi kami kewajiban masuk jenjang pendidikan dasar, sudah harus mencukupi umur tujuh tahun, karena pada saat itu dikampung belum ada sekolah taman kanak-kanak (TK). Selama enam tahun belajar pada tingkat dasar di SD Negeri Sibanggor Julu, No : 142641. Disamping belajar ditingkat dasar, anak-anak desa biasanya di ikutkan juga belajar agama di Madrasah Islamaiyah disore hari. Belajar agama menjadi satu kewajiban moral bagi setiap orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya di Madrasah.



Guru-guru yang mengajarkan ilmu di madrasah adalah tenaga pendidik yang sudah menamatkan sekolahnya di Madrasah Mushthafawiyah Purba-Baru. Mereka tidak pernah mengecap pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi, namun kapasitas keilmuannya untuk tingkat menengah atas sudah sangat mumpuni.

 

Bidang studi yang diajarkan di Madrasah tidak jauh berbeda dengan bidang studi yang diajarkan di Madrasah Mushthafawiyah Purba-Baru. Oleh karena itu jika sudah belajar tiga tahun di Madrasah Islamiyah di kampung, pada masa itu sudah dapat di terima  kelas tiga langsung di Madrasah Mushthafawiyah Purba–Baru.

Madrasah Islamiyah di kampung menerapkan kurikulum seperti yang diajarkan di Madrasah Mushthafawiyah Purba-Baru, seperti : Kawakib al-Durriyah, Matn al-Bina wa-Alasas, Kilaniy, Itmam al-Wafa, Sirah Nabawiyah Nur al-Yaqin, Tafsir al-Jalalain, Ilmu Faraidh, Kifayat al-‘Awam, Minhaj al-‘Abidin, Bulughul Maram, Matn Abi Jamrah, Hushun al-Hamidiyah dan lain-lain.

Riwayat pendidikan sesuai dengan  tahun keluar ijazah:

-          SDN No: 142641 Sibanggor Julu Pada tanggal 22 Mei 1986.

-          SMP sederajat: Madrasah Tsanawiyah swasta  Musthafawiyah Purba Baru 21 Mei 1989.

-          SLTA sederajat:Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Musthafawiyah Purba Baru 16 Pebruari 1992.

-          S1: Nadwi Daar al-Uloom Nadwatul Ulama Lucknow India (Bahasa dan Sastra Arab)  08 April tahun 2000.

-          S2:  Al-Fadhilah Daar al-Uloom Nadwatul Ulama Lucknow India (Bahasa dan Sastra Arab) 08 April tahun 12 Januari tahun 2002.

27 SEPTEMBER 1992 – 27 JULI 1993

S

etelah selesai menamatkan sekolah di Madrasah Mushthafawiyah Purba Baru tingkat Menengah Atas pada tahun 1992, keinginan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi sangat kuat. Sementara ekonomi keluarga sangat lemah, sebagai anak ke-3 dari 10 orang bersaudara, diantaranya 5 laki-laki dan 5 orang perempuan, untuk memenuhi kebutuhan keluarga di desa cukup sulit . Dikarenakan ketidak mampuan orang tua untuk membiayai kelanjutan sekolah. Satu satunya cara adalah mengadu nasib kenegeri orang lain, merantau saat itu  adalah pilihan yang tepat, Pertama-tama yang dituju adalah merantau ke Jawa, tepatnya di kota Bogor. Untuk mencari pengalaman dan bekerja sebagai penunggu warung, membantu jualan di warung paman (adik ibu kandung), selama kurang lebih 7 bulan.

Mencari nafkah sebagai perantau di kota Bogor tidak begitu menjanjikan. Maka saya pun pulang kampung untuk mencari suasana baru dengan membawa uang kontan dari Bogor lebih kurang Rp. 300.000,- saat itu. Sesampainya di kampung halaman dan menetap sekitar satu bulan, pada waktu yang tepat sewaktu yang sama ada seorang teman akrab semasa belajar di Mushtafawiyah Purba Baru sedang mudik kampung dari Malaysia, yang sudah terlebih dahulu merantau ke Malaysia, beliau namanya Salman Bin Ahmad Nasution berasal dari Simangambat Siabu. beliau kawan satu kelas dan selalu tidur bersama di satu rumah gubuk yang dibangun rata-rata 2 x 3 m2, saat itu kawan-kawan menyebut dimana ada Salman disitu ada Salman. Salman Bin Ahmad Nasution inilah yang mengajak  pergi merantau ke Malaysia, ibarat pucuk dicinta ulam pun tiba, dengan modal Rp. 300.000,- yang tersiasa hasil dari merantau dikota Bogor,  sudah cukup untuk biaya mengurus paspor dengan biaya Rp. 150.000,- pada saat itu.

 

 Port Belawan menuju Port Pulau Penang
dengan uang saku Rp. 75.000,-

 

P

ada 27 September 1992 berangkat menuju Pulau Pinang, berdua bersama dan diikuti dua orang yang sengaja ikut mengekor di belakang tanpa pamit dan salam, sehingga kami bersama-sama menuju Malaysia berjumlah empat  orang, satu orang dari mereka masih satu kelas dan  satu tampuk di Mushtafawiyyah Purba Baru,  berasal dari kota Panyabungan bernama Abdul Muthalib (Allohu Yarhamhu), dan yang seorang lagi berasal dari Huraba Siabu.

Berangkat ke Malaysia hanya bermodalkan tawakkal ‘Alallah, pada waktu itu setiap yang berkunjung ke Malaysia untuk visa visit selama satu bulan diharuskan oleh pihak imigrasi Malaysia, dengan menunjukkan uang jaminan senilai Rp. 1.500.000,- sementara sewaktu berangkat hanya membawa uang senilai lebih kurang Rp. 75.000,- di dalam dompet. Namun dengan idzin dan karunia Allah Subhanahu Wata’ala,  saya diberi kemudahan sehingga mereka percaya bahwa kita membawa uang jaminan tanpa langsung menunjukkan uang tersebut, sementara banyak orang yang gagal masuk karena tidak ada jaminan masuk yang cukup.

Berlabuh di Pulau Pinang Malaysia, pada hari yang sama berangkat menuju Kuala Lumpur dengan menaiki bus,  melewati jembatan titi terpanjang di Asia Tenggara, sampai di Kuala Lumpur , kami lanjut menuju Slangor tempat tujuan bekerja. Di Slangor kami tinggal di rumah kos-kosan, campur dengan warga negara Malaysia. Kami berempat bergabung dengan dua orang warga negara Indonesia yang sudah duluan bekerja ditempat yang sama, yang satu orang bernama Ponimin dari Jawa Timur dan yang seorang lagi bernama Muhammad Khudhori berasal dari Madura, kedua teman ini sudah bekerja terlebih dahulu di Malaysia selama 3 tahun.

  

Bekerja Sebagai Petugas Cleaning Service
Di Masjid Besar Syah Alam Slangor

 

W

alaupun belum ada kontrak kerja dengan proyek yang menangani kebersihan di Masjid besar Sulthan Salahuddin Abdul Aziz Syah Alam. Kami langsung diterima walaupun permit kerja tidak dimiliki semua warga negara Indonesia yang bekerja ditempat tersebut. Itu dikarenakan rata-rata yang bekerja di situ berasal dari Pondok Pesantren, berpenampilan baik, disiplin, memiliki semangat dan etos kerja yang baik, rajin menunaikan ibadah shalat di masjid dan gaji murah. Sementara warga negara tempatan yang bekerja bersama kita sekitar 8 orang hanya satu dua orang saja yang aktif melaksanakan shalat lima waktu.

Lebih kurang dua pekan tinggal di Selangor, kawan yang mendampingi kami ke Selangor (Salman Bin Ahmad Nasution berangakat menuju Mesir, dengan bantuan salah seorang Imam besar di Mesjid Sulthan Salahuddin Abdul Aziz Syah Alam. Namun terdengar berita baru sekitar satu tahun menetap di Mesir tidak dapat kulliah seperti yang di inginkannya. Ia pun pindah ke Makkah Mukarramah dan menetap disana, ikut mengaji di majelis-majelis ta’lim, jalsah atau halaqah, baik di Masjid Haram Makkah begitu juga kerumah ulama-ulama Makkah. Beliau bersama keluarga  menjadi mukimin ditanah suci Makkah dan  menggeluti bisnis yang berprofesi sebagai gude umrah dan haji.

Bekerja di Mesjid Sulthan Salahuddin Abdul AzizSyah Alam sebagai pencuci kamar mandi, ruangan wudhuk dan menyapu lantai mesjid  alias marbot. Pekerjaan ini saya lakoni lebih kurang 3 bulan, namun karena saya biasa dilihat oleh mandor/ penyelia(namanya Muhammad Zaidi) membaca buku dan mengulang-ulang hafalan Alquran, dia mempekerjakan saya sebagai pembersih lantai 2 dan 3 yang dihampari karpet mewah, dengan menggunakan bacum atau penyedot debu. Sehingga kawan-kawan yang berasal dari warga setempat menaruh cemburu yang mengakibatkan perkelahian kecil sewaktu kembali kerumah, bahkan berujung dengan pengaduan salah seorang yang tidak senang dengan kita ke polisi yang bermarkas di Polis di Raja Malaysia, tidak jauh dari tempat tinggal, kita diadukan dengan alasan yang mengada-ada, kata mereka karena sering mengganggu tetangga-tetangga sebelah, padahal mereka sendiri yang melakukan keributan dimalam hari, dengan pengaduan tersebut kami selalu didatangi inteligen, namun setiap inteligen datang untuk memata-matai, kami selalu dijumpai dalam keadaan shalat sunnat malam, beribadan atau sedang membaca Alquran.

Pada akhirnya petugas inteligen yang datang memberikan komentar : Setiap saya datang kemari saya menemukan kamu selalu melaksanakan shalat atau membaca Alquran, dan tidak ada diantara kalian yang melakukan kebisingan, malah sebaliknya kamu orang baik-baik, dan saya pun tahu bahwa kamu semua tidak memiliki izin tinggal dan tidak memiliki izin kerja. Diapun berpesan: Baik-baiklah kamu disini mudah-mudahan tidak ada pihak kepolisian yang datang untuk memeriksa kamu dari etnis cina, sebab mereka tidak suka sama orang Indonesia.

Bekerja dengan gaji 10 Ringgit Malaysia setiap hari, dihitung-hitung tidak akan terkumpulkan untuk biaya sekolah ke Syria dalam waktu singkat, maka pada waktu libur hari ahad kita tetab bekerja over time (lembur) sampai malam dengan gaji 20 Ringgit Malaysia per malam.

Satu bulan bekerja, visa visit yang dimilikipun hampir habis masa berlakunya, dengan tekad yang kuat saya memberanikan diri masuk Singapura, dengan harapan dapat menjajaki pekerjaan di Singapura pada tanggal 24 Oktober 1992, ternyata untuk mendapatkan pekerjaan di Singapura jauh lebih sulit dibandingkan di Malaysia, saya pun kembali ke tempat bekerja di Syah Alam Malaysia.


Bekerja sebagai Cleaning Service, dalam gambar nampak sedang membersikan kubah mesjid Sulthan Salahuddin Abdul Aziz, Syah Alam Slangor 1993


Pengabadian gambar setelah selesai membersihkan kubah masjid Sulthan Salahuddin Abdul Aziz, Syah Alam Slangor Malaysia 1993

Lebih kurang  8 bulan bekerja sebagai cleaning service di Masjid besar Syah Alam, duit yang terkumpul belum seberapa untuk belanja dan dana awal untuk belajar di Syria. Disaat itu ada tawaran untuk membersihkan kubah besar masjid dengan ketinggian cukup berbahaya.  Dengan tawakkal kepada Allah saya beranikan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Pekerjaan sulit itu ternyata dihargai dengan upah yang cukup mahal. Pekerjaan dapat diselesaikan selama lima belas hari dengan upah 1.700RM. Ukuran upah sebesar itu tergolong mahal di tambah gaji yang terkumpul selama delapan bulan sekitar 2.500 RM.

Nilai sebesar itu sudah lebih dari cukup untuk membeli tiket dan keperluan sebelum masuk belajar di Syria. Bekerja di Malaysia lebih kuarang satu tahun. Selama bekerja di Malaysia, hanya satu setengah bulan saja visa resmi saya miliki, itupun jenis Visa Visit dan selebihnya  illegal  alias pendatang haram.

Bersambung ... !!!



 

 

  

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar