AUTOBIOGRAFI
DAN LINTAS PERJALANAN HIDUP
H. SALMAN ABDULLAH TANJUG, MA
(KETUA MUI KAB. ASAHAN)
Desa “Sibanggor Julu”
“Si” merupakan imbuhan
yang kerap digunakan dalam bahasa Batak Mandailing, untuk menyebut satu nama
bagi sebuah kampung atau desa. “Banggor” dalam bahasa Mandailing kuno
diartikan dengan “hangat-hangat kuku”, sebab disana ada aliran air (anak sungai
) yang mengalir dari perut gunung “Sorik Marapi” yang terasa hangat dan agak
panas di kulit ketika digunakan untuk mandi, airnya terasa asam kecut (tidak
tawar) dilidah, tidak dapat digunakan untuk mencuci pakaian, sebab penggunaan
sabun cuci tidak menghasilkan busa yang efektive untuk menyuci pakaian.
Sedangkan “Julu” artinya adalah “hulu” atau “atas”. Aek (air) Sibanggor
ini melewati tiga desa yang letaknya di hulu disebut Desa ‘Sibanggor Julu”,
desa yang di tengah (tonga) disebut Desa “Sibanggor Tonga” dan yang di hilir
(jae) di sebut Desa “Sibanggor Jae”.
Desa Sibanggor Julu Nauli
Tempat Kelahiranku
P |
enuturan dari Kepala Desa
Sibanggor Julu (Awaluddin Nasution) yang tayang di you Tub, bahwasanya desa
Sibanggor Julu yang sekarang ini keberadaannya sudah ada dari tahun 1887,
diawal-awal berdirinya desa ini, masyarakat desa sepakat menamainya dengan nama
desa: Singa Jambu, kemudian namanya disepakati untuk di ubah menjadi Desa
Sibanggor Julu.
Sementara penuturan dari
H. Arifin Lubis (Allahu Yarhamhu) juga telah viral di you tub, yang
merupakan tokoh adat Masyarakat Desa Sibanggor Julu, bahwasanya Desa ini telah
berdiri semenjak terjadinya tragedi yang sangat besar, berupa banjir bandang
yang memporakporandakan Desa Sibanggor
Julu yang lama. Beliau menuturkan berdirinya Desa Sibanggor Julu pada tahun
1892.
Asal-Usul Penduduk Desa Sibanggor Julu
Adat Dan Budaya Desa Sibanggor
Julu
P |
enduduk di desa ini pada
dasarnya 100% memeluk agama Islam, masyarakatnya dikenal dengan ketekunan
mereka dalam menjalankan ibadah rutinitas. Dari segi berpakaian para wanitanya
sehari-hari mengenakan tutup kepala atau jilbab, di desa ini semenjak dulu sudah
menerapkan maghrib mengaji, anak-anak desa berlomba-lomba belajar membaca Alqur’an dengan
methode alif ba ta atau yang dikenal dengan methode Albaghdadi.
Maghrib mengaji biasanya
dilakukan di rumah-rumah penduduk, pada setiap banjar telah menjadi adat
kebiasaan, ada satu tempat magrib mengaji.
Sampai tahun sembilan
puluhan bagi seorang anak yang sudah berumur tujuh tahun atau anak-anak SD,
sangat menjadi aib baginya dan bagi keluarganya, apabila ia tidak mampu membaca
Alqur’an.
Sebelum tahun 1990-an
budaya masyarakatnya masih banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu dan animisme
(Pel Begu), seperti mengadakan doa-doa tolak bala atau syukuran yang dipadukan
dengan membawa ayam panggang utuh satu
ekor, yang di padukan dengan nasi kunyit, kemudian di bawa ke mesjid oleh
setiap keluarga dan diletakkan didepan setiap orang yang membawa.
Setelah semua hadir maka
dimulailah acara dengan dibuka oleh seorang protokol, kemudian sang protokol
menghunjuk tuan Syekhnya untuk mengimami bacaan-bacaan Surat Yasin, surat
al-Fatihah, al-Ikhlas, Mu’auwidzatain, dzikir dan ditutup dengan do’a.Harapannya
dalam upacara seperti ini memohon keberkahan rezeki, tolak bala dan keselamatan
seluruh penduduk desa.
Biasanya ritual seperti
ini diadakan sekali dalam setahun bertepatan pada bulan hari Raya Kurban
setelah selesai shalat Id Adha. Tokoh-tokoh adat setempat beranggapan adat yang
beraromakan ritual Hindu dan Anemisme ini
dicocokkan dengan ajaran Islam, agar tidak bertentangan dengan akidah
dan Syariat Islam. Tentu anggapan seperti itu adalah sangat keliru, bila
merujuk kepada akidah Islamiyah yang murni.
Penulis semenjak belajar
di Pondok Pesantren Mushthafawiyah Purba Baru, disekitar tahun 1988 dan masih
duduk dikelas IV Mushthafawiyah atau Kelas IX – tingkat Tsanawiyah telah
melarang mendoa dengan cara seperti itu melalui minbar, ketika menyampaikan
khotbah Jumat, agar terhindar dari kemusyrikan dan budaya paganisme.
Mulai dari saat itu
terjadi pertentangan yang sangat signifikan diantara masyarakat, diantara
menolak dan mempertahankan budaya tersebut, namun semakin lama budaya tersebut
semakin tidak disukai, karena taruhannya adalah akidah dan keimanan. Namun
tetap masih ada yang senantiasa ingin mempertahankan budaya seperti itu,
terutama sebagian dari kalangan harajaan dari marga. Ritual mendoa tolak bala’
atau doa selamat dengan menggunakan media ayam panggang yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Sibanggor Julu selama ini adalah termasuk kemusyrikan yang
nyata dalam akidah Islam dan wajib diluruskan, dengan alasan sebagai berikut:
a.
Cara mendoa kepada Allah Ta’ala harus sesuai dengan
tuntunan Alquran dan Sunnah Nabi Shallallhu’alaihi Wasallam.
b. Mendoa dengan menggunakan
benda mati seperti menggunakan ayam panggang yang sudah mati adalah caratawassul
yang mengandung kemusyrikan. Sepakat ulama boleh bertawassul kepada Allah
Ta’ala dalam mendoa melalui amal-amal baik seperti terlebih dagulu membaca
Fatihah, Surat Yasin, diawali doa dengan hamdalah, shalawat atas Nabi dan sebelum
mendoa terlebih dahulu bersedekah.
c. Ritual dengan menggunakan
ayam mati, menggunakan keris, sesajen, kepala kerbau atau kambing dan
menghadirkannya ketika berdoa tolak bala’ atau doa selamat adalah
mencontoh-contoh cara beribadah agama lain. Mencontoh agama atau budaya orang
lain adalah bertentangan dengan akidah Islam, dan digolongkan ia telah satu
kelompok dengan pemeluknya. Sebagaimana dalam hadis Nabi saw:
"مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ" “
Sesiapa saja yang menyerupai dengan suatu kaum,
maka ia termasuk dari golongan mereka”[1].
Desa Sibanggor Julu Destinasi
Wisata
S |
ebagaimana
telah disebutkan, Desa Sibanggor Julu merupakan desa berusia ratusan tahun yang
mempesona, dengan tetap mempertahankan beberapa tradisi dan budayanya.Namanya
sendiri berasal dari bahasa Mandailing, yang berarti hangat-hangat
kuku.Keberadaan desa yang berusia ratusan tahun ini, tidak bisa dipisahkan dari
Aek Milas atau Sungai Milas.Kehidupan warganya pun seolah bersatu bersama
aliran air yang jernih. Selama ada di sini, Teman Traveler akanmendapatkan
suasana yang tenang dan pas untuk melepas penat.
Sibanggor Julu memiliki udara yang sejuk dan
menyegarkan.Letaknya berada di kaki Gunung Lembah Sorik Marapi, menjadi alasan
utama udaranya dingin di malam hari dan terasa sejuk disiang hari.Selain itu,
desa yang ada di Kecamatan Puncak Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal ini
juga kerap disinggahi para pendaki yang hendak menuju puncak Sorik Marapi.
Keunikan
yang dimiliki desa berusia ratusan tahunini, ada pada material atap di setiap
rumah.Yakni berupa ijuk yang ditumpuk-tumpuk.Pemilihan ijuk sebagai atap sudah
berlangsung sejak lama.Ijuk dipilih bukan tanpa alasan. Selain mempertahankan
warisan leluhur, ijuk yang difungsikan sebagai atap memiliki peran lain yaitu
berfungsi sebagai pengganti seng yang mudah termakan karat, dikarenakan
udaranya bercampur dengan hawa belerang, hanya dalam waktu satu tahun, seng dan
besi sudah berkarat dan jebol. Selain itu atap ijuk, tidak memerlukan paku yang
berasal dari materi biji besi, juga mudah usang dan habis dimakan karat.
Selain rumah-rumah beratap ijuk dan suhu udara yang
sejuk, Sibanggor Julu juga memiliki pemandian air panas. Teman Traveler yang
ingin menghangatkan kaki dan tangan setelah berjalan-jalan di desa yang sejuk
ini, bisa sekalian berkunjung kepemandian Air panas dengan sensasi beraroma
belerang.
Desa Sibanggor Julu
menyimpan potensi wisata yang menarik.Teman Traveler diajak untuk mengetahui
salah satu budaya peninggalan masyarakat Indonesia yang berasal dari ratusan
tahun lalu. Dengan suasana yang sejuk, menyambangi desa ini bisa mendinginkan
hati dan kepala.
Tempat Pemandian Aek Milas Sibanggor di area perkampungan lokasi banjir bandan9 1892
Demografi Desa Sibanggor Julu
L |
okasi dan Keadaan Alam
Kabupaten Mandailing Natal atau yang lebih di kenal dengan MADINA, merupakan
salah satu Kabupaten baru dari pemekaran Kabupaten Tapanupi Selatan di Provinsi
Sumatera Utara. Pada Tahun 23 November 1998, daerah ini ditetapkan melalui UU
Nomor 12 Tahun 1998 sebagai sebuah Kabupaten baru.
Kabupaten Mandailing Natal
berada di ujung selatan Provinsi
Sumatera Utara dan memiliki luas wilayah 6.620,70 Km2 atau 662 .070 Ha (sekitar
9,23% dari wilayah Sumatera Utara). Terletak diantara 0' 1 o·- 50' LU dan 98'
50 -1 oo· I o· BT. Secara administrati Mandailing Natal berbatasan dengan:
-
Kabupaten Tapanu1i Selatan di Sebelah Utara.
-
Dengan Provinsi Sumatera Barat sebelah Selatan dan
Timur.
-
Dengan Samudera Hindia di Sebelah Barat.
Kabupaten Mandailing
Natal terdiri atas 8 kecamatan dengan 273 desa dan kelurahan pada saat
dimekarkan ( 1998), dan sejak tahun 2003 jumlah kecamatan dan desa bertambah
menjadi 17 kecamatan, 322 desa dan 7 kelurahan. Kecuali Kecamatan Batahan.
Muara Sipongi dan Muara Batang Gadis, semua kecamatan yang ada sebelumnya sudah
mengalami pemekaran, yakni kecamatan Kotanopan dimekarkan menjadi 4 kecamatan,
Panyabungan menjadi 5 kecamatan, Batang Natal menjadi 2 kecamatan: dan Siabu
menjadi 2 Kecamatan[1].
Topografi wilayah
Kabupaten Mandailing Natal terbagi atas tiga bagian, yaitu dataran rendah dengan
kemiringan o·-2· di bagian pesisir Pantai Barat, dengan luas daerah sekitar
160.500 Ha (24,24%) : daerah landai dengan kemiringan 2' -15' seluas 36.385 Ha
(5,49%): dataran tinggi dengan kemiringan 7' -40' yang terbagi atas dua yaitu
daerah perbukitan dengan luas 112.000 ha (16.91%) dengan kemiringan 15' -40'.
daerah pegunungan seluas 353.185 ha (53.34%) dengan kemiringan T-40' , seperti
daerah lain di Indonesia, daerah Mandailing Natal mengenal dua musim yaitu
musim kemarau dan musim hujan. Suhu rata-rata berkisar antara 23°C- 32°C dan
kelembaban antara 80-85%.Sementara itu curah hujan maksimum (tahun 2003) adalah
2.137mm pada bulan Nopember dan suhu minimum 50 mm pada bulan Februari.Curah hujan tertinggi teljadi di Kecamatan Muara
Sipongi dan terendah di Kecamatan Natal.
Dengan topografi yang dominan datarantinggi, pegunungan dan perbukitan, maka tidak mengherankan jika di daerah Mandailing Natal terdapat banyak aliran sungai besar dan kecil.
PT. Sorik marapi Geothermal Power Mandailing Natal, merupakan perusahaan mega peroyek, yang telah membawa perubahan bagi penduduk baik perubahan kultur dan budaya. Proyek ini sangat dikhawatirkan akan merusak lingkungan, acaman keamanan dan distorsi budaya setempat
Beberapa sungai yang
besar di daerah ini antara lain adalah Batang Gadis. Batahan, Batang Natal,
Kunkun, dan Parlambungan. Sungai Batang Gadis tercatat sebagai sungai yang
terpanjang di daerah ini, dengan panjang 137,50 km. Di gugusan Bukit Barisan yang
melintasi wilayah Mandailing Natal juga terdapat gunung dan bukit yang
tinggi-tinggi. Gunung Kulabu dan Gunung Sorik Marapi adalah dua di antaranya
yang tergolong paling tinggi. Gunung Sorik Marapi (2.145 m dpl) termasuk gunung
api yang masih aktif hingga sekarang
Desa Sibanggor JuJu terletak di lereng sebelah timur dari Gunung Sorik Marapi .Desa ini adalah salah satu desa yang terdapat di kawasan Hutanamale Sibanggor.dan merupakan desa yang paling dekat dengan puncak gunung berapi tersebut.Berjarak sekitar 9.5 km dari ibukota kecamatan atau sekitar 14 km dari Panyabungan (ibukota Kabupaten Mandai ling Natal), desa ini dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan aspal yang kondisinya cukup baik.kira-kira 30 menit dari Panyabungan. Karena posisinya yang berada di lereng bukit, hampir semua lanskap wilayah desa berada kemiringan di atas 20% sehingga pengaturan rumah-rumah penduduk disusun berbanjar mengikuti kultur tanah perbukitan.
Ringkas Perjalanan Hidup
P |
ada 27 September 1992 merantau ke Malaysia, setelah sebelumnya
selama 7 bulan menjadi perantau di tanah Jawa, tepatnya di kota Bogor. Setelah
menjadi pendatang di Malaysia selama satu bulan, sebagai pemilik visa visit,
kemudian di tanggal 24 Oktober 1992, berangkat ke Singapura untuk mencari
pekerjaan, namun keadaan di Singapura jauh lebih sulit untuk mendapat pekerjaan.
Akhirnya saya memutuskan kembali ke Malaysia dengan visa visit selama dua pekan
saja. Setelah visa dua pekan habis, maka kedudukan di Malaysia menjadi pendatang
haram (illegal) selama lebih kurang satu tahun setengah. Dalam kurun waktu itu
dimanfaatkan untuk bekerja di Mesjid Besar Sulthan Salahuddin Abdul Aziz, Syah
Alam, Selangor Malaysia sampai tanggal 13
Juli 1993, sebagai cleaning servis dengan harapan dapat mengumpulkan uang, agar
dapat menuntut ilmu di Damascus Syria.
Pada tanggal 27 Juli 1993 melakukan perjalanan
menuju Yordania dan tranzit selam dua pekan di kota Amman Yordania, yaitu sampai
tanggal 10 Agustus 1993.
Setelah memperoleh visa visit dari kedutaan
Syria di Amman, Yordania. Pada tanggal 10 Agustus 1993 take up menuju Syria dan sampai ke Bandara Internasional
Damascus pada tanggal yang sama pada malam hari dan menetap di Syria dengan
tujuan menuntut ilmu agama, yaitu sampai tanggal 01 Agustus 1997. Selama lima
tahun lebih menetap di Syria, juga pernah melakukan perjalanan ke Amman Yordania
pada tanggal 01 Agustus 1996 dan kembali ke Syria pada 06 Agustus 1996.
07 Maret 1997 menuju Jeddah bertugas sebagai
petugas haji resmi (Bi’tsatul Hajj) dikenal juga dengan sebutan Tenaga
Musim (TEMUS) sekaligus melaksanakan haji untuk pertama kalinya. Menuju Jeddah
ditempuh melalui jalan darat via
Yordania, sampai di perbatasan Yordania dan Arab Saudi pada tanggal yang sama
07 Maret 1997.
Setelah sampai di Jeddah, menetap di kota
Jeddah selama tiga bulan setengah yaitu: Dari tanggal 07 atau 08 Maret 1997 sampai kembali ke Syria melalui
Yordania pada tanggal 22 Mei 1997. Dan sampai di Syria pada tanggal 23 Mei
1997, dan menetap kembali di Damascus-Syria sampai tanggal 10 Agustus 1997 atau
sekitar tiga bulan.
Pemikiran awalnya yang terpenting dapat
berangkat ke tanah Arab, mutlak menuntut ilmu agama, tidak terpikir atau
berniat untuk mengikuti jenjang (kualifikasi) akademik, yang penting mampu
membaca kitab Arab, atau yang kita kenal dengan kitab kuning. Namun karena
dorongan bathin dan masih ingin menuntut ilmu dan mencari pengalaman, disamping
tuntutan zaman, maka saya putuskan untuk berangkat ke tanah Hindustan India
untuk melanjutkan perkulliahan, dan yang dituju adalah kota Lucknow, yang mana
dikota ini ada perguruan tinggi Islam yang cukup besar dan istimewa yaitu
Nadwatul Ulama Daar al-Uloom Lucknow. Penulispun menetap disana lebih kurang
selama empat tahun [1].
Pada tanggal 10 Agustus 1997 menuju India untuk
menjajaki perkulliahan yang di tuju ke Perguruan Tinggi Islam Nadwat Ulama
Lucknow, menetap di India sampai 24 September 1997.
Tanggal 25 September 1997 sampai ketanah air
melalui Bandara Polonia Medan, bertujuan untuk mengambil visa pelajar agar
dapat belajar di India, dari tanggal 25 September 1997 tersebut menetap di
kampung halaman sampai dapat memperoleh visa, ternyata untuk memperoleh visa
student sangat sulit di Konsulat India Medan, sehingga menunggu cukup lama dan
menetap di kampung sampai tanggal 11 April 1998.
Pada tanggal 11 April 1998 menuju India via
Malaysia dan transit di Kuala Lumpur, 12 April 1998 bertolak ke India dan
menetap di India sebagai pelajar / mahasiswa di Nadwat Ulama Lucknow sampai
selesai kulliah setrata dua (S.2)-(12 Januari 2002).
14 Januari 2002 meninggalkan New Delhi India menuju tanah suci Makkah untuk melaksanakan Haji sebagai pembimbing haji (Bi’tsatul Hajj) untuk kedua kalinya, pada tanggal 14-15 Januari 2002 via Syria dan kembali transit dan sempat singgah di Sekretariat Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Damascus Syria. Besok pagi pada tanggal 15 Januari 2002 menuju Jeddah Arab Saudi, dari tanggal 15 Januari 2002 menetap di Jeddah sebagai petugas haji resmi sampai selesai 15 April 2002.
Pada 30 Maret 2002 menuju tanah air melalui Kuala Lumpur Malaysia dan sampai di Kuala Lumpur 30 Maret 2002 dan menetap kembali di Malaysia sampai 15 April 2002, akhirnya sampai di bandara Polonia Medan pada 15 April 2002. Mulai menetap di kota Kisaran Asahan pada Juli 2002 sampai sekarang.
Autobiografi Dan Perjalanan Hidup
S |
alman Abdullah Tanjung, lahir di desa
Sibanggor Julu, pada tanggal 10 Maret 1972, sesuai data dan dokumen milik
pribadi mulai dari SD[1].
Ayah bernama:
Abdullah Tanjung (Allohu Yarhamhu wanazalahu fi manzilat
al-‘Illiyyiiin), telah wafat pada tahun 2004, nama ibu: Lamasiah Pulungan.
Anak ketiga dari sepuluh orang bersaudara, yang terdiri dari lima laki-laki dan
lima perempuan.
Nama yang diberikan kedua orang tua adalah : Salman,
sedangkan Abdullah nama ayah kandung, Tanjung marga turun-temurun dari
kakek-kakek pendahulu. Cerita orang tua marga tanjung yang ada di Mandailing
asli berasal (Walluhu A’lam) dari Sibolga atau dari Pandan.
Semenjak umur 6 tahun belajar membaca Alquran metode al-Bagdadi
pada ibu kandung dirumah. Sudah menjadi tradisi di kampung halaman, mengaji
Alquran di rumah sendiri menjadi suatu keharusan dalam masyarakat.
Kesepuluh bersaudara belajar membaca
Alquran dirumah. Juga sudah menjadi
kebiasaan di kampung, bagi anak-anak yang sudah duduk di Sekolah Dasar (SD),
Pandai baca Alquran dengan baik merupakan satu keharusan pada setiap keluarga,
rata-rata umur 7 tahun bagi laki-laki sudah disunnah Rasul, sebab umur tujuh
tahun anak-anak sudah termotivasi untuk melaksanakan shalat lima waktu dan
mampu berwudhu dan thaharah. Bagi yang tidak pandai shalat atau tidak mampu
membaca Alquran merupakan satu aib dan
tolak ukur bagi agama seseorang.
Guru-guru yang
mengajarkan ilmu di madrasah adalah tenaga pendidik yang sudah menamatkan
sekolahnya di Madrasah Mushthafawiyah Purba-Baru. Mereka tidak pernah mengecap
pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi, namun kapasitas keilmuannya untuk
tingkat menengah atas sudah sangat mumpuni.
Bidang studi yang diajarkan di Madrasah tidak
jauh berbeda dengan bidang studi yang diajarkan di Madrasah Mushthafawiyah
Purba-Baru. Oleh karena itu jika sudah belajar tiga tahun di Madrasah Islamiyah
di kampung, pada masa itu sudah dapat di terima
kelas tiga langsung di Madrasah Mushthafawiyah Purba–Baru.
Madrasah Islamiyah di kampung menerapkan kurikulum
seperti yang diajarkan di Madrasah Mushthafawiyah Purba-Baru, seperti : Kawakib
al-Durriyah, Matn al-Bina wa-Alasas, Kilaniy, Itmam al-Wafa, Sirah Nabawiyah
Nur al-Yaqin, Tafsir al-Jalalain, Ilmu Faraidh, Kifayat al-‘Awam, Minhaj
al-‘Abidin, Bulughul Maram, Matn Abi Jamrah, Hushun al-Hamidiyah dan lain-lain.
Riwayat pendidikan sesuai dengan
tahun keluar ijazah:
-
SDN No: 142641
Sibanggor Julu Pada tanggal 22 Mei 1986.
-
SMP sederajat:
Madrasah Tsanawiyah swasta Musthafawiyah
Purba Baru 21 Mei 1989.
-
SLTA
sederajat:Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Musthafawiyah Purba Baru 16 Pebruari
1992.
-
S1: Nadwi Daar
al-Uloom Nadwatul Ulama Lucknow India (Bahasa dan Sastra Arab) 08 April tahun 2000.
-
27 SEPTEMBER 1992 – 27 JULI 1993
S |
etelah selesai menamatkan sekolah di Madrasah Mushthafawiyah Purba
Baru tingkat Menengah Atas pada tahun 1992, keinginan untuk melanjutkan sekolah
ke jenjang yang lebih tinggi sangat kuat. Sementara ekonomi keluarga sangat
lemah, sebagai anak ke-3 dari 10 orang bersaudara, diantaranya 5 laki-laki dan
5 orang perempuan, untuk memenuhi kebutuhan keluarga di desa cukup sulit .
Dikarenakan ketidak mampuan orang tua untuk membiayai kelanjutan sekolah. Satu
satunya cara adalah mengadu nasib kenegeri orang lain, merantau saat itu adalah pilihan yang tepat, Pertama-tama yang
dituju adalah merantau ke Jawa, tepatnya di kota Bogor. Untuk mencari
pengalaman dan bekerja sebagai penunggu warung, membantu jualan di warung paman
(adik ibu kandung), selama kurang lebih 7 bulan.
Mencari nafkah sebagai perantau di kota Bogor
tidak begitu menjanjikan. Maka saya pun pulang kampung untuk mencari suasana
baru dengan membawa uang kontan dari Bogor lebih kurang Rp. 300.000,- saat itu.
Sesampainya di kampung halaman dan menetap sekitar satu bulan, pada waktu yang
tepat sewaktu yang sama ada seorang teman akrab semasa belajar di Mushtafawiyah
Purba Baru sedang mudik kampung dari Malaysia, yang sudah terlebih dahulu
merantau ke Malaysia, beliau namanya Salman Bin Ahmad Nasution berasal dari
Simangambat Siabu. beliau kawan satu kelas dan selalu tidur bersama di satu
rumah gubuk yang dibangun rata-rata 2 x 3 m2, saat itu kawan-kawan
menyebut dimana ada Salman disitu ada Salman. Salman Bin Ahmad Nasution inilah
yang mengajak pergi merantau ke
Malaysia, ibarat pucuk dicinta ulam pun tiba, dengan modal Rp. 300.000,- yang
tersiasa hasil dari merantau dikota Bogor,
sudah cukup untuk biaya mengurus paspor dengan biaya Rp. 150.000,- pada
saat itu.
Port Belawan menuju Port Pulau Penang
dengan uang saku Rp. 75.000,-
P |
ada 27 September 1992 berangkat menuju Pulau Pinang, berdua bersama
dan diikuti dua orang yang sengaja ikut mengekor di belakang tanpa pamit dan
salam, sehingga kami bersama-sama menuju Malaysia berjumlah empat orang, satu orang dari mereka masih satu
kelas dan satu tampuk di Mushtafawiyyah
Purba Baru, berasal dari kota
Panyabungan bernama Abdul Muthalib (Allohu Yarhamhu), dan yang seorang
lagi berasal dari Huraba Siabu.
Berangkat ke Malaysia hanya bermodalkan tawakkal
‘Alallah, pada waktu itu setiap yang berkunjung ke Malaysia untuk visa
visit selama satu bulan diharuskan oleh pihak imigrasi Malaysia, dengan
menunjukkan uang jaminan senilai Rp. 1.500.000,- sementara sewaktu berangkat
hanya membawa uang senilai lebih kurang Rp. 75.000,- di dalam dompet. Namun
dengan idzin dan karunia Allah Subhanahu Wata’ala, saya diberi kemudahan sehingga mereka percaya
bahwa kita membawa uang jaminan tanpa langsung menunjukkan uang tersebut,
sementara banyak orang yang gagal masuk karena tidak ada jaminan masuk yang
cukup.
Berlabuh di Pulau Pinang Malaysia, pada hari
yang sama berangkat menuju Kuala Lumpur dengan menaiki bus, melewati jembatan titi terpanjang di Asia
Tenggara, sampai di Kuala Lumpur , kami lanjut menuju Slangor tempat tujuan
bekerja. Di Slangor kami tinggal di rumah kos-kosan, campur dengan warga negara
Malaysia. Kami berempat bergabung dengan dua orang warga negara Indonesia yang
sudah duluan bekerja ditempat yang sama, yang satu orang bernama Ponimin dari
Jawa Timur dan yang seorang lagi bernama Muhammad Khudhori berasal dari Madura,
kedua teman ini sudah bekerja terlebih dahulu di Malaysia selama 3 tahun.
Bekerja Sebagai Petugas Cleaning Service
Di Masjid Besar Syah Alam Slangor
W |
alaupun belum ada kontrak kerja dengan proyek yang menangani
kebersihan di Masjid besar Sulthan Salahuddin Abdul Aziz Syah Alam. Kami
langsung diterima walaupun permit kerja tidak dimiliki semua warga negara
Indonesia yang bekerja ditempat tersebut. Itu dikarenakan rata-rata yang bekerja
di situ berasal dari Pondok Pesantren, berpenampilan baik, disiplin, memiliki
semangat dan etos kerja yang baik, rajin menunaikan ibadah shalat di masjid dan
gaji murah. Sementara warga negara tempatan yang bekerja bersama kita sekitar 8
orang hanya satu dua orang saja yang aktif melaksanakan shalat lima waktu.
Lebih kurang dua pekan tinggal di Selangor,
kawan yang mendampingi kami ke Selangor (Salman Bin Ahmad Nasution berangakat
menuju Mesir, dengan bantuan salah seorang Imam besar di Mesjid Sulthan
Salahuddin Abdul Aziz Syah Alam. Namun terdengar berita baru sekitar satu tahun
menetap di Mesir tidak dapat kulliah seperti yang di inginkannya. Ia pun pindah
ke Makkah Mukarramah dan menetap disana, ikut mengaji di majelis-majelis
ta’lim, jalsah atau halaqah, baik di Masjid Haram Makkah begitu
juga kerumah ulama-ulama Makkah. Beliau bersama keluarga menjadi mukimin ditanah suci Makkah dan menggeluti bisnis yang berprofesi sebagai gude
umrah dan haji.
Bekerja di Mesjid Sulthan Salahuddin Abdul AzizSyah
Alam sebagai pencuci kamar mandi, ruangan wudhuk dan menyapu lantai mesjid alias marbot. Pekerjaan ini saya lakoni lebih
kurang 3 bulan, namun karena saya biasa dilihat oleh mandor/ penyelia(namanya
Muhammad Zaidi) membaca buku dan mengulang-ulang hafalan Alquran, dia
mempekerjakan saya sebagai pembersih lantai 2 dan 3 yang dihampari karpet
mewah, dengan menggunakan bacum atau penyedot debu. Sehingga kawan-kawan
yang berasal dari warga setempat menaruh cemburu yang mengakibatkan perkelahian
kecil sewaktu kembali kerumah, bahkan berujung dengan pengaduan salah seorang
yang tidak senang dengan kita ke polisi yang bermarkas di Polis di Raja
Malaysia, tidak jauh dari tempat tinggal, kita diadukan dengan alasan yang
mengada-ada, kata mereka karena sering mengganggu tetangga-tetangga sebelah,
padahal mereka sendiri yang melakukan keributan dimalam hari, dengan pengaduan
tersebut kami selalu didatangi inteligen, namun setiap inteligen datang untuk
memata-matai, kami selalu dijumpai dalam keadaan shalat sunnat malam, beribadan
atau sedang membaca Alquran.
Pada akhirnya petugas inteligen yang datang memberikan komentar : Setiap saya datang kemari saya menemukan kamu selalu melaksanakan shalat atau membaca Alquran, dan tidak ada diantara kalian yang melakukan kebisingan, malah sebaliknya kamu orang baik-baik, dan saya pun tahu bahwa kamu semua tidak memiliki izin tinggal dan tidak memiliki izin kerja. Diapun berpesan: Baik-baiklah kamu disini mudah-mudahan tidak ada pihak kepolisian yang datang untuk memeriksa kamu dari etnis cina, sebab mereka tidak suka sama orang Indonesia.
Bekerja dengan gaji 10 Ringgit Malaysia setiap hari, dihitung-hitung tidak akan terkumpulkan untuk biaya sekolah ke Syria dalam waktu singkat, maka pada waktu libur hari ahad kita tetab bekerja over time (lembur) sampai malam dengan gaji 20 Ringgit Malaysia per malam.
Satu bulan bekerja, visa visit yang dimilikipun hampir habis masa berlakunya, dengan tekad yang kuat saya memberanikan diri masuk Singapura, dengan harapan dapat menjajaki pekerjaan di Singapura pada tanggal 24 Oktober 1992, ternyata untuk mendapatkan pekerjaan di Singapura jauh lebih sulit dibandingkan di Malaysia, saya pun kembali ke tempat bekerja di Syah Alam Malaysia.
Pengabadian gambar setelah selesai membersihkan kubah masjid Sulthan Salahuddin Abdul Aziz, Syah Alam Slangor Malaysia 1993
Lebih kurang
8 bulan bekerja sebagai cleaning service di Masjid besar Syah
Alam, duit yang terkumpul belum seberapa untuk belanja dan dana awal untuk
belajar di Syria. Disaat itu ada tawaran untuk membersihkan kubah besar masjid
dengan ketinggian cukup berbahaya.
Dengan tawakkal kepada Allah saya beranikan untuk melakukan pekerjaan
tersebut. Pekerjaan sulit itu ternyata dihargai dengan upah yang cukup mahal.
Pekerjaan dapat diselesaikan selama lima belas hari dengan upah 1.700RM. Ukuran
upah sebesar itu tergolong mahal di tambah gaji yang terkumpul selama delapan
bulan sekitar 2.500 RM.
Nilai sebesar itu sudah lebih dari cukup untuk
membeli tiket dan keperluan sebelum masuk belajar di Syria. Bekerja di Malaysia
lebih kuarang satu tahun. Selama bekerja di Malaysia, hanya satu setengah bulan
saja visa resmi saya miliki, itupun jenis Visa Visit dan selebihnya illegal
alias pendatang haram.
Bersambung ... !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar