MEMBANGUN AKHLAK KARIMAH
MEMBENTUK KARAKTER YANG ISLAMI
(Bagian
Ketiga)
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kab. Asahan)
Sambungan Edisi Kedua (Jum’at, 16
Januari 2015)
I
|
mam Mawardi
Rahimahullahu Ta’ala telah menegaskan bahaya kedua sifat tersebut : Adapun
sifat takabbur dapat menarik kemarahan orang lain, susah ditemani, suka
menyakiti hati saudara atau teman, dan beliau mencamkan “cukuplah dari kedua
sifat itu timbulnya keburukan yang tidak terhingga”. Beliau juga menyebutkan : “Takabbur
dan ujub kebodohan yang nyata dan ketololan yang sangat buruk”.
Disebutkan dalam satu riwayat, suatu hari seorang
ulama bernama Muthorrif Bin Abdullah Bin al-Syikh-khir melihat seorang
terhormat bernama al-Muhallab Bin Abi Shufrah memakai pakaian cantik, berharga,
menyeret ketanah, dan ia berjalan dengan sombong. Lalu Muthorrif menyapa, ya
Aba Abdillah cara berjalan apa ini? Ini cara berjalan yang sangat dimarahi
Allah!. Berkata Muhallab : Apakah engkau tidak kenal sama saya?. Muthorrif
menjawab, ya pasti saya mengenali anda dengan jelas, dan ia berkata :
أَوَّلُكَ نُطْفَةٌ مَّذِرَةٌ،
وَآخِرُكَ جَيْفَةٌ قّذِرَةٌ، وَحَشْوُكَ فِيْمَا بَيْنَ ذَلِكَ بَوْلٌ
وَّعَذِرَةٌ
“Awal kejadianmu adalah setetes air nuthfah yang hina,
dan akhirmu akan menjadi bangkai yang sangat menjijikkan, dan usus perutmu
diantara demikian adalah membawa air kencing dan kotoran”.
Konsekwensi negatif sifat ujub diantaranya : suka
menyembunyikan kebaikan orang lain, senang mengungkapkan keburukan saudaranya,
mencari bahan celaan pada diri orang lain dan menjauh dari tindakan-tindakan
berwibawa.
Telah diriwayatkan dalam sebuah hadis :
اَلْعَجَبُ لَيَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ
النَّارُ الْحَطَبَ
“Sifat ujub benar-benar akan
menghanguskan kebaikan-kebaikan, sebagaimana api menghanguskan kayu bakar”.
Berkata sayyidina Ali Karromallahu Wajhah :
اَلْإِعْجَابُ
ضِدُّ الصَّوَابِ، وَآفَةُ اْلأَلْبَابِ
“Rasa ujub merupakan lawan kebenaran, dan pirus
perusak orang-orang cerdas”.
Berkata Buzr Jamier :
اَلنِّعْمَةُ الَّتِيْ لَايُحْسَدُ صَاحِبُهَا
عَلَيْهَا: اَلتَّوَاضُعُ، وَالْبَلاَءُ الَّذِيْ لَايُرْحَمُ صَاحِبُهُ مِنْهُ
الْعُجُبُ
“Nikmat yang tidak pernah dicemburui orang lain adalah
sifat tawadu’ (merendah diri), dan cobaan yang tidak pernah dikasihani adalah
sifat ujub”.
Ahli hikmah berkata : “Ujubnya seseorang itulah
diantara penghasud akalnya, dan upaya membuat orang marah tanpa batas terhadap
dirinya karena sifat takabburnya, dan tidak ada sebodoh perbuatan kecuali sifat
ujub, karena sifat ujub tidak akan pernah mengakui kelebihan dan
kebaikan orang lain, takabbur dan ujub menghapuskan segala kebaikan
dan target celaan orang lain yang dihasilkan sifatnya sendiri”.
Diantara sebab-sebab timbulnya sifat sombong ialah kekuasaan
dan kurangnya pengalaman atau pergaulan yang sempit.
Telah meriwayatkan Qois Bin Hazim, seorang laki-laki
dihadapkan kepda Nabi SAW, lalu laki-laki tersebut gemetar dan ketakutan, namun
Rasulullah saw dengan kedudukannya menunjukkan ketawadu’annya, kemudian berkata
Rasul saw :
هَوِّنْ عَلَيْكَ، فَإِنَّمَا أَنَا ابْنُ امْرَأَةٍ
كَانَتْ تَأْكُلُ الْقَدِيْدَ
“Tenangkanlah
dirimu, saya hanya seorang anak dari seorang perempuan semasa hidupnya memakan
daging keringkan terik matahari”.
Dan diantara penyebab timbulnya sifat ujub ialah
karena banyaknya pujian, banyaknya sanjungan dari orang lain, yang pada umumnya
pujian itu bercampur kemunafikan, berbalutkan tipu muslihat. Terkadang pujian
itu karena mengharapkan hadiah dari yang dipuji. Karakter ini sangat banyak
ditemukan dinegara demokrasi dan negara kerajaan. Pujian terkadang bertujuan
untuk menghina dan cemooh. Pujian berlebihan itu sebenarnya mengandung racun
yang akan melemahkan semangat dan cita-cita yang dipuji.
Rasulullah pernah mendengar
seorang laki-laki memuji-muji saudaranya, kemudian berkata Rasul saw : “Engkau
telah memutus langkahnya, seandainya ia mendengarnya maka ia tidak akan pernah
beruntung sesudahnya”.
Pujian juga diumpamakan seperti
meletakkan pisau sembelih pada leher orang yang dipuji. Sayyidina Umar Rodhiyallahu
Anhu berkata :
اَلْمَدْحُ
ذَبْحٌ
“Pujian itu
sembelihan”.
Diriwayatkan dari Nabi SAW :
إِيَاكُمْ وَالتَّمَدُّحْ،
فَإِنَّهُ الذَّبْحُ، إِنْ كَانَ أَحَدُكُمْ مَادِحًا أَخَاهُ لَامَحَالَةَ،
فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ وَلَا أُزَكِّيْ عَلَى اللهِ أَحَدًا.
“Jauhi kamulah memuji, karena
sesungguhnya pujian itu sembelihan, jika diantara kamu tidak dapat menghindari
pujian terhadap saudaranya, maka hendaklah ia berkata : Aku duga dan aku tidak
memuji seseorang diatas pujian kepada Allah”.
Telah
meriwayatkan Imam al-Makhul dalam satu hadis, Rasulullah saw bersabda :
لَاتَكُوْنُوْا عَيَّابِيْنَ
وَلَاتَكُوْنُوْا لَعَّانِيْنَ وَلَامُتَمَادِحِيْنَ وَلَامُتَمَاوِتِيْنَ
“Janganlah
kamu suka menyebut aib orang lain, juga jangan suka melaknat, juga jangan kamu
saling puji memuji, dan jangan kamu saling mengucapkan matilah kamu”.
Imam al-Ash-ma’iy menyebutkan
sahabat Abu Bakar Rodhiyallahu Anhu, apabila ada yang memujinya, maka beliau
membaca doa ini :
اَللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ بِيْ
مِنْ نَفْسِيْ، وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِيْ مِنْهُمْ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ
خَيْرًا مِّمَّايَحْسَبُوْنَ، وَاغْفِرْلِيْ مَالَايَعْلَمُوْنَ، وَلَا
تُؤَاخِذْنِيْ بِمَايَقُوْلُوْنَ
“Ya Allah! Engkau lebih tau
tentang diriku, dan aku lebih tau tentang diriku dari mereka, ya Allah!
Jadikanlah aku lebih baik dari
apa yang mereka sangkakan kepadaku, dan ampunilah aku terhadap apa yang mereka
tidak ketahui tentangku, dan janganlah Engkau menyiksaku tentang apa yang
mereka katakan tentangku”.
Seorang mukmin di tuntut untuk
meminta pendapat dari saudara yang jujur, memiliki hati yang bersih dan pelaku
kebaikan untuk menceritakan kekurangannya, sebab mereka lebih memungkinkan
untuk memberikan pendapat dan arahan yang tepat.
Telah diriwayatkan dalam sebuah
hadis bersumber dari Sahabat Anas Rodhiyallahu Anhu :
اَلْمُؤْمِنُ مِرْآةُ الْمُؤْمِنِ،
إِذَا رَأَى فِيْهِ عَيْبًا أَصْلَحَهُ
“Seorang mukmin itu cermin bagi
mukmin lainnya, apabila ia melihat padanya aib (kekurangan), maka ia berupaya
memperbaikinya”. Dan berkata Umar Rodhiyallahu Anhu :
“Semoga Allah merahmati seseorang
yang menunjukkan kepada kami kekurangan kami”.
Disebutkan dalam kata hikmah :
مَنْ أَظْهَرَ عَيْبَ نَفْسِهِ
فَقَدْ زَكَاهَا
“Barang siapa yang menunjukkan
kekurangannya, maka sungguh ia telah mensucikan dirinya dari aib itu”.
Orang bijak berkata :
مَنْ بَرِئَ مِنْ ثَلَاثٍ نَالَ
ثَلَاثًا، مَنْ بَرِئَ مِنَ السَّرَفِ نَالَ الْعِزَّ، وَمَنْ بَرِئَ مِنَ
الْبُخُلِ نَالَ الشَّرَفَ، وَمَنْ بَرِئَ مِنَ الْكِبْرِ نَالَ الْكَرَامَةَ.
“Barang siapa yang melepaskan
diri dari tiga keburukan, dia akan memperoleh tiga kebaikan. Pertama; Siapa
yang melepaskan dirinya dari berlebihan, dia akan mencapai kekuatan, kedua;
Siapa yang menjauh dari sifat bakhil, maka ia akan memperoleh kedudukan, dan
ketiga; Siapa yang terhindar dari sifat sombong, maka ia akan memperoleh
kemuliaan”.
Bersambung.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar