Senin, 09 Februari 2015

Edisi 04, Jum’at, 02 Rabiul Akhir 1436 H / 23 Januari 2015 M


MEMBANGUN AKHLAK KARIMAH
MEMBENTUK KARAKTER YANG ISLAMI
(Bagian Ketiga)
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kab. Asahan)


Sambungan Edisi Kedua (Jum’at, 16 Januari 2015)
I
mam Mawardi Rahimahullahu Ta’ala telah menegaskan bahaya kedua sifat tersebut : Adapun sifat takabbur dapat menarik kemarahan orang lain, susah ditemani, suka menyakiti hati saudara atau teman, dan beliau mencamkan “cukuplah dari kedua sifat itu timbulnya keburukan yang tidak terhingga”. Beliau juga menyebutkan : “Takabbur dan ujub kebodohan yang nyata dan ketololan yang sangat buruk”.

Disebutkan dalam satu riwayat, suatu hari seorang ulama bernama Muthorrif Bin Abdullah Bin al-Syikh-khir melihat seorang terhormat bernama al-Muhallab Bin Abi Shufrah memakai pakaian cantik, berharga, menyeret ketanah, dan ia berjalan dengan sombong. Lalu Muthorrif menyapa, ya Aba Abdillah cara berjalan apa ini? Ini cara berjalan yang sangat dimarahi Allah!. Berkata Muhallab : Apakah engkau tidak kenal sama saya?. Muthorrif menjawab, ya pasti saya mengenali anda dengan jelas, dan ia berkata :  
أَوَّلُكَ نُطْفَةٌ مَّذِرَةٌ، وَآخِرُكَ جَيْفَةٌ قّذِرَةٌ، وَحَشْوُكَ فِيْمَا بَيْنَ ذَلِكَ بَوْلٌ وَّعَذِرَةٌ
“Awal kejadianmu adalah setetes air nuthfah yang hina, dan akhirmu akan menjadi bangkai yang sangat menjijikkan, dan usus perutmu diantara demikian adalah membawa air kencing dan kotoran”.



Konsekwensi negatif sifat ujub diantaranya : suka menyembunyikan kebaikan orang lain, senang mengungkapkan keburukan saudaranya, mencari bahan celaan pada diri orang lain dan menjauh dari tindakan-tindakan berwibawa.
Telah diriwayatkan dalam sebuah hadis :
اَلْعَجَبُ لَيَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
“Sifat ujub benar-benar akan menghanguskan kebaikan-kebaikan, sebagaimana api menghanguskan kayu bakar”.

Berkata sayyidina Ali Karromallahu Wajhah :
اَلْإِعْجَابُ ضِدُّ الصَّوَابِ، وَآفَةُ اْلأَلْبَابِ                                       
“Rasa ujub merupakan lawan kebenaran, dan pirus perusak orang-orang cerdas”.
Berkata Buzr Jamier :
اَلنِّعْمَةُ الَّتِيْ لَايُحْسَدُ صَاحِبُهَا عَلَيْهَا: اَلتَّوَاضُعُ، وَالْبَلاَءُ الَّذِيْ لَايُرْحَمُ صَاحِبُهُ مِنْهُ الْعُجُبُ
“Nikmat yang tidak pernah dicemburui orang lain adalah sifat tawadu’ (merendah diri), dan cobaan yang tidak pernah dikasihani adalah sifat ujub”.

Ahli hikmah berkata : “Ujubnya seseorang itulah diantara penghasud akalnya, dan upaya membuat orang marah tanpa batas terhadap dirinya karena sifat takabburnya, dan tidak ada sebodoh perbuatan kecuali sifat ujub, karena sifat ujub tidak akan pernah mengakui kelebihan dan kebaikan orang lain, takabbur dan ujub menghapuskan segala kebaikan dan target celaan orang lain yang dihasilkan sifatnya sendiri”.

Diantara sebab-sebab timbulnya sifat sombong ialah kekuasaan dan kurangnya pengalaman atau pergaulan yang sempit.

Telah meriwayatkan Qois Bin Hazim, seorang laki-laki dihadapkan kepda Nabi SAW, lalu laki-laki tersebut gemetar dan ketakutan, namun Rasulullah saw dengan kedudukannya menunjukkan ketawadu’annya, kemudian berkata Rasul saw :
هَوِّنْ عَلَيْكَ، فَإِنَّمَا أَنَا ابْنُ امْرَأَةٍ كَانَتْ تَأْكُلُ الْقَدِيْدَ
“Tenangkanlah dirimu, saya hanya seorang anak dari seorang perempuan semasa hidupnya memakan daging keringkan terik matahari”.

Dan  diantara penyebab timbulnya sifat ujub ialah karena banyaknya pujian, banyaknya sanjungan dari orang lain, yang pada umumnya pujian itu bercampur kemunafikan, berbalutkan tipu muslihat. Terkadang pujian itu karena mengharapkan hadiah dari yang dipuji. Karakter ini sangat banyak ditemukan dinegara demokrasi dan negara kerajaan. Pujian terkadang bertujuan untuk menghina dan cemooh. Pujian berlebihan itu sebenarnya mengandung racun yang akan melemahkan semangat dan cita-cita yang dipuji.

Rasulullah pernah mendengar seorang laki-laki memuji-muji saudaranya, kemudian berkata Rasul saw : “Engkau telah memutus langkahnya, seandainya ia mendengarnya maka ia tidak akan pernah beruntung sesudahnya”.

Pujian juga diumpamakan seperti meletakkan pisau sembelih pada leher orang yang dipuji. Sayyidina Umar Rodhiyallahu Anhu berkata :
اَلْمَدْحُ ذَبْحٌ                                                                                        
                                                                                                                  “Pujian itu sembelihan”.

Diriwayatkan dari Nabi SAW :
إِيَاكُمْ وَالتَّمَدُّحْ، فَإِنَّهُ الذَّبْحُ، إِنْ كَانَ أَحَدُكُمْ مَادِحًا أَخَاهُ لَامَحَالَةَ، فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ وَلَا أُزَكِّيْ عَلَى اللهِ أَحَدًا.
“Jauhi kamulah memuji, karena sesungguhnya pujian itu sembelihan, jika diantara kamu tidak dapat menghindari pujian terhadap saudaranya, maka hendaklah ia berkata : Aku duga dan aku tidak memuji seseorang diatas pujian kepada Allah”.

   Telah meriwayatkan Imam al-Makhul dalam satu hadis, Rasulullah saw bersabda :
لَاتَكُوْنُوْا عَيَّابِيْنَ وَلَاتَكُوْنُوْا لَعَّانِيْنَ وَلَامُتَمَادِحِيْنَ وَلَامُتَمَاوِتِيْنَ
“Janganlah kamu suka menyebut aib orang lain, juga jangan suka melaknat, juga jangan kamu saling puji memuji, dan jangan kamu saling mengucapkan matilah kamu”.

Imam al-Ash-ma’iy menyebutkan sahabat Abu Bakar Rodhiyallahu Anhu, apabila ada yang memujinya, maka beliau membaca doa ini :
اَللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ بِيْ مِنْ نَفْسِيْ، وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِيْ مِنْهُمْ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ خَيْرًا مِّمَّايَحْسَبُوْنَ، وَاغْفِرْلِيْ مَالَايَعْلَمُوْنَ، وَلَا تُؤَاخِذْنِيْ بِمَايَقُوْلُوْنَ
“Ya Allah! Engkau lebih tau tentang diriku, dan aku lebih tau tentang diriku dari mereka, ya Allah!
Jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangkakan kepadaku, dan ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui tentangku, dan janganlah Engkau menyiksaku tentang apa yang mereka katakan tentangku”.

 Seorang mukmin di tuntut untuk meminta pendapat dari saudara yang jujur, memiliki hati yang bersih dan pelaku kebaikan untuk menceritakan kekurangannya, sebab mereka lebih memungkinkan untuk memberikan pendapat dan arahan yang tepat.

Telah diriwayatkan dalam sebuah hadis bersumber dari Sahabat Anas Rodhiyallahu Anhu :
اَلْمُؤْمِنُ مِرْآةُ الْمُؤْمِنِ، إِذَا رَأَى فِيْهِ عَيْبًا أَصْلَحَهُ
“Seorang mukmin itu cermin bagi mukmin lainnya, apabila ia melihat padanya aib (kekurangan), maka ia berupaya memperbaikinya”. Dan berkata Umar Rodhiyallahu Anhu :
رَحِمَ اللهُ امْرَأىً أَهْدَى إِلَيْنَا مَسَاوِيْنَا
“Semoga Allah merahmati seseorang yang menunjukkan kepada kami kekurangan kami”.
Disebutkan dalam kata hikmah :
مَنْ أَظْهَرَ عَيْبَ نَفْسِهِ فَقَدْ زَكَاهَا
“Barang siapa yang menunjukkan kekurangannya, maka sungguh ia telah mensucikan dirinya dari aib itu”.

Orang bijak berkata :
مَنْ بَرِئَ مِنْ ثَلَاثٍ نَالَ ثَلَاثًا، مَنْ بَرِئَ مِنَ السَّرَفِ نَالَ الْعِزَّ، وَمَنْ بَرِئَ مِنَ الْبُخُلِ نَالَ الشَّرَفَ، وَمَنْ بَرِئَ مِنَ الْكِبْرِ نَالَ الْكَرَامَةَ.
“Barang siapa yang melepaskan diri dari tiga keburukan, dia akan memperoleh tiga kebaikan. Pertama; Siapa yang melepaskan dirinya dari berlebihan, dia akan mencapai kekuatan, kedua; Siapa yang menjauh dari sifat bakhil, maka ia akan memperoleh kedudukan, dan ketiga; Siapa yang terhindar dari sifat sombong, maka ia akan memperoleh kemuliaan”.

Bersambung.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar