Minggu, 03 Mei 2015

Bergesernya Nilai Pahala Ibadah Menjadi Dosa

BERGESERNYA NILAI PAHALA IBADAH MENJADI DOSA
Oleh: H. Salman Abdullah Tanjung, MA



Pada dasarnya segala perbuatan yang baik akan menghasilkan kebaikan dan berimplikasi keada pahala, namun pahala akan berubah menjadi dosa karena bercampurnya pahala dengan dosa. Dalam kaedah menghindari keburukan diutamakan daripada keinginan memperoleh pahala, apabila pada perbuatan baik itu dibarengi dengan dosa. Kemulian berbuat baik pada hari jumat akan diberi dua pahala, mengundang orang makan dalam upacara perkawinan, akiqah, khitanan anak akan memperoleh pahala sedekah, namun pahala itu akan sirna dengan sia-sia seperti membuang garam kelautan atau gula kedalam sungai. Yang paling mengiris hati dan melukai perasaan apabila dalam acara-acara seremonial Islam dicampur-adukkan dengan tindakan-tindakan yang tidak halal  atau syubhat dalam agama, diantaranya:

1.   Acara  senam pagi yang rutin dilakukan di perkantoran dan disekolah-sekolah, yang diiringi dengan alat-alat muzik Barat, India atau muzik-muzik lokal, sangat ironis jika tindakan itu dilakukan di Instansi Keagamaan seperti Kantor Kementerian Agama yang dilakukan pada setiap hari jumat, yang seharusnya hari jumat itu dimuliakan, sebab hari jumat merupakan hari raya umat Islam pada setiap pekan. Kegiatan senam pagi hari jumat dikantor induk keagamaan ini sangat gencar dilakukan senam pagi pada tiga tahun terakhir ini, semenjak tahun 2012 olah raga
senam pagi semakin giat dilakukan, diiringi lagu-lagu dan muzik yang sangat eksotis. Sedangkan di perkantoran dinas-dinas yang ada di Kabupaten Asahan ditambah lagi dengan mengundang pelatih perempuan yang memakai pakaian ketat, dan menampakkan bagian-bagian sensualitas dengan goyangan punggung dan pinggul, yang sangat menggoda. Dibelakang para biduati senam ini wanita-wanita muslimah berjilbab, dan para laki-laki muslim dan suami-suami para wanita muslimah pada umumnya. Yang menjadi pertanyaan, dimana cita-cita perbaikan akhlak dan moral bangsa?, dimana visi dan misi Kabuaten Asahan “Membangun masyarakat Asahan yang religius, sehat, cerdas dan mandiri?”. Yang harus di ingat : “Orang-orang Yahudi mendapat laknat dan amarah dari Allah Ta’ala karena hanya keengganan mereka untuk meninggalkan aktivitas pada hari tersebut sebagai penghormatan. Hanya karena mereka memancing ikan pada hari sabtu, rupa mereka diubah menjadi rupa kera”. Bila kita bandingkan dengan perlakuan sebagian kalangan umat Islam masa kini, perlakuann mereka terhadap hari Jumat sudah sangat melampaui batas, melebihi Yahudi. Na’udzu Billah min Dzalik.

2.   Undangan acara Maulidan, Isra’ Mi’raj, Dzikir dan do’a, istighostah diberbagai tempat, khidmat dan hikmahnya terasa ambar dan sia-sia karena dicampur-adukkan dengan muzik muzik  atas nama muzik Islam dan percampuran laki-laki dengan perempuan. Sungguh sangat tidak baik panitia pelaksana terutama para remaja yang tidak menjunjung nilai-nilai Islam dengan terjadinya percampuran antara laki-laki dengan wanita (ikhthilat).
3.   Udangan temu pisah jabatan dilingkungan pejabat Forum Komunikasi Pemerintah Daerah (FKPD) yang sangat syarat dengan hiburan muzik dan bernyanyi-nyanyi dan mempertontonkan joget antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom.
4.   Udangan pesta perkawinan, pesta khitanan, mengayun, menabalkan nama anak yang pada umumnya menghadirkan key board, muzik dan wanita penghibur.
5.   Undangan acara-acara wisuda santri dan mahsiswa di Madrasah dan Perguruan Tinggi, yang tidak pernah terlepas dari alat-alat muzik dan hiburan, dll.

Melihat banyaknya macam-ragam undangan belakangan ini, timbul banyak pertanyaan dikalangan masyarakat, terutama kalangan orang-orang yang awam terhadap hukum. Tidak sedikit yang menganggap undangan itu wajib dihadiri, bahkan banyak diantara ustadz yang menetapkan hukum bagi setiap undangan wajib dihadiri. Padahal anggapan itu tentu sangat keliru, pemahaman itu terjadi dikarenakan kejahilan terhadap fikih dan syari’at. Sehingga kadang kala persepsi tersebut timbul semacam pandangan tidak baik kepada orang yang enggan menghadiri beberapa undangan, bahkan terkadang orang itu sering menjadi bahan gunjingan dan tersisih ditengah-tengah kebanyakan yang jahil terhadap hukumnya. Sulitnya mengamalkan yang benar ditengah-tengah masyarakat yang salah menafsirkan terhadap suatu hukum, merupakan satu amalan yang menempati jihad dijalan Allah karena dianggap aneh dan terasing. Rasulullah SAW telah bersabda :
بَدَأَ اْلِإسْلَامُ غَرِيْبًا فَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam itu dimulai dengan asing, dan akan kembali dianggap asing, maka beruntunglah bagi orang yang dianggap asing”.1 Allah swt berfirman dalam Alquran surah al-Hujurat ayat 11 : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
Oleh sebab itu rasanya sangat terpanggil untuk menjelaskan hukum menghadiri undangan- undangan yang sangat bervariasi saat ini. Fikih menghadiri undangan termasuk dari bagian fikih sosial, karena berhubungan erat dengan intraksi (muamalat) dengan sesama manusia. Didalam bermuamalat antara sesama, spesifikasi hukumnya ada pada tarap mubah, ada pada tarap sunnat, ada tarap makruh bahkan haram dan wajib.

HUKUM MENGHADIRI UNDANGAN
Macam-macam undangan dapat kita golongkan kepada dua bagian besar, pertama : Undangan kenduri perkawinan (walimatul’urus), kedua: Undangan makan biasa (ma’dubah). Dari berbagai turuq alhadis (jalur perawi) dari zahirnya menunjukkan akan wajibnya menghadiri setiap undangan apapun namanya, demikian itu dapat kita lihat dari bunyi hadis yang mengandung makna perintah dengan leterlik “hendaklah”. Dalam kajian ilmu usul fiqh setiap lafaz perintah dalam Alquran atau dalam hadis, pertama-tama di tetapkan hukumnya wajib sebagai bentuk konsekwensi dari perintah tersebut, sebelum ada yang mengalihkan maknanya kepada sunnat, atau makruh bahkan bisa haram. Beberapa hadis yang dapat dijadikan sebagai pijakan hukum untuk fikih menghadiri undangan, diantaranya :2 Bersumber dari Abdullah ibnu Umar Rodhiyallahu Anhuma, dari Nabi SAW, Ia bersabda : “Apabila diantara kalian diundang kesatu walimah (pesta nikah), maka hendaklah ia datangi”. (H.R. Muslim : 1429), dalam satu riwayat: “Hendaklah ia perkanankan”. (1430), dalam satu riwayat: “Apabila diundang diantara kalian kepada walimatul urs, maka hendaklah ia perkanankan” (1431), dalam satu riwayat: “Datangi kamulah undangan apabila kamu diundang” (1432), Dalam satu riwayat: “Apabila diantara kamu mengundang saudaranya, hendaklah ia perkenankan, sama ada pesta kawin atau undangan sejenisnya” (1433). Dalam satu riwayat: “Barang siapa yang diundang kesatu perkawinan atau sejenisnya, maka hendaklah ia perkanankan” (1434).
Bersumber dari Abizzubair dari Jabir Rodhiyallahu Anhuma, ia berkata, bersabda Rasul SAW: “Apabila diantara kalian diundang untuk makan, maka hendaklah ia perkanankan, jika ia berkeinginan makan, maka ia makan, dan jika tidak ingin, maka ia tinggalkan” H.R. Muslim (1435).
Bersumber dari Abi Huraroh Rodhiyallahu Anhu, ia berkata, bersabda Rasulullah SAW: “Apabila diantra kalian diundang, maka hendaklah ia perkenankan, maka jika ia dalam keadaan berpuasa maka hendaklah ia mendoakan mereka, dan jika ia dalam keadaan berbuka maka hendaklah ia ikut makan”. H.R. Muslim: 1436).
Bersumber dari Abi Huraroh Rodhiyallahu Anhu, ia berkata: “Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah (pesta kawin), diundang orang-orang kaya, dan tidak mengundang para pakir miskin, maka barangsiapa yang tidak mendatangi undangan maka ia telah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya”. (H.R. Muslim:1437).3
Hadis-hadis diatas menjadi dasar bagi kalangan ulama  dalam menetapkan hukum pada masalah undangan. Imam Nawawi Rahimahullahu Ta’ala menyimpulkan bahwa ulama sepakat (tidak ada perkhilafan) tentang diperintahkannya menghadiri undangan pernikahan (walimatul ‘urus), namun beliau masih memberikan rincian, apakah menghadiri undangan walimatul ‘urus wajib dihadiri atau dianjurkan (nadab)?. Imam Nawawi memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Berkata Imam Nawawi: Dalam madzhab Syafi’i ada tiga hukum menghadiri undangan :
1.   Wajib menahadiri undangan walimatul ‘urus bagi setiap orang yang mendapat undangan. Akan tetapi Imam Nawawi berkata: Hukum asal mengnghadiri undangan walimatul urs adalah wajib, akan tetapi akan berubah atau gugur hukum wajib menjadi tidak wajib, bahkan haram untuk dihadiri dalam hal-hal tertentu.
2.   Hukum menghadiri undangan walimatul ‘urus fardhu kifyah.
3.   Hukum menghadiri undangan dianjurkan (nadab).

Adapun hukum menghadiri undangan selain walimatul ‘urus dalam madzhab Syafi’i ada dua pendapat, Pertama : Hukumnya sama dengan menghadiri undangan walimatul ‘urus; Kedua : Undangan yang wajib dihadiri hanya undangan walimatul ‘urus selainnya adalah sunat.
Pendapat yang mewajibkan menghadiri khusus undangan walimatul urs, dikuatkan oleh sebagian pendapat dengan menyebutkan hal tersebut  sudah ijma’ ulama. Kalangan Madzhab Zahiriyah berpendapat : Semua yang bersifat undangan wajib untuk dihadiri tanpa harus membedakan antara satu undangan dengan undangan yang lainnya, seperti undangan akikah, ma’dubah dan lain-lain. Pendapat kalangan Zahiriyah sangat bertentangan dengan pendapat Imam Malik dan mayoritas ulama yang berpendapat tidak wajib menghadiri undangan kecuali undangan walimatul ‘urus.

HAL-HAL YANG DAPAT MERUBAH HUKUM WAJIB MENJADI TIDAK WAJIB BAHKAN HARAM UNTUK MENGHADIRI UNDANGAN
Imam Nawawi dalam kitab Syarh Shoheh Muslim menyebutkan ada banyak faktor yang dapat mengubah hukum menghadiri undangan dari wajib menjadi tidak wajib  bahkan sebaliknya undangan itu terkadang wajib untuk dihindari (haram dihadiri), diantaranya:
1.   Makanan yang dihidangkan dicurigai (syubhat) kehalalannya, seperti makanan yang dihidangkan terindikasi hasil dari kejahatan, atau makanan yang dihidangkan tidak halal zatnya, tidak halal proses memasaknya, atau tidak halal cara menghidangnya.
2.   Undangan terindikasi ada pengkhususan bagi kalangan orang kaya atau pejabat sehingga terindikasi lebih eksklusif.
3.   Merasa ada orang yang keberatan atau tersakiti jika dihadiri.
4.   Ada sesuatu yang tidak layak dilokasi pesta walimatul ‘urus.
5.   Terindikasi dalam membuat undangan kepada seseorang karena ditakuti kejahatannya.
6.   Undangan walimatul ‘urus diadakan karena ingin mengambil simpatik dari yang diundang, karena pengaruhnya atau wibawanya.
7.   Diketahui pesta dibuat karena ingin menutupi satu skenario jahat dibelakangnya.
8.   Bejana atau peralatan hidangan ada berupa emas atau perak.
9.   Dalam acara pesta ada kemungkaran seperti memainkan alat muzik yang dilarang dalam agama, (pemilik pesta memamerkan tato ditubuhnya, mengumbar aurat, atau mencabuti alis mata karena ingin berhias, menyulam bibir bagi wanita sejenis tato).
10. Didalam pesta dihidangkan khomar atau minuman yang memabukkan, atau terindikasi pemilik pesta menyimpan khomar atau narkoba.
11. Didalam ruangan pesta ada gambar-gambar, patung atau lukisan makhluk yang bernyawa.
12. Undangan pesta dari kalangan non muslim tidak wajib untuk dihadiri.
13. Jika undangan berlanjut sampai tiga hari maka yang wajib dihadiri undangan hari pertama, undangan hari kedua sunnat dan hari ketiga makruh.4




1 H.R. Bukhari, al-Thabrani, Ibnu Majah dari Abi Zarr al-Ghifari Radhiyallahu ‘Anhu.
2  عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "إذا دعي أحدكم إلى الوليمة فليأتها" رواه مسلم (1429) وفي رواية "فليجب" (1430) وفي رواية "إذا دعي أحدكم إلى وليمة عرس فليجب" (1431) وفي رواية "ائتو الدعوة إذا دعيتم" (1432)، وفي رواية "إذا دعا أحدكم أخاه فليجب عرسا كان أونحوه" (1433). وفي رواية "من دعي إلى عرس أو نحوه فليجب" (1433)، وفي رواية "ائتوا ادعوة إذا دعيتم" (1434).
عن أبي الزبير عن جابر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إذا دعي أحدكم إلى طعام فليجب فإن شاء طعم، وإن شاء ترك" رواه مسلم (1435).
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إذا دعي أحدكم فليجب، فإن كان صائما فليصل، وإن كان مفطرا فليطعم" رواه مسلم (1436).
عن أبي هريرة أنه كان يقول: "بئس الطعام طعام الوليمة يدعى إليه الأغنياء، ويترك المساكين، فمن لم يأت الدعوة فقد عصى الله ورسوله". (1437).
3 Shoheh Muslim bi Syrh al-Imam Muhyiddin Abi Zakaria Yahya Bin syraf al-Nawawi,3/7,8,9, hal: 570-574, Darul Khoir: Damascus1414 H/1994 M.
4 Imam Nawawi, Shoheh Muslim Syarh al Nawawi, Tahqiq Ishom al-Shobabithy, jld 5, h, 253 Darul Hadis, Kairo, 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar