Selasa, 16 Juli 2019

ADAT DAN BUDAYA DALAM PROSPEKTIF ISLAM


ADAT DAN BUDAYA DALAM PSPEKTIF ISLAM
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan)


Islam datang untuk merealisasikan kemashlahatan umat dalam segala asfek kehidupan, baik pada saat ini maupun untuk hari kemudian. Kemashlahatan dimaksud mencakup aqidah, ibadah, muamalat, adat, prinsip, akhlak, hubungan sosial dan kemanusiaan. Islam sangat berperan dalam mengatur semua lini kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.

Perbuatan manusia terdiri dari ibadah yang bertujuan menegakkan agamanya dan adat (kebiasaan) bertujuan untuk memperbaiki kehidupan dunia. Pekerjaan yang rutin manusia selalu berhubungan dengan niat seorang hamba, niat yang baik akan menghasilkan kebaikan dan niat  jelek akan menghasilkan keburukan. Terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab r.a. bahwa Nabi SAW bersabda,
"Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan." [HR Bukhari dan Muslim]

Seorang yang diberikan taufiq dari hamba Allah adalah orang yang memilih jalan yang terbaik dan bersungguh-sungguh untuk menjadi contoh yang paling sempurna. Adat istiadat dan tradisi berperan untuk mengontrol diri seseorang, sangat mampu untuk mempengaruhi kehidupan manusia dan terlalu sulit untuk menghindarinya. Sementara fitrah manusia senantiasa senang dengan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan.

Adat dan tradisi adalah bagian dari kehidupan, simbol dari peradaban dan budaya manusia. Oleh karena itu, syariat agama datang untuk mengakui tradisi ini dan membenarkannya, khususnya tradisi-tradisi yang bermanfaat dan baik. Disamping itu syariat  melarang tradisi-tardisi yang merusak. Imam asy-Syathiby rahimahullah berkata, "Seandainya tradisi-tradisi tidak diakui niscaya manusia akan terbebani dengan hal-hal yang diluar kemampauan mereka."


Ada yang berkata bahwa, "Manusia adalah pembuat adat dan tradisi sekaligus pelakunya." Dan perkataan yang lain, "Manusia adalah kumpulan adat istiadat yang berjalan di muka bumi, dan manusia adalah bagian dari adatnya sendiri bukan bagian dari alam dan lingkungannya."

Ragam tradisi yang muncul dari lingkungan dan rangakaian kehidupan sosial, baik dari kalangan intelektual, kaya, berpengetahuan dan lurus, maupun yang buruk, miskin, bodoh, dungu dan menyimpang. Tradisi-tradisi yang agung terbentuk dari kehidupan yang baik dan tradisi-tradisi yang buruk terbentuk dari kehidupan yang buruk pula. Kebiasaan yang ada pada masyarakat tertentu mencerminkan keadaannya yang baik, terbuka, rusak dan fanatisme. Kebaikan akan melahirkan adat yang luhur dan keburukan akan melahirkan adat–adat jahiliyyah. Dan jika agama, pendidikan, budaya dan kesadaran pada sebuah masyarakat semakin baik, niscaya adat-adat dan tradisi-tradisinya akan semakin tinggi dan maju serta tradisi yang buruk akan semakin pupus.

Tradisi itu bisa bersumber dari karakter yang mulia, moral yang teguh, prinsip yang luhur dan ia adalah peninggalan dari keyakinan yang lurus, agama yang baik, generasi-generasi yang agung dan prinsip yang tulus dan disenangi oleh jiwa yang sempurna dalam hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan yanf memiliki  manfaat.

Tradisijuga dapat terbentuk dari perilaku-perilaku  menyimpang, seperti khurafat, kezaliman, fanatisme, kesombongan, dokterinisasi dan kebodohan.

Adat dan tradisi mencerminkan kehidupan manusia dan pengalaman komunitas dalam perjalanan sejarahnya yang penuh dengan peristiwa, perubahan dan perkembangan. Adat atau budaya sangat  berpengaruh dalam membangun dan meruntuhkan, merendahkan dan meninggikan serta menyatukan dan memecah belah.

Tradisi dapat juga membentuk tata krama sosial. Manusia berjalan di atasnya dan membentuk perilaku mereka dalam berbagai peristiwa, dalam sikap, dalam kesempatan, dalam sukacita atau dukacita. Tradisi sangat erat hubungannya dengan cara manusia dalam berbicara, muamalah, sesuatu yang harus dilakukan dan dihindari, makanan, minuman, tempat tinggal, kenderaan, pakaian, pangan, pembicaraan, penuturan, kebijakan, perencanaan dan tatanan dari segala hal yang dituntut oleh kebutuhan-kebutuhan manusia. Dan tradisi juga memotivasi untuk membentuk suatu komunitas, seperti terbentuknya komunitas yang terbentuk dari sistem manegerial dalam menjalankan sistim administrasi, komunitas  kereativitas dan inonovatif dalam mereformasi sistem muamalah termasuk didalamnya jual beli, sewa menyewa, wakaf, sumpah, nazar dan lain-lain.

Begitu juga halnya tradisi bisa juga terbentuk dalam ranah percakapan, dalam bentuk tata krama,  salam hormat, ucapan-ucapan selamat, sebagimana terbiasa dalam acara-acara atau dalam sambutan-sambutan yang dianut oleh agama Islam dalam menyebarkan salam. Moral yang mulia prinsip yang agung juga muncul bersama tradisi, seperti memuliakan tamu, membantu yang membutuhkan, menolong orang lain dan yang sedang ditimpa musibah. Tradisi berasal dari tabiat yang sering dilakukan dan berterusan, ia terbentuk secara bertahap dan untuk meninggalkannya pun membutuhkan waktu.
Syariat Islam datang dengan memerhatikan kondisi manusia dan adat yang telah mengakar dan tersebar luas dalam memenuhi tuntutan dan maslahat mereka. Bahkan hal ini dibiarkan nabi saw terus berkesinambunagan selama ia baik dan tidak bertentangan dengan syariat Islam dan tidak membenarkan kezaliman. Secara umum, ia terdapat dalam sabda Rasulullah SAW,
"Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian." [HR Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah]

Kaidah yang berlaku dalam masalah ini adalah segala hal yang sudah menjadi kebiasaan manusia dan penjelasannya tidak terdapat dalam hukum syariat, maka ia harus dipertimbangkan sesuai dengan maslahat syariat jauh dari kepentingan dan fanatisme. Jika adat atau sebuah tradisi mendatangkan kemaslahatan yang utama bagi manusia atau mencegah terjadinya kerusakan (mafsadah), maka ia adalah tradisi dan adat yang sah dan diakui. Dan agama Islam juga mengakui budaya-budaya yang bermanfaat yang tidak bertentangan dengan hukum-hukum syariat yang suci dan memperbaiki sebagian budaya serta meluruskannya. Allah SWT berfirman dalam menyeru para pemelihara dan pengurus (harta anak yatim),

"Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang patut." [QS an-Nisa: 6]

Allah SWT berfirman dalam menjelaskan hak seorang ibu dari nafkah dan pakaian,

"Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula." [QS al-Baqarah: 233]

Nabi saw memerintahkan Hindun bin 'Utbah agar mengambil sebagian harta suaminya seraya bersabda,
"Ambillah dari hartanya sekadar untuk memenuhi kebutuhanmu dan juga anakmu."

Sebenarnya mengayomi budaya adalah bentuk pemeliharaan terhadap kemaslahatan orang Islam itu sendiri karena ajaran Islam adalah manfaat dan rahmat yang menyeluruh, sebagai contoh, mempertahankan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan manusia agar tercapai kemudahan dan terhindar dari berbagai kesulitan. Ajaran Islam berhubungan erat dengan kehidupan, maslahat dan kondisi manusia. Oleh sebab itu, banyak di antara hukum-hukum ijtihadiyah dikaitkan dengan adat dan tradisi. Imam al-Qarafi rahimahullah berkata, "Penerapan hukum terhadap hal-hal yang mengacu kepada tradisi serta berusaha untuk merubahnya adalah menyelisihi ijma' dan kebodohon dalam beragama."

Ibnu Farhun berkata, "Hukum-hukum yang berhubungan dengan tradisi disesuaikan dengan kondisi dan situasi, ia tidak berfungsi jika budaya tertentu sudah hilang. Atas dasar ini, semua budaya atau tradisi yang berkembang seharusnya  diselaraskan dengan hukum syari’at, hukum akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan budaya dan tuntutan zaman."

Adat dan tradisi juga akan mengalami perubahan dan perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat, waktu, zaman, keadaan, pembawaan manusia, moral bangsa dan tersebarnya pendidikan sehingga sesuatu itu bisa diterima padahal sebelumnya ditolak dan begitu juga sebaliknya.

Dalam mutiara hikmah ma'tsurah disebutkan bahwa, "bukti dari kekuatan suatu visi mampu meninggalakan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan."
Para ulama berkata dalam qawa'id mereka, "Suatu hal yang dibenarkan oleh kebiasaan sama halnya dengan sesuatu yang dibenarkan dalam syarat perjanjian."

Kesimpulan

Hukum asal dalam masalah adat dan 'uruf dibolehkan dan ia bisa berubah menjadi ibadah dan sunnah bagi individu dan masyarakat jika kebiasaan itu memiliki esensi yang baik bagi manusia, demikian juga bisa berubah menjadi ladang dosa jika tradisi itu memiliki esensi sayyi'ah (buruk) bagi manusia, sebagimana terdapat dalam hadits:
"Barangsiapa yang mencontohkan sunnah yang baik di dalam Islam, maka baginya pahala dan pahala orang yang mengerjakan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dari pahala-pahala mereka, dan barangsiapa yang mencontohkan sunnah yang buruk di dalam Islam, maka baginya dosa dan dosa yang mengerjakan sunnah yang buruk tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa sedikitpun pelakunya."

"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh." [QS al-A'raf: 199]

Tradisi yang baik dan adat yang luhur berperan dalam memperkuat, mengembangkan dan memperkokoh posisi suatu bangsa. Sedangkan adat yang buruk dan tradisi yang menyimpang akan menjadikannya lemah dan rusak. Dan taklid buta kepada nenek moyang dan orang terdahulu akan membuat bangsa tersebut sesat dan terguncang.

Islam datang dengan membawa peringatan agar terhindar dari tradisi-tradisi yang buruk, adat-adat yang dipandang jelek, fanatisme kepada pendahulu dan berpegang dengan kebiasaan nenek moyang. Al-Qur'an mencela orang-orang yang berada dalam golongan ini. Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekedar pengikut jejak-jejak mereka."[QS az-Zukhruf: 23]

Allah berfirman:
"Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak."[QS az-Zukhruf: 22]

Ini merupakan pengikutan secara membuta, pengdisfungsian terhadap akal dan pemahaman serta pengekangan kebebasan yang membangun.

Adat buruk membuat manusia merasa terbebani dengan kesulitan dan kesusahan. Ia juga menjadikan tenaga, harta dan waktu mereka terkuras. Komitmen mereka adalah berusaha untuk menyenangkan orang lain, menghindari kritikan, memikul beban berat di luar batas kemampauan dan melakukan sesuatu yang tidak disukai. Bagaimana halnya jika adat dan tradisi itu bertentangan dengan ajaran agama, membahayakan bagi kesehatan dan akal pikiran serta merusak asas dan moral.

Al-hafizh Ibnu Qayyim rahimahullah menjelaskan kondisi seseorang yang berpegang terhadap adat dan tradisi yang buruk serta mengutamakannya daripada syariat Allah SWT dan Sunnah Rasulullah SAW seraya berkata, "Seseorang yang membuat kerusakan terhadap fitrah manusia, kegelapan dalam hati dan mengotori pemikiran serta merusak pemahaman mereka, sehingga anak kecil tumbuh menjadi besar dan orang dewasa menjadi tua dalam keadaan seperti itu."

Renungkanlah sebagian adat masyarakat yang buruk dalam perkawinan, walimah, pemakaman dan sambutan penghormatan dengan membutuhkan biaya yang mahal dan perbelanjaan yang besar, bahkan meninggalkan hutang yang menumpuk yang pada akhirnya menyebabkan hubungan dan kunjungan suka cita dan kegembiraan menjadi suatu momen duka cita dan kesedihan. Tujuan kunjungan adalah untuk beramahtamah, bergembira dan kebahagian duduk bersama, bukan untuk berbangga-bangga, menyusahkan diri dan pamer perhiasan. Sifat bangga diri akan menjadikan hidup ini terasa susah, sulit dan beban yang berat.

Bagi orang yang berpikir terlebih lagi seorang muslim yang shaleh diwajibkan untuk meninggalkan semua adat atau tradisi yang bertentangan dengan hukum-hukum syariat atau yang mengarah kepada fanatisme, jahiliyyah, perpecahan dan diskriminasi.

Semuanya harus dipertimbangkan sesuai dengan kandungan syariat yang suci agar terhindar dari buruknya adat dan tradisi, kembali kepada naungan Islam yang aman dan tenteram dan mengikuti jalan orang-orang pilihan dari kalangan intelektual, yang punya keutamaan dan kemuliaan serta berwibawa.

Barangsiapa yang mendahulukan adat dan tradisi di atas hukum dan syariat Allah SWT atau menjadikan adat sebagai rujukan dalam suatu permasalahan sebagai alternatif dari syariat Allah, maka ini adalah perbuatan mungkar yang akan menyeret seseorang keluar dari agama Islam wal'iyazu billah.

Bertakwalah kepada Allah rahimakumullah, siapa yang menentang adat yang buruk dengan menasehati dan menjelaskan, maka ia termasuk dari golongan muslihun yang berusaha untuk memperbaiki hal-hal yang telah dirusak oleh orang bodoh dalam bertindak. Dan ini merupakan bagian dari jihad waffaaqahullahu waa'anahu.

Dan siapa yang lalai dalam hal ini padahal ia mampu untuk melakukan perbaikan khususnya para ulama dan para pemimipin, maka ia termasuk dari golongan yang melampui batas dan rentan mendapatkan dosa. Dan yang lebih parah dari yang demikian adalah seseorang yang mendekati publik dengan memuji atau mengakui keburukan adat dan tradisi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar