ADAT DAN BUDAYA DALAM PSPEKTIF
ISLAM
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung,
MA
(Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan)
Islam datang untuk merealisasikan
kemashlahatan umat dalam segala asfek kehidupan, baik pada saat ini maupun
untuk hari kemudian. Kemashlahatan dimaksud mencakup aqidah, ibadah, muamalat,
adat, prinsip, akhlak, hubungan sosial dan kemanusiaan. Islam sangat berperan
dalam mengatur semua lini kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Perbuatan manusia terdiri dari
ibadah yang bertujuan menegakkan agamanya dan adat (kebiasaan) bertujuan untuk
memperbaiki kehidupan dunia. Pekerjaan yang rutin manusia selalu berhubungan
dengan niat seorang hamba, niat yang baik akan menghasilkan kebaikan dan niat jelek akan menghasilkan keburukan. Terdapat
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab r.a. bahwa Nabi SAW
bersabda,
"Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung
niatnya. Dan sesungguhnya setiap
orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan." [HR Bukhari dan Muslim]
Seorang yang diberikan taufiq dari
hamba Allah adalah orang yang memilih jalan yang terbaik dan bersungguh-sungguh
untuk menjadi contoh yang paling sempurna. Adat istiadat dan tradisi berperan
untuk mengontrol diri seseorang, sangat mampu untuk mempengaruhi kehidupan
manusia dan terlalu sulit untuk menghindarinya. Sementara fitrah manusia senantiasa
senang dengan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan.
Adat dan tradisi adalah bagian dari
kehidupan, simbol dari peradaban dan budaya manusia. Oleh karena itu, syariat
agama datang untuk mengakui tradisi ini dan membenarkannya, khususnya tradisi-tradisi
yang bermanfaat dan baik. Disamping itu syariat melarang tradisi-tardisi yang merusak. Imam
asy-Syathiby rahimahullah berkata,
"Seandainya tradisi-tradisi tidak
diakui niscaya manusia akan terbebani
dengan hal-hal yang diluar kemampauan mereka."
Ada yang berkata bahwa, "Manusia adalah pembuat adat dan tradisi
sekaligus pelakunya." Dan
perkataan yang lain, "Manusia adalah
kumpulan adat istiadat yang berjalan di muka bumi, dan manusia adalah bagian
dari adatnya sendiri bukan bagian dari alam dan lingkungannya."
Ragam tradisi yang muncul dari
lingkungan dan rangakaian kehidupan sosial, baik dari kalangan intelektual,
kaya, berpengetahuan dan lurus, maupun yang buruk, miskin, bodoh, dungu dan
menyimpang. Tradisi-tradisi yang agung terbentuk dari kehidupan yang baik dan
tradisi-tradisi yang buruk terbentuk dari kehidupan yang buruk pula. Kebiasaan
yang ada pada masyarakat tertentu mencerminkan keadaannya yang baik, terbuka,
rusak dan fanatisme. Kebaikan akan melahirkan adat yang luhur dan keburukan
akan melahirkan adat–adat jahiliyyah.
Dan jika agama, pendidikan, budaya dan kesadaran pada sebuah masyarakat semakin
baik, niscaya adat-adat dan tradisi-tradisinya akan semakin tinggi dan maju
serta tradisi yang buruk akan semakin pupus.
Tradisi itu bisa bersumber dari
karakter yang mulia, moral yang teguh, prinsip yang luhur dan ia adalah
peninggalan dari keyakinan yang lurus, agama yang baik, generasi-generasi yang
agung dan prinsip yang tulus dan disenangi oleh jiwa yang sempurna dalam
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan yanf memiliki manfaat.
Tradisijuga dapat terbentuk dari
perilaku-perilaku menyimpang, seperti khurafat,
kezaliman, fanatisme, kesombongan, dokterinisasi dan kebodohan.
Adat dan tradisi mencerminkan
kehidupan manusia dan pengalaman komunitas dalam perjalanan sejarahnya yang
penuh dengan peristiwa, perubahan dan perkembangan. Adat atau budaya
sangat berpengaruh dalam membangun dan
meruntuhkan, merendahkan dan meninggikan serta menyatukan dan memecah belah.
Tradisi dapat juga membentuk tata
krama sosial. Manusia berjalan di atasnya dan membentuk perilaku mereka dalam
berbagai peristiwa, dalam sikap, dalam kesempatan, dalam sukacita atau
dukacita. Tradisi sangat erat hubungannya dengan cara manusia dalam berbicara,
muamalah, sesuatu yang harus dilakukan dan dihindari, makanan, minuman, tempat
tinggal, kenderaan, pakaian, pangan, pembicaraan, penuturan, kebijakan,
perencanaan dan tatanan dari segala hal yang dituntut oleh kebutuhan-kebutuhan
manusia. Dan tradisi juga memotivasi untuk membentuk suatu komunitas, seperti
terbentuknya komunitas yang terbentuk dari sistem manegerial dalam menjalankan
sistim administrasi, komunitas
kereativitas dan inonovatif dalam mereformasi sistem muamalah termasuk
didalamnya jual beli, sewa menyewa, wakaf, sumpah, nazar dan lain-lain.
Begitu juga halnya tradisi bisa juga
terbentuk dalam ranah percakapan, dalam bentuk tata krama, salam hormat, ucapan-ucapan selamat,
sebagimana terbiasa dalam acara-acara atau dalam sambutan-sambutan yang dianut
oleh agama Islam dalam menyebarkan salam. Moral yang mulia prinsip yang agung
juga muncul bersama tradisi, seperti memuliakan tamu, membantu yang
membutuhkan, menolong orang lain dan yang sedang ditimpa musibah. Tradisi
berasal dari tabiat yang sering dilakukan dan berterusan, ia terbentuk secara
bertahap dan untuk meninggalkannya pun membutuhkan waktu.
Syariat Islam datang dengan memerhatikan kondisi manusia dan adat
yang telah mengakar dan tersebar luas dalam memenuhi tuntutan dan maslahat
mereka. Bahkan hal ini dibiarkan nabi saw terus berkesinambunagan selama ia
baik dan tidak bertentangan dengan syariat Islam dan tidak membenarkan
kezaliman. Secara umum, ia terdapat dalam sabda Rasulullah SAW,
"Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian." [HR Ahmad,
Muslim dan Ibnu Majah]
Kaidah yang berlaku dalam masalah ini adalah segala hal yang sudah
menjadi kebiasaan manusia dan penjelasannya tidak terdapat dalam hukum syariat,
maka ia harus dipertimbangkan sesuai dengan maslahat syariat jauh dari
kepentingan dan fanatisme. Jika adat atau sebuah tradisi mendatangkan
kemaslahatan yang utama bagi manusia atau mencegah terjadinya kerusakan (mafsadah), maka ia adalah tradisi dan
adat yang sah dan diakui. Dan agama Islam juga mengakui budaya-budaya yang
bermanfaat yang tidak bertentangan dengan hukum-hukum syariat yang suci dan
memperbaiki sebagian budaya serta meluruskannya. Allah SWT berfirman dalam
menyeru para pemelihara dan pengurus (harta anak yatim),
"Barangsiapa (di antara
pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan
barangsiapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang patut."
[QS an-Nisa: 6]
Allah SWT berfirman dalam
menjelaskan hak seorang ibu dari nafkah dan pakaian,
"Dan kewajiban ayah
menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah
seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita)
karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula." [QS
al-Baqarah: 233]
Nabi saw memerintahkan Hindun bin 'Utbah agar mengambil sebagian
harta suaminya seraya bersabda,
"Ambillah dari hartanya sekadar untuk memenuhi kebutuhanmu dan
juga anakmu."
Sebenarnya mengayomi budaya adalah
bentuk pemeliharaan terhadap kemaslahatan orang Islam itu sendiri karena ajaran
Islam adalah manfaat dan rahmat yang menyeluruh, sebagai contoh, mempertahankan
hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan manusia agar tercapai kemudahan dan
terhindar dari berbagai kesulitan. Ajaran Islam berhubungan erat dengan
kehidupan, maslahat dan kondisi manusia. Oleh sebab itu, banyak di antara
hukum-hukum ijtihadiyah dikaitkan
dengan adat dan tradisi. Imam al-Qarafi
rahimahullah berkata, "Penerapan
hukum terhadap hal-hal yang mengacu kepada tradisi serta berusaha untuk
merubahnya adalah menyelisihi ijma' dan kebodohon dalam beragama."
Ibnu Farhun berkata, "Hukum-hukum yang berhubungan dengan tradisi
disesuaikan dengan kondisi dan
situasi, ia tidak berfungsi jika budaya tertentu sudah hilang. Atas dasar ini,
semua budaya atau tradisi yang berkembang seharusnya diselaraskan dengan hukum syari’at, hukum
akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan budaya dan tuntutan zaman."
Adat dan tradisi juga akan mengalami
perubahan dan perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat, waktu,
zaman, keadaan, pembawaan manusia, moral bangsa dan tersebarnya pendidikan
sehingga sesuatu itu bisa diterima padahal sebelumnya ditolak dan begitu juga
sebaliknya.
Dalam mutiara hikmah ma'tsurah disebutkan bahwa, "bukti dari kekuatan suatu visi mampu meninggalakan hal-hal yang sudah
menjadi kebiasaan."
Para ulama berkata dalam qawa'id mereka, "Suatu hal yang dibenarkan oleh kebiasaan
sama halnya dengan sesuatu yang
dibenarkan dalam syarat perjanjian."
Kesimpulan
Hukum asal dalam masalah adat dan 'uruf dibolehkan dan ia bisa berubah
menjadi ibadah dan sunnah bagi individu dan masyarakat jika kebiasaan itu
memiliki esensi yang baik bagi manusia, demikian juga bisa berubah menjadi
ladang dosa jika tradisi itu memiliki esensi sayyi'ah (buruk) bagi manusia, sebagimana terdapat dalam hadits:
"Barangsiapa yang mencontohkan sunnah yang baik di dalam Islam, maka
baginya pahala dan pahala orang yang
mengerjakan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dari pahala-pahala
mereka, dan barangsiapa yang mencontohkan sunnah yang buruk di dalam Islam,
maka baginya dosa dan dosa yang mengerjakan sunnah yang buruk tersebut
setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa sedikitpun pelakunya."
"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan
pedulikan orang-orang yang bodoh."
[QS al-A'raf: 199]
Tradisi yang baik dan adat yang
luhur berperan dalam memperkuat, mengembangkan dan memperkokoh posisi suatu
bangsa. Sedangkan adat yang buruk dan tradisi yang menyimpang akan menjadikannya
lemah dan rusak. Dan taklid buta kepada nenek moyang dan orang terdahulu akan
membuat bangsa tersebut sesat dan terguncang.
Islam datang dengan membawa
peringatan agar terhindar dari tradisi-tradisi yang buruk, adat-adat yang
dipandang jelek, fanatisme kepada pendahulu dan berpegang dengan kebiasaan
nenek moyang. Al-Qur'an mencela orang-orang yang berada dalam golongan ini.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama)
dan sesungguhnya kami sekedar pengikut
jejak-jejak mereka."[QS az-Zukhruf: 23]
Allah berfirman:
"Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang
kami menganut suatu agama, dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak."[QS az-Zukhruf: 22]
Ini merupakan pengikutan secara
membuta, pengdisfungsian terhadap akal dan pemahaman serta pengekangan
kebebasan yang membangun.
Adat buruk membuat manusia merasa
terbebani dengan kesulitan dan kesusahan. Ia juga menjadikan tenaga, harta dan
waktu mereka terkuras. Komitmen mereka adalah berusaha untuk menyenangkan orang
lain, menghindari kritikan, memikul beban berat di luar batas kemampauan dan
melakukan sesuatu yang tidak disukai. Bagaimana halnya jika adat dan tradisi
itu bertentangan dengan ajaran agama, membahayakan bagi kesehatan dan akal
pikiran serta merusak asas dan moral.
Al-hafizh Ibnu Qayyim rahimahullah menjelaskan kondisi
seseorang yang berpegang terhadap adat dan tradisi yang buruk serta
mengutamakannya daripada syariat Allah SWT dan Sunnah Rasulullah SAW seraya
berkata, "Seseorang yang membuat
kerusakan terhadap fitrah manusia,
kegelapan dalam hati dan mengotori pemikiran serta merusak pemahaman mereka,
sehingga anak kecil tumbuh menjadi besar dan orang dewasa menjadi tua dalam
keadaan seperti itu."
Renungkanlah sebagian adat
masyarakat yang buruk dalam perkawinan, walimah, pemakaman dan sambutan
penghormatan dengan membutuhkan biaya yang mahal dan perbelanjaan yang besar,
bahkan meninggalkan hutang yang menumpuk yang pada akhirnya menyebabkan
hubungan dan kunjungan suka cita dan kegembiraan menjadi suatu momen duka cita
dan kesedihan. Tujuan kunjungan adalah untuk beramahtamah, bergembira dan
kebahagian duduk bersama, bukan untuk berbangga-bangga, menyusahkan diri dan
pamer perhiasan. Sifat bangga diri akan menjadikan hidup ini terasa susah, sulit
dan beban yang berat.
Bagi orang yang berpikir terlebih
lagi seorang muslim yang shaleh diwajibkan untuk meninggalkan semua adat atau
tradisi yang bertentangan dengan hukum-hukum syariat atau yang mengarah kepada
fanatisme, jahiliyyah, perpecahan dan diskriminasi.
Semuanya harus dipertimbangkan
sesuai dengan kandungan syariat yang suci agar terhindar dari buruknya adat dan
tradisi, kembali kepada naungan Islam yang aman dan tenteram dan mengikuti
jalan orang-orang pilihan dari kalangan intelektual, yang punya keutamaan dan
kemuliaan serta berwibawa.
Barangsiapa yang mendahulukan adat
dan tradisi di atas hukum dan syariat Allah SWT atau menjadikan adat sebagai
rujukan dalam suatu permasalahan sebagai alternatif dari syariat Allah, maka
ini adalah perbuatan mungkar yang akan menyeret seseorang keluar dari agama
Islam wal'iyazu billah.
Bertakwalah kepada Allah rahimakumullah, siapa yang menentang
adat yang buruk dengan menasehati dan menjelaskan, maka ia termasuk dari
golongan muslihun yang berusaha untuk
memperbaiki hal-hal yang telah dirusak oleh orang bodoh dalam bertindak. Dan
ini merupakan bagian dari jihad waffaaqahullahu
waa'anahu.
Dan siapa yang lalai dalam hal ini
padahal ia mampu untuk melakukan perbaikan khususnya para ulama dan para
pemimipin, maka ia termasuk dari golongan yang melampui batas dan rentan
mendapatkan dosa. Dan yang lebih parah dari yang demikian adalah seseorang yang
mendekati publik dengan memuji atau mengakui keburukan adat dan tradisi yang
berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar