25 SEPTEMBER 1997 - 11 APRIL 1998.
P |
ada tanggal 25 September 1997 harus pulang ketanah air melalui Bandara Polonia Medan, bertujuan
untuk mengambil visa pelajar agar dapat belajar di India, dari tanggal 25
September 1997 tersebut menetap di kampung halaman sampai dapat memperoleh
visa. Ternyata untuk memperoleh visa student sangat sulit di Konsulat India
Medan, sehingga menunggu cukup lama dan menetap di kampung sampai tanggal 11
April 1998 atau sekitar tujuh bulan.
Antara 25 September 1997 sampai 11 April 1998
adalah masa paling sulit dalam kehidupan saya untuk usaha melanjutkan
pendidikan, kesulitan ekonomi keluarga yang sangat tidak memadai, Indonesia
pada awal 1998 puncak krisis ekonomi, stabilitas politik di tanah air tidak
kondusif, pada saat itu demonstrasi terjadi dimana-mana menuntut lengsernya
Presiden Soeharto dari tahta kepresidenan setelah tigapuluh tiga tahu berkuas.
Pada saat pulang ke Indonesia dari India, sudah
terlebih dahulu mewanti-wanti mengambil tiket riten selama enam bulan,
ternyata sesampainya di Indonesia untuk mendapatkan visa student di konsulat
India di Medan tidak berjalan mulus, karena tempat tujuan belajar di India
tidak diakui oleh pemerintah India. Tujuh bulan di tanah air tiket pulangpun
hangus tidak bisa ditukarkan kembali, nilai tukar rupiah makin merosot,
mendapatkan duitpun sangat sulit. Akhirnya saya dengan tawakkal kepada Allah
memberanikan diri untuk mengambil visa tourist dan itupun hanya diperoleh satu
bulan.
11 APRIL 1998
1 |
1 April 1998 saya meninggalkan tanah air menuju Malaysia, pada saat
itu uang yang saya pegang selain tiket yang sudah dianggap habis hanya sekitar
Rp. 500.000,- saja. Sampai di Kuala Lumpur lebih kurang pukul 11 : 00 pada
waktu setempat, dan langsung ke salah satu hotel berbintang sebagai tempat
transit, sebelum menuju New Delhi besok pagi take off pada pukul 11 : 00 pagi.
Masuk ke ruang hotel yang sudah dipesan, setelah shalat dzuhur saya minta izin
kepada petugas hotel bahwa saya pada malam ini sampai besok pukul 10 : 00 tidak
menghuni hotel, barang bawaan dititipkan di hotel, karena saya ingin
memanfaatkan waktu yang tersisa menemui kenalan dan teman-teman sekampung yang
merantau di Malaysia. Selama lebih lima tahun saya meninggalkan Malaysia,
perubahan tata kota danpembangunan sangat pesat, sehingga sangat sulit untuk
mengenali jalan-jalan yang sebelumnya sering dilewati ketika merantau di Syah
Alam Malaysia. Sekitar pukul 20 : 00 sampai di simpang menuju Taman Sri Gombak
dan pada saat itu sedang turun hujan lebat, saya pun basah terguyur oleh air
hujan, sehingga terpaksa menjinjing sepatu di atas genangan air hujan, namun
tekad bulat tidak pernah putus asa untuk bisa bertemu dengan seseorang yang
saya kenal di daerah ini, walaupun saya berputar-putar kembali ketempat awal,
setelah merasa capek dan ada sedikit putus asa, saya singgah di satu warung
kopi, tempat ini agak pemiliar bagi saya, ketika itu saya minta izin untuk
duduk diwarungnya, sipemilik kedai sesekali memandangi saya, seolah-olah dia
kenal sama saya, saya pun memberanikan diri untuk bertanya : Pak cik! Saya mau
tanya apakah pak cik orang Indonesia, dia pun jawab ya saya berasal dari
Indonesia. Saya pun bercerita kepadanya : Dulu saya punya kenalan berjualan di
sekitar ini, ketika itu dia hanya berjualan rokok, rasanya di tempat ini, saya
tidak tau persisnya lagi, karena sudah banyak perubahan, si pemilik kembali
bertanya : Berasal dari mana dia? Saya jawab : Dari Kecamatan Siabu, dia pun
langsung balik bertanya : Apakah kamu yang pernah merantau dulu di Syah Alam
yang pergi berangkat sekolah ke Syria, saya jawab : Ya. Lalu dia menyalami saya
dengan gembira dan langsung berubah bahasa dengan dialog bahasa Mandailing. Ternyata
usahanya sudah maju dan berpenghasilan besar. Aku pun dengan tanpa ragu-ragu
menceritakan apa maksud kedatangan saya malam itu untuk menjumpai bang H. Ramli Nasution saudara sekampung
yang juga merupakan abang ipar (tutur lae).
Alhamdulillah dengan perantara pemilik warung
tadi saya sampai ke kediaman H. Ramli Nasution sekitar pukul 10:00 waktu
setempat dalam keadaan pakaian basah, dia menyambut kedatangan saya dengan
hangat, sekaligus memberikan pakaian ganti. Tanpa ada rasa segan saya langsung
menceritakan tujuan saya malam-malam meninggalkan hotel, untuk menyampaikan
bahwa saya akan menuju India untuk melanjutkan kuliah, dan besok saya pada
pukul 11:00 akan take off menuju New Delhi, aku hanya memiliki uang sekitar Rp.
500.000,- jadi saya butuh bantuan saudara-saudara dan teman-teman disini, tuan
rumah ini setiap saya datang kerumahnya selalu merasa gembira, dan merasa salut
melihat kegigihan saya. Malam itu juga dia menghubungisaudara-saudara dan
teman-teman untuk datang kerumahnya, besok paginya setiap yang datang memberi
bantuan sesanggupnya. Dengan penuh Syukur saya memperoleh uang senilai 100
Dollar USD, dan memang niat pada malam itu saya berharap memperoleh bantuan
paling sedikit 100 Dollar USD, dan ternyata doa saya di makbulkan Allah yang
Maha Raziq.
Besok pagi setelah bersiap-siap dari rumah H.
Ramli Nasution, saya pun diantarnya menuju hotel di Kuala Lumpur, kamipun
sampai di Kuala Lumpur lebih kurang pukul 09:30, sesampainya dihotel dia pun
bercanda : “Masalah duit saya lebih banyak dari kamu, tapi sepanjang hidup
saya belum pernah menghuni hotel semewah ini, tuturnya”,saya pun menjawab :
Yang menghuni hotel ini tadi malam barang bawaan saya bang! kami pun sama-sama
tertawa! Saya pun menuju Bandara Internasional Subang Kuala Lumpur, sesampai di
bandara langsung menukarkan uang berupa Ringgit Malaysia ke Duit Dollar USD,
ternyata benar hanya memperoleh tukaran 100 Dollar USD. Dengan gembira sembari
waswas membawa duit ke India Seratus Dollar plus Limaratus Ribu Rupiah.
NO |
BIDANG STUDI |
KITAB PEGANGAN |
1 |
Tafsir |
التفسير المختارات من البيضاوي |
2 |
Hadis |
جامع الترمذي |
3 |
Hadis |
صحيح البخاري |
4 |
Hadis |
صحيح مسلم |
5 |
Hadis |
سنن أبي داود، الموطأ |
6 |
Aqidah |
العقائد والفرق، والأحوال الشخصية |
7 |
Bahasa Arab |
التعبير والإنشاء |
8 |
Bahasa Arab |
الكتاب لسيبويه |
9 |
Kebudayaan Islam |
الشعر العباسي والأموي |
10 |
Bahasa Inggiris |
|
11 |
Munaqasyah |
مناقشة قراءة الكتب القديمة والمعاصرة |
Karena diterimanya pada Aliyah Tsalitsah dalam
dua tahun perkuliahan sudah selesai karena tinggal meneruskan. Setiap yang
menyelesaikan perkuliahan sampai selesai akan diberi gelar akademi Annadwi (Nadvi).
Selesai S.1 langsung melanjutkan kejenjang S.2,
disana disebut dengan Fadhilah, sekurang-kurangnya harus mengikuti
perkuliahan selama dua tahun secara reguler di bangku kelas, tingkat kehadiran
minimal 80 % bagi mahasiswa luar negeri selain sakit dan izin, dan harus hadir
100 % bagi asal mahasiswa tempatan selain sakit dan izin.
Di tempat ini tidak dibenarkan kuliah dengan
cara mencicil atau dengan istilah kelas jauh, atau yang disebut dengan kelas
dua atau tiga hari perpekan, apabila kehadiran kurang dari target minimal maka
tidak akan dibenarkan mengikuti ujian dan harus mengulang kembali belajar
reguler selama satu tahun tanpa kecuali.
Kurikulum yang diajarkan ditingkat S.2 (Fadhilah) di Nadwatul Ulama
:
NO |
BIDANG STUDI |
KITAB PEGANGAN |
1 |
Hadis |
شرح صحيح البخاري |
2 |
Hadis |
شرح صحيح مسلم |
3 |
Hadis |
شرح سنن أبي داود، الموطأ |
4 |
Ilmu Hadis |
شرح النخبة ، علل الترمذي،
المشكاة المصابيح |
5 |
Aqidah Akhlaq |
حجة الله البالغة |
6 |
Bahasa Arab/Sastra |
تاريخ الأدب ومصادر الأدب |
7 |
Bahasa Arab/Sastra |
الشعر القديم (الشعر
الجاهلية) |
8 |
Bahasa Arab/Sastra |
النثر الأدبي والفني |
9 |
Bahasa Arab/Sastra |
البلاغة والنقد، دلائل الإعجاز |
10 |
Bahasa Arab/Sastra |
الشعر العباسي |
11 |
Kebudayaan Islam |
دراسة أدبية وثقافية |
12 |
Bahasa Arab |
الكتاب لسيبويه |
13 |
Bahasa Inggiris |
|
14 |
Al-Bahts |
|
15 |
Munaqasyah |
|
Nadwatul Ulama Lucknow Yang Saya Kenal
N |
adwatul Ulama tidak kita ketahui dari kitab atau mendengar dari
cerita orang, tapi kita terlibat langsung melihat dan merasakan kehidupan di
Nadwatul Ulama, oleh karena itu sangat pantas menceritakan sedikit kultur atau
keadaan hidup di Daar al-Ulum Nadwatul Ulama Lucknow.
Darul Ulum merupakan salah satu cabang pendidikan swasta yang berada dibawah naungan Yayasan Nadwatul Ulama. Nadwatul Ulama sebuah organisasi intelektual dapat dibandingkan seperti organisasi Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama di Indonesia. Nadwatul Ulama India memiliki badan usaha, kepemudaan muslimin dan muslimat, Pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi yang menyebar di seluruh India yang diatur oleh Nadwatul Ulama.
Ma’had Daar Al-Ulum Nadwatul Ulama Lucknow
N |
adwatul Ulama lahir pada
tahun 1893 M / 1311 H di kota Kanpur dibawah wilayah negara bagian Uttar
Paradesh. Kemudian organisasi ini membangun sebuah perguruan (ma’had)
yang diberi nama dengan Darul Ulum Nadwatul Ulama, terletak dipinggiran satu
anak sungai gangga yang dikenal dengan sungai Gomti persis di tengah
kota Lucknow ibu kota Uttar Paradesh.
India negara berpenduduk sangat padat dan
mayoritas menganut agama Hindu, dengan tingkat kematian penduduk cukup tinggi.
Dipinggiran sungai Gomti atau anak-anak sungai lainnya yang bermuara ke sungai Gangga
banyak di temukan tempat-tempat pembakaran dan pemulasaran mayat-mayat manusia.
Penulis pernah sengaja mendatangi 1 tempat
pembakaran mayat manusia untuk sekedar bertanya dan melihat langsung cara
pembakaran dari awal. Informasi dari penjaga pembakaran yang berhasil ditemui
mengatakan: Rata-rata mayat yang dibakar setiap hari mencapai 25 sampai 30
mayat pada satu lokasi pembakaran. Sepengamatan penulis setiap jarak 1 Km ada
satu lokasi pembakaran tepat dipinggir sungai.
Pembakaran mayat ada dua cara :
1.
Mayat
dibakar menggunakan kayu bakar, untuk sempurnanya pembakaran menjadi debu
menghabiskan waktu dari pagi sampai sore. Proses pembakaran dengan kayu bakar
kita dapat melihat sampai tulang kepala menjadi debu.
2.
Menggunakan
daya listirik dengan tegangan tinggi, tempatnya sudah didesain dalam satu
bentuk box yang dibuat dari besi baja tebal, didalamnya di buat persis seperti
keranda menggunakan laci dan berbantalkan besi tebal, dalam jangka lima belas
minit saja box besi baja tebal tersebut sudah bisa dipanaskan sampai berwarna
merah, kemudian mayat di masukkan dalam laci, dalam beberapa menit mayat sudah
menjadi debu, waktu itu saya pernah ikut menyaksikan (sekedar ingin tau)
dan mendengarkan suara letupan perut dan kepala si mayat dari dalam besi.
Membakar mayat dengan kayu bakar biasanya
dilakukan oleh golongan ekonomi menengah kebawah. Sedangkan menggunakan daya
listirik biasa digunakan oleh kalangan ekonomi menengah atas. Bagi yang tidak
sanggup membakar mayat keluarganya akan dibuang ke sungai Gomti atau
sungai-sungai lainnya.
Di India sampai saat ini masih sering kita temukan mayat di pinggir jalan, atau di stasiun kereta api dan kerap menjadi tontonan orang yang lalu-lalang. Kita pernah berjumpa di salah satu sudut halte stasiun kereta api di kota Lucknow seorang mayat laki-laki perutnya sudah membengkak besar hanya ditutupi kertas koran, jasadnya sudah dimakan ulat-ulat di bagian telinga dan mulutnya. Setiaporang yang melihat kejadian seperti itu, dapat dipastikan akan langsung pulang ke asrama dan akan merasakan mual dan jijik selama berhari-hari dan tidak merasa nyaman untuk menyantap makanan.
Konsep Dakwah dan Metode Pendidikan
Yang diterapkan oleh Pendiri Nadwat Ulama India
M |
etode yang di emban oleh pendiri Nadwatu Ulama, yang diprakarsai
oleh dua tokoh muslim besar yaitu Maulana Muhammad Ali al-Munkiri dan
Allamah Maulana Syibli an-Nu’mani. Mereka berdua membangun satu komitmen
untuk menjembatani antara dua metode pendidikan yang saling berhadapan, dan
saling menentang yaitu aliran modernisasi yang berkiblat kebarat dan aliran
tradisional yang terkesan jumud dan kurang kreatif dan tidak inovative. Darul
Ulum menjadi pemersatu dan mampu memadukan kedua metode tersebut, tanpa
mengabaikan kebaikan-kebaikan yang ada pada kedua aliran berpikir tersebut.
Sehingga timbullah sebuah semboyan yang dicetuskan kedua tokoh diatas dan di
ikuti oleh generasi-generasi berikutnya ya’ni :
"الجمع بين القديم الصالح والجديد
النافع"
“Mengkombinasikan antara metode lama yang
baik dengan metode pendidikan modern yang bermanfaat”.
“Tradisi
pendidikan lama tetap dipertahankan, dan maksud modernisasi sistem pendidikan
dibutuhkan selama itu tidak melanggar ketentuan syari’at, seperti : Menata
pembangunan secara modern, memperbaiki manajemen pendidikan, menghidupkan
kembali kajian-kajian ilmiyah dibidang kedokteran, pertanian, perindustirian,
olahraga dan kemandirian. Sebab semenjak lama Islam telah banyak mencetak para
ilmuan seperti : Jabir Bin Hayyan bapak Ilmu Kimia, Ibnu Khaldun pakar Sejarah,
Ibnu Baithar pakar Geografi dan Ibnu Sina pakar dalam Ilmu Kedokteran, dan Ibnu
an-Nafis pakar Ilmu Bedah dan lain-lain”.
“Dulu ummat
Islam guru dibidang semua ilmu tapi karena kelalaian, sifat malas, minim
kreatifitas kejayaan itu dicuri orang Barat, sehingga yang dulunya mereka murid
beralih menjadi guru.
Pendiri organisasi Nadwatul Ulama mencoba menghilangkan imej yang terjadi dikalangan ummat Islam pada umumnya yang menganut pemahaman bahwa ilmu itu ada dua : ilmu dunia dan ilmu akhirat, ilmu kedokteran, kimia, pertanian dan sejenisnya dianggap ilmu dunia. Baru kemudian Nadwatul Ulama mengubah imej itu menjadi : setiap ilmu yang bermanfaat bagi manusia merupakan ilmu akhirat selama dilakukan untuk mashlahat manusia. Sehingga pemahaman yang mengkotomi diantara berbagai disipilin ilmu menjadi hilang”.
Corak
Pendidikan Di Dar Al-Ulum
P |
ada periode sebelumnya pada umumnya belajar
di berbagai ma’had atau kampus-kampua Islam yang ada di India di dominasi oleh
cara-cara tradisional, belajar dengan cara halaqah, tidak ada pembagian kelas
sesuai kualifikasinya dan tidak mengajarkan ilmu-ilmu umum.
Dar al-Ulum kemudian
membawa corak baru dengan membuka satu perguruan yang mengakomodir berbagai tingkatan
dan kualifikasi akademik seperti didirikannya sekolah untuk tingkat anak-anak
(TK) yang dulunya anak-anak hanya di rumahkan, berdirinya kelas tahfidz
Alquran, didirikan sekolah sesuaitingkatan mulai dari SD, Tsanawiyah, Aliyah,
sampai perguruan tinggi mulai dari S.1, S.2 dan S.3, dan berdirinya takhasshus
bagaimana cara-cara berfatwa, takhassus dalam hadis dan fiqh. Dan lahirlah
berbagai jurusan disemua tingkatan seperti Fakultas Syariah, Dakwah dan
Fakultas Bahasa dan Sastra.
Dimasa lampau orang India
sangat fanatik dengan bahasa daerahnya sehingga pada umumnya bahasa urdu yang
menjadi bahasa pengantar dalam pembelajaran pada perguruan-perguruan Islam.
Setelah lahir Darul Ulum dibawah Nadwatul Ulama banyak mengubah fanatisme itu,
sehingga Darul Ulum banyak mencetak pakar Bahasa dan Sastra Arab berkaliber
Internasional seperti : Sayyid Abdul Hayy Fakhruddin Al-Hasani, karya
ilmiyahnya dalam susunan Bahasa Arab Nuzhatul Khawathir Fi Bahjatil Masami’ wan
Nawazdir mencapai 8 jilid besar, Ast tsaqofatul Islamiyah Fi al-Hindi, Al-Hind
Fi ‘Ahdi al-Islami, Sayyid Sulaiman An-Nadwi, Sayyid Abul Hasan Ali al-Hasani
An-Nadwi, Alustdz Mas’ud Alam an-Nadwi, Alustdz Muhammad Nadhim an-Nadwi
dan lain-lain.
Metode Pendidikan Tradisional (Salafiyah)Tetap
Diperlukan
M |
elalui pengalaman yang kita lihat di negeri
ajam, jauh dari tempat turunnya wahyu seperti India ternyata metode
pembelajaran secara tradisional tetap dibutuhkan, agar lebih terjaminnya
kemurnian ilmu agama, apalagi yang berkaitan dengan hal-hal prinsip seperti
pembelajaran dibidang hadis, Ilmun Hadis, fiqh, ushul fiqh, Alquran dan
cabang-cabangnya sangat diperlukan dengan metode tradisional. Dalam artian
metode modern tidak serta-merta menghapuskan metode dan cara tradisional.
Melalui pengamatan dan
pengalaman yang kita lihat: Mengadopsi metode modern secara mutlak dan absolut
adalah satu cara pengkaburan terhadap kemurnian dan kesucian agama, dan sangat
berpeluang melemahkan dasar-dasar Islam secara pundamental. Pendidikan secara
tradisional itu tidak hanya dilakukan pada tingkat SD, MTS, Aliyah saja, tapi
harus kejenjang perguruan tinggi sampai ketingkat S.2 dan S.3. Itulah yang
diterapkan diperguruan-perguruan tinggi Islam swasta di India. Sehingga
generasinya tidak pernah kosong sebagai tokoh ilmuan dalam berbagai bidang
disiplin ilmu keislaman.Disamping itu generasi muslim India menuntut ilmu bukan
satu cara untuk mendapat pekerjaan atau pengakuan dari orang banyak, tapi
merupakan satu kebutuhan dan tanggung jawab terhadap agama yang dianutnya.
Sangat berbeda dengan di Indonesia pada umumnya masyarakatnya memiliki
sensitifitas terhadap agama sangat rendah, menuntut ilmu agama tujuan utamanya
adalah bagaimana mendapat pekerjaan, ilmu agama bukan satu kebutuhan atau satu
rasa tanggung jawab terhadap agama.
Yang menjadi pertanyaan
kenapa perguruan-perguruan tinggi Indonesia tidak bisa mencetak ulama, faqih,
muhaddits, ushuli atau ahli dalam bahasa dan satra Arab, hanya bisa mencetak
kebanyakan intelektual dan pemikir? Jawabannya itu gambaran diatas karena ummat
Islam Indonesia setengah hati dalam menjalankan sistem pendidikan secara
menyeluruh, dapat kita lihat banyak pondok pesantren yang melakukan metode
pendidikan tradisional (Salafiyah) tapi itu hanya ditingkat MTS dan MA,
setelah itu mereka melanjutkan pendidikan ketingkat perguruan tinggi yang pada
umumnya menggunakan metode absolut modern, sehingga ilmu yang dicapai ditingkat
MTS dan MA hilang tergilas karena tidak singkron dengan metode pendidikan yang
diajarkan di perguruan tinggi di Indonesia pada umumnya. Akhirnya pencapaian
keilmuannya tidak maksimal dan terkesan setengah-setengah. Di samping itu juga
dukungan pemerintah terhadap kultur pendidikan salafiyah sangat minim.
Jurusan-jurusan yang ada di Indonesia dan mengeluarkan gelar akademik sesuai jurusannya seperti : SHI, MH, S.Sos.I, S.Ag, M.Ag, dan lain-lain pada umumnya hampir 100 % kurikulumnya berbahasa Indonesia tidak mengacu kepada kitab-kitab induk (Kitab sumber) dan kebanyakannya masih mengacu kepada buku-buku rujukan (referensi-referensi) dalam bahasa Indonesia. Bahkan yang menyedihkan mahasiswa yang direkrut banyak yang berlatar belakang pendidikan umum. Makanya kebanyakan lulusan Perguruan Tinggi Islam seperti IAIN dan UIN dan yang berada dibawah naungannya di tanah air tidak dapat tulis baca aksara Arab, bahkan banyak yang tidak sanggup menulis Ummul Kitab sekalipun. Maka perbandingan yang dapat saya simpulkan antara keberhasilan pendidikan Islam di India dengan di Indonesia ada beberapa perbedaan :
Bidang-Bidang |
Perguruan
Tinggi Islam Indonesia |
Perguruan
Tinggi India |
Pengantar
pembelajaran |
Mutlak Bahasa
Indonesia |
Sesuai Jurusan
apabila jurusan Bahasa Arab maka pengantar-nya Bahasa Arab, demikian dengan
jurusan Bahasa Inggris |
Kurikulum pada
masing Jurusan dan Fakultas |
Menggunakan buku-buku
Indonesia |
Buku-buku Arab dan
sebagian kitab Urdu, untuk mata kulliah Bahasa Inggris menggunakan buku
Bahasa Inggris |
Buku Pegangan
Mahasisiwa |
Diktat yang dibuat
oleh Dosen Pengasuh |
Mengutamakan
buku-buku induk lama, diktat digunakan hanya bila diperlukan |
Perbandingan
Kurikulum pada setiap Fakultas |
Kurikulum antara
Fakultas ada perbedaan mencolok |
Kurikulum antar
Fakultas tidak jauh berbeda, hanya ada perbedaan pada konsentrasi jurusan dan
penambahan alokasi waktu untuk konsentrasi tertentu. |
Penyajian mata
kulliah |
Dengan cara SKS
(cicilan) |
Dengan cara reguler
terjadwal setiap hari |
Pembiayaan
sekolah/kulliah |
Pada umumnya
sekolah/kulliah masih dibebankan kepada pelajar/mahasiswa dengan bayaran
mahal |
India negara miskin
sanggup memberikan fasilitas gratis kepada setiap mahasiswa / pelajar baik
negeri maupun swasta. |
Persyaratan
mengambil S2 dan S3 |
Tidak
mewajibkan bagi mahasiswanya untuk mampu menguasai dua bahasa dunia Islam
seperti: Bahasa Arab, Inggiris atau Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia.Tidak
heran kebanyakan Profesor dan Doktor membidangi ilmu-ilmu Islam tidak manpu
tulis baca bahasa Arab dengan baik dan benar. |
Diwajibkan menguasai
dua bahasa dunia Islam dan minimal mahir tulis baca dan berbahas Arab. |
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar