Selasa, 16 Juli 2019

Bertafakkur Pada Ciptaan Allah SWT


Bertafakkur Pada Ciptaan Allah SWT
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan)


Bertafakkur dan bertadabbur merupakan ibadah agung dan amalan hati yang mulia yang sering dilalaikan oleh manusia. Hal-hal yang dapat meningkatkan keimanan dan keyakinan seseorang adalah memperhatikan ayat-ayat Allah yang tertulis di dalam kitabNya dan tersebar di jagat raya, bertafakkur tentang asma' dan sifat-Nya, tentang kebaikan dan keagunganNya, ilmu dan kekuasaanNya, kekuatan dan hikmahnNya dan ke-Maha penyantunan Allah SWT terhadap hambaNya. Oleh karena itu, merenungkan firman Allah merupakan maqasid yang sangat agung sebab diturunkannya (ayat al-Qur'an).

Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran." [QS Shad: 281].

Manusia yang paling besar hidayah dan paling selamat kesudahan di dunia dan akhirat adalah seseorang yang mencari petunjuk di dalam kitabullah

"Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menjelaskan. Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaanNya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izinNya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus." [QS al-Maidah: 15-16]

Seorang mukmin, jika ia membaca ayat Allah, merenungkan dan menghayatinya serta berusaha untuk mengamalkannya, maka ia akan mengikuti perintahnya dan menjauhi laranganya, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, menerapkan ayat-ayat muhkamat (jelas maknanya) dan beriman dengan ayat-ayat mutasyabihat (tidak jelas maknanya), takut kepada siksa Allah serta mengharap dan ingin mencapai apa yang disukai Allah SWT. Dan jika karakter ini dimiliki seseorang, maka ia tergolong dari pembaca al-Qur'an dengan bacaan yang sebenarnya. Dan al-Qur'an akan menjadi saksi, syafaat, pelindung, penghibur dan bermanfaat bagi dirinya serta sebab tercapainya kebaikan di dunia dan akhirat kelak.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, "Tidak ada yang lebih manfaat bagi seorang hamba dalam kehidupan dunia dan akhiratnya dan lebih dekat kepada keselamatan daripada tadabbur al-Qur`an dan banyak memikirkan makna dan kandungan ayatnya. Kandungan makna al-Qur`an senantiasa membangkitkan seorang hamba menuju Allah dengan janji indah serta memperingatkan dan memberikan rasa takut padanya dari adzab yang pedih. Tadabbur ini juga menunjukinya dalam kegelapan pemikiran dan madzhab menuju jalan yang lurus."


Jika al-Qur'an itu adalah sebagai Kitabullah yang tertulis, maka alam semesta ini adalah sebagai kitabNya yang terpampang. Dan segala sesuatu tunduk kepada perintah Penciptanya, menyaksikan keesaan, kebesaran dan keagunganNya, berbicara dengan tanda-tanda ilmu dan hikmahNya serta selalu bertasbih memujiNya. Allah SWT berfirman,

"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun." [QS al-Isra': 44]

Semakin sering manusia bertafakkur dan merenung, niscaya akan semakin bertambah ilmu dan rasa takut kepada Allah SWT.

"Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu dengan air itu Kami hasilkan buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun ." [QS Fathir: 27]

Oleh karena itu, para Nabi dan Rasul adalah yang paling banyak tafakkur dan merenungkan ciptaan Allah SWT. Allah berfirman tentang Nabi Ibrahim al-Khalil as,


Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin." [QS al-An'am:75].

Sementara nabi kita saw, beliau senantiasa berkhalwah, merenung dan tafakkur di tahap terakhir sebelum ia diutus sebagaimana Aisyah ra meriwayatkan tentang cara permulaan wahyu turun seraya berkata, "Kemudian beliau terilhami untuk menyendiri. Beliau biasanya menyendiri ke gua Hira. Beliau menyendiri untuk beribadah dalam gua tersebut selama beberapa hari sebelum beliau kembali menemui keluarganya. Dan beliau biasanya telah menyiapkan bekal untuk itu. Kemudian beliau kembali menemui Khadijah untuk menyediakan bekal beribadah di gua Hira seperti biasanya." [HR Bukhari dan Muslim]

Dan Nabi saw selalu bertafakkur tentang ayat-ayat dan nikmat-nikmat Allah sampai- sampai Beliau berkata:

"Wahai Aisyah, biarkanlah aku beribadah kepada Tuhanku malam ini." Aku menjawab, 'demi Allah, sungguh aku sangat senang berdekatan denganmu dan senang dengan sesuatu yang membuatmu bahagia.' Maka Nabipun berdiri dan bersuci lalu beliau shalat sambil menangis. Kemudian Rasulullah bersabda dalam dialognya dengan Aisyah ra, "Sungguh ayat diturunkan kepadaku malam ini, celaka orang yang membacanya dan tidak merenungkannya." "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal." [QS Ali Imran: 190] [HR Ibnu Hibban]

Begitu juga dengan para sahabat dan tabiin radiyallahu 'anhum. Ibnu Abbas ra berkata, "Sholat dua rakaat ringan dengan perenungan lebih baik daripada bangun malam semalam suntuk sedang hatinya lalai."

Ketika Ummu Darda' ra ditanyakan tentang ibadah Abu Darda' ra yang paling utama, lalu ia menjawab, "Tafakkur dan mengambil iktibar."

Hasan Bashri rahimahullah berkata, "Bertafakkur satu jam lebih baik daripada qiyamul-lail semalam penuh."

Allah SWT memerintahkan kita dalam kitabNya di beberapa tempat agar memperhatikan langit dan bumi sebagi seruan dalam mengambil iktibar dan celaan bagi orang-orang yang lalai. Allah berfirman dalam surah Yunus.
"Katakanlah, “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi!” Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman." [QS Yunus: 101]

Allah berfirman dalam surah al-A'raf,

"Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala apa yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya waktu (kebinasaan) mereka? Lalu berita mana lagi setelah ini yang akan mereka percayai?" [QS al-A'raf: 185]

Maka sebaiknyalah kita bertafakkur –wahai para hamba Allah- tentang kebesaran dan keluasan alam semesta, orbit langit, tempat terbit dan gugurnya bintang-bintang, gunung-gunung yang menjulang tinggi, lautan yang dalam dan padang pasir yang tandus. Siapa yang bertadabbur tentang yang demikian itu, maka ia akan mengetahui kehinaan, kelemahan dan kekurangan daya upaya dirinya. Dan akan lenyaplah keangkuhan serta muncullah rasa rendah diri. Alangkah benarnya firman Allah SWT,
"Dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri." [QS Luqman: 18]

Allah berfirman, "Sungguh, penciptaan langit dan bumi itu lebih besar daripada penciptaan manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." [QS Ghafir: 57]

Begitu jugalah halnya dengan manusia, Jika ia memikirkan kondisi dan asal kejadiannya yang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut, kemudian ia melalui tahapan yang berbeda sampai mencapai kesempurnaan, lalu Allah SWT membentuk pendengaran dan pengelihatannya, maka ia akan mengetahui kelemahan dirinya di sisi Allah SWT dan mengakui karunia yang dianugerahkan kepadanya.

"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik." [QS al-Mukminun: 12-14]

"Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Mahamulia, yang telah menciptakanmu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang dikehendaki, Dia menyusun tubuhmu." [QS al-Infithar: 6-8]

Wahai hamba Allah, Dan bagian dari tafakkur terpuji adalah merenungkan dan bertadabbur tentang kondisi dunia yang amat cepat lenyap, fitnahnya yang sangat besar, fenomena yang sering muncul, fluktuasi hari-harinya, kesulitan dan kesusahan berkompetisi dalam memperebutkannya. Orang yang megejarnya tidak akan lepas dari kesengsaraan sebelum tercapai, kesengsaraan pada saat mencapainya dan kesedihan dan kesusahan setelah kehilangannya. Siapa yang merenungkannya, maka hatinya tidak akan terpaut kepada dunia. Sebaliknya, ia akan memikirkan kedatangan dan abadinya hari akhirat dan tentang kebaikan dan kegembiraan yang besar pada saat itu. Dan ia akan bersungguh-sungguh untuk mencapai ridha Tuhannya karena ia menyakini bahwa apa yang terdapat di sisi Allah itulah yang lebih baik dan abadi.


Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur (karena air itu), di antaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan berhias) dan pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya (memetik hasilnya), datanglah kepadanya azab Kami pada waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman)nya seperti tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang yang berpikir. " [QS Yunus: 24]

Yang dimaksud dengan tafakkur tentang ciptaan-ciptaan Allah adalah tafakkur dan renungan yang menuntun seorang hamba untuk taat, berserah diri dan tunduk kepada Tuhan semesta alam. Dalam hal ini, Sulaiman ad-Darani rahimahullah berkata,

"Sungguhnya aku keluar dari rumahku, pandanganku tidak melihat sesuatu kecuali aku memperhatikan nikmat Allah yang dianugerahkan kepadaku dan itu merupakan ibrah bagiku." Yang demikian itu sangat jelas dan nyata sesuai petunjuk Rasulullah SAW sebagaimana terdapat dalam shahih Muslim. Ibnu

Abbas ra meriwayatkan bahwa ia menginap di rumah Nabi SAW pada suatu malam. Maka Rasulullah SAW bangun di akhir malam dan keluar, lalu beliau melihat di langit seraya membaca ayat ini pada surah Ali Imran:

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia -sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." [QS ali Imran: 190-191]

Kemudian beliau pulang ke rumah, lalu bersiwak, berwudhu dan berdiri shalat. Setelah itu beliau berbaring, kemudian berdiri keluar melihat langit lalu membaca ayat ini lagi. Kemudian beliau kembali bersiwak dan wudhu, lalu berdiri melaksanakan shalat."

Dalam hal ini, Rasulullah SAW menggabungkan dua ibadah sekaligus, yaitu tafakkur dan shalat yang merupakan ibadah renungan dan praktikal. Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Disunnahkan membacanya saat bangun tidur sambil melihat langit karena terdapat pada yang demikian itu tadabbur yang agung. Dan jika tidur, bangun dan keluarnya terulang, maka tetap disarankan membaca ayat ini sebagaimana terdapat dalam hadits wallahu subhanah wa ta'ala a'lam."

Ketahuilah -wahai orang yang beriman- bahwa Allah SWT memerintahkan sesuatu hal yang mulia dan Dia sendiri yang memulainya lebih dulu. Allah berfirman,

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." [QS al-Ahzab: 56]



2 komentar: