Selasa, 16 Juli 2019

Ciri-Ciri Muslim Yang Baik


Ciri-Ciri Muslim Yang Baik
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan)

Kepedulian seseorang terhadap keselamatan, kebaikan agama dan imannya adalah bukti dan tanda yang jelas akan kebenaran pikirannya, kelurusan manhaj dan kesempurnaan taufiq yang diperolehnya. Agama seorang muslim berperan sebagai penunjuk dan pembimbing yang akan menghantarkannya menuju kebahagiaan dalam kehidupan, keberuntungan serta ketinggian di akhirat. Karena padanya terdapat dalil dan petunjuk yang memeliharanya dari kesesatan dan menjauhkannya dari jalan-jalan kesengsaraan dan kerugian.

Rasulullah saw yang sangat menginginkan kebaikan bagi umatnya, penyantun dan penyayang terhadap mereka, beliau telah menunjukkan adab yang luhur dan budi pekerti yang mulia dalam memperbaiki keislaman seseorang dan untuk mencapai puncak keridhaan Allah SWT sebagaimana sabda beliau saw.

"Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya." [HR Imam Malik dalam kitab Muwatta', Tirmidzi dalam kitab al-Jami', Ibnu Majah dalam kitab Sunan, Ibnu Hibban dalam kitab shahih dan Abdu al-Razaq dalam al-Mushannaf] Sekalipun hadits ini hadits mursal, akan tetapi ia diperkuat beberapa sanad dan teks yang menjadikannya hadits hasan lighairih. Bahkan hadits ini diakui beberapa ulama sebagai hadits shahih, seperti Imam Ibnu Hibban, al-Allamah Ahmad Muhammad Syakir dan al-Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani sebagaimana terdapat keterangannya secara terperinci dalam kitab-kitab mereka rahimahumullah.

Hadits ini seperti yang dikatakan Imam Ibnu Abdul Baar rahimahullah adalah perkataan yang mengandung makna yang luas dalam lafadz yang singkat. Dan perkataan semisal ini belum pernah disampaikan seseorang sebelum Rasulullah saw. Seorang yang keislamannya baik akan meninggalkan perkataan dan amalan yang tidak bermanfaat baginya, karena konsekuensi Islam itu mengerjakan kewajiban dan meninggalkan yang haram. Dan jika agamanya baik, maka ia akan meninggalkan sesuatu yang haram, syubuhat, makruh dan mubah yang berlebihan (kelebihan di luar kebutuhan). Seorang Muslim akan meninggalkan ini semua di saat keislamnnya sempurna dan darajatnya telah mencapai tingkatan ihsan sebagaimana Rasulullah SAW menjelaskan hakikat hal ini dalam hadits pertanyaan Jibril alaihissalam tentang Islam, Iman dan Ihsan. Beliau bersabda,

"Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau." [HR Muslim dalam kitab shahih dari hadits Amirul Mukminin, Umar bin Khattab r.a.

Siapa yang beribadah kepada Allah SWT dengan mengingat kedekatannya dengan Tuhannya, maka keislamannya baik dan ia harus meninggalkan semua yang tidak bermanfaat serta menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat demi kebenaran akidah, kesempurnaan iman dan kebaikan amalan. Ia juga berusaha untuk memenuhi kebutuhan primer yang dibolehkan.

Sebaliknya, siapa yang menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga dalam hal yang bertentangan dengan tujuan hidupnya dan menyibukkan diri dengan perkataan dan amalan yang tidak penting, maka ia telah berpaling dari sesuatu yang bermanfaat baginya, mengangkat derajat, kesempurnaan dan kemulian tujuan serta keagungan kedudukannya, akhirnya ia merugi kelak dengan kerugian yang nyata.

Jika seseorang melakukan amalan dan mengucapkan perkataan yang tidak penting, akan tetapi hanya sebagai mainan saja, maka hal ini sesuai dengan perkataan Syekh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, "ini akan membahayakannya tidak bermanfaat baginya."

Sebagaimana terdapat dalam kitab shahihain, Rasulullah saw bersabda: " Siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam."

Orang mukmin diperintahkan untuk melakukan salah satu di antara dua hal, yaitu, perkataan yang baik atau diam. Perkataan yang baik lebih baik daripada diam, sedangkan menahan perkataan yang buruk lebih baik daripada mengucapkannya. Maka seorang mukmin diperintahkan untuk mengucapakan yang baik atau diam, jika ia mengabaikan suruhan diam dengan ucapan yang berlebihan yang tidak baik, maka hal ini akan membahayakannya, hukumnya adalah makruh dan itu akan merendahkannya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda:

"Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya."

Jika seorang menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya, maka keislamannya rusak dan membahayakannya. Bukan tidak selalu sesuatu yang beresiko itu akan menyebabkannya mendapat siksa neraka Jahannam dan kemarahan Allah SWT, akan tetapi harga diri dan derajatnya turun." Demikian, sampai di sini perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Sungguh, di antara kesibukan seseorang dengan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya adalah mempelajari ilmu yang tidak penting dan meninggalkan yang lebih penting, semisal, kebaikan hati, mensucikan diri, memberi manfaat bagi sesama orang lain dan meninggikan kedudukan tanah air serta memajukan bangsanya.

Dan di antara perbuatan yang tidak penting adalah tidak memelihara lidah dari perkataan sia-sia, mengikuti hal-hal yang tidak penting dan tidak bermanfaat tentang berita dan kondisi sesama, menghitung harta yang mereka simpan dan belanjakan, menyelidiki kata-kata dan perilaku mereka di rumah dan di depan keluarga mereka tanpa tujuan syariat, dan ia semata-mata bertujuan untuk mengungkap sesuatu yang tidak ada manfaatnya dari urusan pribadi mereka.

Dan di antaranya juga adalah pembicaraan dalam hal yang tidak diketahui dan tidak dikuasainya dengan baik yang di luar spesialisasi dan pengetahuannya. Ia hanya berupa hiburan baginya, membuang-buang waktu untuk mencari perhatian kepadanya hingga akhirnya terseret kepada sesuatu yang tidak pantas untuk dibicarakan, seperti, bicara tentang perbuatan keji dan hawa nafsu, mengumbar aurat dan aib, menuduh wanita baik-baik yang lengah lagi beriman melakukan zina, menyebarkan ucapan buruk dan mempublikasikan rumor, dusta dan berita-berita yang diada-adakan. Terkadang kegemaran ini terhimpun dalam istilah analisis dan prediksi yang terbentuk secara umum atas prasangka, ilusi dan spekulasi serta keberanian melakukan kebatilan dalam wajah kebenaran. Ini semua adalah ekspektasi dan pembahasan yang tidak benar, tidak boleh berpegang kepadanya, tertipu dengannya dan menerima tuntunannya.

Adapun hal-hal yang membantu seseorang untuk meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya adalah mengingat bahwa kewajiban-kewajiban itu lebih banyak daripada waktu yang dimiliki. Usia sangat singkat, sebagaimana Rasulullah menjelaskannya dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dalam kitab Mustadrak dengan isnad shahih dari Abu Hurairah dan Anas radiallahu 'anhuma bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Umur umatku antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun, dan sedikit diantara mereka yang melebihi itu."

Untuk melakukan sesuatu yang wajib saja, usia yang singkat ini tidak cukup, apakah masih pantas kita gunakan untuk mencampuri urusan orang lain dan sesuatu yang tidak penting?!

Seseorang itu juga bertanggung jawab atas usianya bagaimana ia menghabiskannya sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan Tirmidzi dalam kitab al-Jami’ dengan isnad shahih dari sahabat Abu Barzah al-Aslamy r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya bagaimana ia menghabiskannya, tentang ilmunya sejauh mana dia mengamalkannya, tentang hartanya dari mana mendapatkannya dan ke mana dia membelanjakannya dan tentang jasadnya untuk apa digunakanya."

Setiap perkataan yang diucapkan seseorang tetulis dalam buku catatan amalannya dan akan diberikan balasan, agar ia mengetahui bahwa setiap kata memiliki konsekuensi dan pertanggungjawaban. Allah SWT berfirman,

"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya), yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)." [QS Qaf': 16-18]

Adapun makna ayat ini secara eksplisit menurut Imam Ibnu Katsir rahimahullah adalah


"Malaikat mencatat semua ucapan dan ia sejalan dengan makna ayat secara umum, firman Allah SWT,  Ia mencakup seluruh perkataan..."

Imam Malik meriwayatkan dalam kitab Muwatta', Ahmad dalam Musnad, Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah dalam kitab Sunan dengan isnad yang shahih dari 'Alqamah al -Laitsi dari Bilal bin al-Harits r.a., ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan perkataan yang mengandung keridhaan Allah yang tidak diduga akan mencapai kedudukan yang tinggi, dan Allah SWT menuliskan keridhaannya sampai hari kiamat. Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan perkataan yang mengandung kemurkaan Allah yang ia tidak mengira akan menerima akibatnya, dan Allah SWT menuliskan kemurkaanNya sampai hari kiamat."

'Alqamah berkata, "Betapa banyak yang aku tahan mengucapkannya disebabkan hadits. Bilal bin al-Harits ini." Maksudnya hadits ini sarat dengan peringatan keras.

Adapun hukum mencari perhatian adalah tujuan yang tercela dan sifat yang buruk. Pelakunya tidak akan mencapai apa-apa selain kebencian dari sisi Allah dan orang beriman. Bertakwalah kepada Allah, wahai para hamba Allah, dan ketahuilah bahwa meneladani hamba-hamba Allah yang terbaik dalam meninggalkan perkataan dan amalan yang tidak bermanfaat adalah golongan para hamba yang mendapat petunjuk Allah dan hamba yang berakal.

Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah, ia berkata, "Dari sebagian tanda bahwa Allah SWT berpaling dari seorang hamba adalah Dia menyibukkannya dengan sesuatu yang tidak bermanfaat."

Maka merupakan kemestian bagi seorang yang berakal yang mengharap (pertemuan) dengan Allah dan negeri akhirat agar mengurus dirinya sendiri, memelihara lidahnya dan memerhatikan waktunya. Hendaklah ia menganggap perkataannya sebagai bagian dari amalannya, dan siapa yang bersikap demikian, maka sedikit perkataannya kecuali dalam hal yang bermanfaat. Dan kebanyakan yang dimaksud dengan meninggalkan sesuatu yang tidak penting adalah seperti yang dikatakan al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah, "Menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia, cukuplah bagi seseorang kerugian bahwa ia berpaling dari berbagai jenis kebaikan yang akan meninggikan martabatnya, mengangkat derajatnya, memuliakan kedudukannya dan menyenangkan kehidupannya serta menjadikan kesudahannya lebih baik."

Bertakwalah kepada Allah SWT, perhatikanlah sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupandunia dan akhirat kalian dan ingatlah selalu bahwa Allah SWT memerintahkan kalian agar mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi yang terakhir dan Imam para Rasul serta pembawa rahmat bagi seluruh alam. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur'an,

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." [QS al-Ahzab: 56]
.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar