Fiqh Remaja Era Milenial
(Bagian Kedua)
Fiqh Melamar (Khithbah) Bukan Pacaran
1-
Pengertian
melamar (khithbah)
2-
Hukum
memandang kepada wanita yang akan dilamar
3-
Sifat
–sifat dan kriteria wanita idaman
4-
Pengertian:
Cinta (al-Hubbu)
5-
Pengertian
rindu (al-‘ISyqu)
6-
Pengertian
cemburu (ghirah)
7-
Tanya
jawab:
FIQH MELAMAR (KHITHBAH) BUKAN PACARAN
Pengertian Melamar (Khithbah)
Kata Khithbah berasal dari kata
Arab الخطبة yang artinya: Meminang. Meminang merupakan mukoddimah yang
dilakukan sebelum upacara akad nikah. Makna meminang ialah: Lamaran laki-laki
kepada wali wanita yang ingin dipersuntingnya untuk dijadikan sebagai
istirinya.
Khithbah
atau melamar bukan bentuk pacaran yang lagi tren sekarang ini. Disyariatkannya
melamar atau yang dikenal sekarang dengan ta’aruf. Bentuk ta’aruf Dalam Islam
bertujuan agar terhindar dari beberapa hal:
1.
Menghindari budaya
pacaran yang banyak membawa dosa, baik bagi kedua pasangan begitu juga dosa
bagi kedua orang tuanya, bahkan dosa bagi sosial masyarakat disekelilingnya.
2.
Menghormati wanita dan
menjaga kesuciannya.
3.
Menghormati kedua orang
tua wanita dan keluarganya dari berita miring.
4.
Untuk mengenali kedudukan
kedua orangtua dan keluarganya.
5.
Untuk mengetahui pendapat
kedua orangtua yang mau dilamar.
6.
Untuk mengetahui
pendirian dan pendapat wanita yang akan dilamar.
7.
Yang paling tinggi dari
esensi khithbah adalah menjunjung dan patuh kepada Sunnah Nabi S.A.W.
Ta’aruf
yang sesuai dengan Syariat Islam adalah : Perkenalan dimulai dari wali dan
keluarga si perempuan yang akan dilamar dan meminta izin kepada kedua orang
tuanya, bukan dengan terlebih dahulu kedua pasangan pacaran lalu meminta izin
kepada kedua orang tuanya.
Hukum Memandang Kepada Wanita Yang Akan Dilamar.
Seluruh tubuh wanita mulai dari wajah,
tangan, kaki, rambut, kuku dan seluruh bagian-bagian tubuh merupakan aurat.
Yang dimaksud dengan aurat adalah sesuatu yang dirasakan aib atau malu jika ada
orang lain yang melihatnya. Hukum melihat aurat perempuan adalah haram bagi
yang bukan mahramnya dalam keadaan normal kecuali dalam hal-hal tertentu
yang ketika itu sangat dibutuhkan. Makna mahram ialah: laki-laki atau
wanita yang tidak halal dinikahinya.
Dalam
hal-hal tertentu dibolehkan bagi laki-laki atau sebaliknya melihat wajah dalam
kepentingan tertentu seperti: Ketika melamar (mengkhithbah) calon
istiri, ketika jual beli, ketika menjadi saksi, ketika mengobati pada tempat
yang dibutuhkan dengan didampingi mahramnya dan ketika mengajarkan ilmu dalam
kondisi yang tidak membawa fitnah.
Dalam
kaitannya dengan pandang memandang dalam kondisi meminang di anjurkan (mandub)
untuk melihat hanya wajah atau dua telapak tangan wanita yang ingin dilamar,
dengan syarat niat untuk melamar dan adapun diluar niat melamar maka hukumnya
tetap haram. Dijelaskan dalam hadis Nabi S.A.W: Bersumber dari Abu Huroiroh
Rodhiyallohu anhu :
أَنَّ النَبِيَّ
صلى الله عليه وسلم قَالَ لِرَجُلٍ أَرَادَ أَنْ يَتَزَوَّجَ امْرَأَةً. " أَنَظَرْتَ
إِلَيْهَا؟" قَالَ: لَا، قَالَ: "فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا"
Sesungguhnya Nabi S.A.W berkata bagi
seorang laki-laki yang bermaksud untuk menikahi seorang wanita:” Apakah kamu
telah memandangnya?”. Dijawab laki-laki itu: Belum. Berkata Nabi: “Pergilah
engkau lihat![1]”.
Demikian juga di jeaskan dalam hadis,
bersumber dari Jabir Bin Abduloah Rodhiyallohu Anhuma:
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: "إذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِذَا اسْتَطَاعَ
أَنْ يَّنْظُرَ مِنْهَا مَايَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَليَفْعَلْ".
Bersabda Rasulullah S.A.W:” Apabila diantara kamu
meminang seorang wanita, maka jika ia mampu untuk melihat bagian dari tubuhnya
yang menarik perhatiannya untuk menikahinya, maka hendaklah ia lakukan
(melihatnya)[2]”.
Kesimpulan cara meminang calon istiri dalam Islam:
a.
Boleh memandang wajah dan
dua telapak tangan saja ketika ingin meminang wanita, sebab wajah sudah cukup
mewakili untuk mengetahui kecantikan seluruh tubuhnya dan telapak tangan cukup
mewakili untuk mengetahui kelembapan dan kelembutan kulitnya.
b.
Untuk mengetahui lebih
jauh dari itu seperti bau mulut atau bau badan dan untuk mengetahui model
rambutnya cukup mengirim wanita dari kirabat dekatnya seperti ibunya atau
saudari perempuannya untuk menyelidikinya.
c.
Lebih baik melihat wanita
yang dituju sebelum melakukan prosesi khithbah (lamaran), jika
silaki-laki menginginkan maka ia lamar dan jika ia tidak menginginkannya dia
tinggalkan tanpa menyakitinya.
d.
Memandang wajahnya tidak harus seizinnya dan
boleh memandang wajahnya tanpa sepengetahuannya.
عن أبي
حميد السعدي عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:"إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ
فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَّنْظُرَ إِلَيْهَا، إِذَا كَانَ إِنّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا
لِخِطْبَتِهِ وَإِنْ كَانَتْ لَاتَعْلَمُ"
Bersumber dari Abi Humaid al-Sa’diy Rodhiyallahu ‘anhu
dari Nabi S.A.W Ia bersabda:” Apabila seseorang bermaksud melamar seorang
wanita maka ia tidak berdosa untuk melihatnya, apabila pandangannya itu karena
alasan ingin meminang, walaupun tanpa sepengetahhuan si wanita[3]”.
e.
Sudah menjadi budaya
orang dalam prosesi meminang berkumpul kedua keluarga calon mempelai, dan
setelah selesai prosesi peminangan dibacakan surat Fatihah sebagai bentuk
pengharapan dan tawassul agar proses pinangan lancar dan dilimpahi keberkahan.
Kewajiban menjauhi budaya “Pacaran”.
Kebiasaan berpacaran
tidak sedikitpun menyentuh ajaran Islam. Pacaran sangat terlarang dalam Islam,
apalagi dilakukan duduk berduaan, berjalan-jalan berduaan, begadang dengan
alasan ta’aruf atau agar lebih saling mengenal dengan lebih dalam. Budaya
pacaran berasal dari budaya Barat yang sangat meracuni generasi muda sekarang.
Budaya itu diperparah lagi dengan acara-acara talk show di berbagai siaran
televisi seperti acara “ta’aruf Kuya Uya”, “ Ngerumpi”, “Katakan Putus”
dan sejenisnya.
Sifat –sifat dan kriteria wanita idaman.
قال صلى الله عليه وسلم:" تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا،
وَلِجَمَالِهَا، وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ".
رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة.
Bersabda Nabi S.A.W:”Wanita itu
dinikahi: Karena hartanya, karena kedudukannya (keturunannya), karena
kecantikannya dank arena agamanya, maka carilah keberuntunganmu dengan yang
memiliki agama, jika tidak maka merugilah engkau”. (H.R: Bukhari dan
Muslimm dari Abi Huroiroh Rodhiyallohu ‘Anhu).
Pengertian: Cinta (al-Hubbu)
Cinta ialah kasih sayang
yang timbul dalam hati dengan merasa cendrung kepada yang dicintai, rasa cinta
bagian dari aktivitas “hati” bukan bagian dari aktivitas anggota tubuh.
Hubungan suami istiri tidak akan bahagia atau
memberi arti dan tanpa didasari
cinta, pembuka pintu cinta adalah melalui pandangan, sebab itu Rasulullah
menganjurkan memandang wanita yang diinginkan jika bermaksud melamarnya. Pada
dasarnya “cinta” merupakan anugerah suci dan tidak ada dosa pada mencinta dan
cinta, namun akan berobah menjadi dosa jika dikotori oleh pelanggaran jasmani
diluar yang dihalalkan atau yang disebut dengan “cinta terlarang”.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ ﴿١٤﴾
“Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”[4].
Pengertian rindu (al-‘ISyqu)
Perasaan rindu adalah:
Rasa cinta yang sudah terlalu dalam menyentuh hati yang sedang dilanda cinta,
selama perasaan rindu terpendam dalam hati dan tidak melanggar aturan agama,
maka cinta dan rindunya tidak berdosa. Berkata Imam al-Suyuthi Rahimahulloh:”
Sesungguhnya seseorang bisa saja mencintai seorang wanita, dan dalam cinta dan
rindunya terjaga dengan sifat ‘Iffah (tidak melakukan dosa dalam cinta
atau rindunya), kemudian ia memendam cintanya, sebab ia tidak sanggup untuk
mengutarakan rindunya, dan ia memilih sabar sampai ia wafat dengan sebab
cintanya, maka ia akan memperoleh pahala mati syahid di akhirat”[5].
Pengertian cemburu (ghirah)
Makna ccemburu (ghirah):
Ketidak senangan seseorang berkongsi dengan orang lain pada haknya. Sifat
cemburu juga berasal dari hasil cinta, seseorang tidak akan pernah merasa cemburu
tanpa didasari cinta, rasa ghirah termasuk sifat baik dan terpuji baik
pada laki-laki maupun wanita. Asfek-asfek sifat ghirah yang harus
dipelihara pada koridor syariat:
1. Cemburu untuk memelihara kesucian cinta antara
pasangan suami istiri, suami yang tidak merasa terganggu dengan kehadiran
laki-laki yang bukan mahromnya, pertanda suami tidak memiliki sifat ghirah.
Contoh pertemuan laki-laki atau perempuan yang telah dicabut rasa ghirahnya
seperti membiarkan istiri atau suami satu kantor berduaan, membuat asisten
rumah tangga laki-laki tinggal bersama dengan istiri dalam satu lingkungan
keluarga atau sebaliknya, membiarkan suami atau istiri pergi berduaan dengan
orang lain dalam perjalanan tugas dan lain-lain.
2. Untuk menjaga harga diri dan keuarga, tidak membiarkan
orang lain masuk kerumahnya tanpa
seizinnya.
3. Untuk menjaga harga diri anak baik putra maupun putri
untuk tidak membiarkannya menjalin hubungan dengan laki-laki lain.
4. Untuk menjaga hak-hak pada harta benda
Konsekwensi buruk akibat dari hilangnya rasa
cemburu (ghirah).
Diantara
kejadian buruk yang di akibatkan hilangnya sifat ghirah yaitu terjadinya apa
yang disebut dengan kawin lari, karena alasan orangtua tidak mengizinkan
pernikahan mereka. Tentu tindakan itu akan mengakibatkan empat hal: Pertama:
Jatuhnya kehormatan keluarganya dihadapan orang banyak, Kedua:
Teancamnya pernikahan kepada pernikahan yang tidak sah, Ketiga:
Terputusnya kasih sayang, bahkan kasih sayang itu terputus selamanya,
disebagian budaya bisa terjadi pembunuhan atau ancaman pembunuhan, Keempat:
Terancamnya agama yang dianutnya selama ini dengan berpindah agama, sebab yang
melarikannya beragama Kristen atau penganut lainnya, dan kejadian itu sudah sering terjadi.
TANYA JAWAB:
NO: |
SOAL |
JAWABAN |
1. |
Pemantapan apa saja yang harus dipelajari oleh calon
kedua mempelai sebelum menuju akad nikahh?. |
1. Yang harus dimantapkan oleh kedua calon mempelai pra
nikah ada beberapa asfek: - A. Asfek Akidah - B. Asfek syariat - Thoharoh - Ibadah - Syarat-syarat dan rukun-rukun nikah - Calon mempelai wanita menentukan wali yang adil - Menentukan dua saksi yang adil -Menghafal doa’ sebelum senggama (hubungan intim). |
2. |
Dari mana seseorang memulai belajar Akidah?. |
2. Memulai belajar akidah diawali dari: - Melafalkan dua kalimah syahadah dengan
benar: أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ “Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Alloh dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Alloh”. - Mengenali dan memahami sifat-sifat
Alloh, seperti: Wujud (Mutlak adanya) , Qidam
(Adanya tidak berpermulaan) , Baqo’ (Kekal tidak ada akhir
bagiNYA), Mukholafatu lilhawadits (Tidak menyerupai makhlukk
apapu), Qiamuhu binafsih (Berdiri dengan sendirinya/ tidak
butuh kepada banntuan lain), Qudroh (Maha Kuasa), Irodah
(Maha berkehendak sesukaNYA) , Sama’ (Maha mendengar yang nyata
atau yang gaib), Boshor (Maha melihat yang nyata atau yang
gaib) dan Kalam (Berkata-kata). -Mengenali NAMA-NAMANYA. - Mengenali Keesaan pada SIFAT-SIFATNYA - Mengenali Keesaan pada DZATNYA - Mengenali Keesaan pada AF’ALNYA
(perbuatanNYA). |
3. |
Bagaimanakah cara Thoharoh dari najis? |
3. A. Buang Air Kecil: 1. Siapkan air mutlak (air yang suci lagi
menyucikan), 2.Berdeham-deham, 3.Mengurut bagian bawah kemaluan bagi
laki-laki, 4. Menyiram sambil menggosok tempat keluar najis (bukan
menggosok). 3. B. Buang Air Besar: 1. Persiapkan air mutlak, 2. Menyiramkan air
ketempat kkeluarnya kotoran sambil menggosoknya sampai hilang zat rasa, bau
dan warnnanya, sudah dapat dianggap bersih apabila sudah terasa kesat. 3. C. Istinjak dengan benda kesat: 1. Persiapkan benda kesat yang bersih,
sifatnya mengisap seperti batu, sekarang lebih praktis tissu yang di tebalkan
dengan memintalnya. 2. Lapkan ketempat keluarnya najis dengan menjaga tidak
berselemak kebagian anggota lain, 3. Disyaratkan kotoran tidak melewati dari
tempat keluarnya. |
4. |
Bagaimanakah cara Thoharoh dari hadas kecil (wudhuk
dan Tayammum)? Dan rukun-rukunya?. |
|
5. |
Bagaimanakah cara Thoharoh dari hadas besar (mandi
jinabah)?. Dan rukun-rukunya?. |
|
6. |
Bagaimanakah cara melaksanakan sholat? Dan
rukun-rukunya?. |
|
7. |
Apakah syarat-syarat sahnya nikah?. |
|
8. |
Apakah rukun-rukun nikah?. |
Ada empat yaitu: Pertama:
Lafadz ijab dan Kabul, Kedua :
Ada (hadir) dua calon suami dan
calon istiri, Ketiga : Hadirnya
wali bagi calon istiri, Keempat: Hadirnya kedua saksi disyaratkan
kedua saksi harus laki-laki dan beragama Islam. |
9. |
Apakah syarat-syarat sahnya menjadi wali nikah?. |
|
10. |
Apakah syarat-syarat sahnya menjadi saksi nikah?. |
|
2. |
Apakah boleh melarikan putri orang lain
karena walinya (ayahnya) tidak mengizinkan untuk dinikahi? |
2.
Hukumnya haram dan tidak boleh seorang
laki-laki muslim untuk melakukan cara seperti itu karena bertentangan dengan
adab dan harga diri. |
3. |
Apabila terjadi kasus seumpama seorang anak
muda melarikan putri orang lain , apakah pihak keluarga boleh membunuhnya? |
3.
Tidak boleh sama sekali, sebab kesalahan seperti ini tidak menjadi alasan
untuk menerapkan hukuman bunuh terhadap pelakunya, dan tergolong main hakim
sendiri, yang tentu sangat dilarang
dalam agama begitu juga melanggar hukum negara, yang perlu dilakukan dengan
menasehatinya agar ia meninggalkan tindakan buruknya. |
4. |
Seandainya seorang anak muda melarikan
seorang gadis dan tergolong perbuatan mereka sudah haram, sementara mereka
berdua ingin nikah, maka apa yang harus mereka lakukan?. |
4.
Mereka berdua harus melaporkannya ke pengadilan Agama setempat, karena
pengadilan agama saat ini sudah
tersedia untuk mengkaji kedudukan walinya, jika walinya pada posisi yng benar
maka diputuskan walinya yang berhak untuk menikahkan mereka, namun jika wali
dianggap tidak berhak untuk menikahkanya maka wali hakimlah yang bertindak
untuk menikahkan mereka sebagai wali yang mampu menyelesaikan permasalahan
mereka (wilayah ammah). |
5. |
Kasus demi kasus terjadi saat sekarang ini,
apakah setelah seorang anak muda membawa kabur anak perempuan tanpa seizin
walinya kesuatu tempat, apakah dia (perempuan) sah menghunjuk walinya sendiri
dari tokoh ulama yang ada ditempat pelarian mereka?. |
5.
Dia tidak sah menghunjuk wali bagi dirinya sendiri dan jika dinikahkan oleh
wali yang dihunjuknya maka nikahnya tidak sah (bathil) dan apabila
mereka terus satu rumah maka mereka senantiasa berzinah, dengan dua alasan
yaitu: a. Mereka nikah tanpa seizin wali si perempuan, b.
Karena wali hakim sudah tersedia dan ada pelayanannya disetiap tempat dan
mudah untuk di jangkau. |
6. |
Bolehkah seorang laki-laki memberi tau
wanita yang disukainya untuk memberitahunya secara langsung bahwa dia suka
kepadanya dan akan datang melamarnya?. |
6.
Boleh bagi laki untuk sekedar memberitahunya, demikian juga boleh bagi wanita
untuk sekedar memberi tahunya jika dia memang serius untuk melamarnya, bukan
untuk bermain-main. |
7. |
Bolehkah bagi wanita yang melamar laki-laki
untuk menjadi suaminya?. |
7.
Boleh, namun lebih baik jika dia mengirim salah seorang diantara keluarganya. |
8. |
Bolehkah menurut Syari’at bagi pihak pelamar
atau yang dilamar membatalkan lamaran mereka?. |
8.
Boleh, selama belum ada perosesi akad yang sudah sah dengan syarat tidak untuk
mempermain-mainkan pihak wanita, jika laki-laki melakukannya untuk menyakiti
pihak perempuan atau sebaliknya, maka tindakannya sudah berdosa. |
9. |
Bolehkah calon kedua pasangan bertukar
cincin sebagai tanda telah dilamar?. |
9.
Boleh dengan syarat: a. Bertukar cincin tidak saling memasangkan
karena mereka belum akad nikah, jika itu dilakukan maka hukum perbuatannya
haram, b. Tidak berniat mencontoh budaya non muslim tapi sebagai
hdiah, c. Cicin yang diberikan kepada laki-laki tidak berupa emas
termasuk didalamnya emas murni, suasa, emas campuran atau emas putih, sebab
laki-laki haram memakai cincin emas, namun laki-laki boleh memakai perak
walaupun meninggalkannya lebih baik. |
10. |
Apakah lafaz do’a sebelum senggama (hubungan
intim?). |
10. " بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا
الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا" “Dengan menyebut Nama Alloh, ya Alloh jauhilah kami dari
Syetan, dan jauhilah Syetan terhadap apa yang telah Engkau rezekikan kepada
kami”. Maka jika ditakdirkan bagi mereka berdua anak pada hubungan tersebut,
maka Syetan tidak akan menggnggu anak yang lahir selamanya”. |
[1] H.R. Muslim
[2] H.R. Ahmad, Abu Daud dan Hakim
[3] H.R. Ahmad dan Attabraniy
[4] Q.S. l-Baqoroh: 14
[5] Ushul al-Mu’asyirah al-Zaujiyah, al-Qadhi al-Syeikh Muhammad Kan’an, 33-34, Daar Al-Basyair al-Islamiyah, Bairut1418 H/1997M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar