Kamis, 26 Februari 2015

MARI MENGENALI NABI KITA MUHAMMAD SAW



MARI MENGENALI NABI KITA MUHAMMAD SAW
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA



KENAPA WAJIB MENGENAL RASULULLAH SAW ?

Kita wajib mengenal Rasulullah SAW, ada beberapa alasan :
1.      Karena Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hamba-Nya beriman kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala :
{Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Quran) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan}. (Q.S: Attaghabun:8).[1]
2.      Allah Ta’ala mewajibkan manusia untuk mengikuti seruan Nabi SAW : (Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).(QS: Ali Imran:31).[2]
3.      Allah SWT telah mewajibkan para hamba-Nya agar mereka mencintai Nabi SAW melebihi cinta mereka terhadap anak, ayah dan keluarga.
{Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik}.(QS:Attaubah:24)[3]

WALI HAKIM DAN QADI SULTAN DALAM PROSFEKTIF FIQH



WALI HAKIM DAN QADI SULTAN  DALAM PROSFEKTIF FIQH

Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA


A.   MUKADDIMAH
            Pada akhir-akhir ini praktek prostitusi semakin marak, rumah-rumah kos terselubung semakin menjamur, semi lokalisasi kejahatan terorganisasi semakin memprihatinkan. Tapi dibalik itu semua ada praktek yang belum terungkap secara terang benderang yang mengatas namakan dirinya Wali Hakim atau Wali al-Sultan.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimanakah cara pengangkatan Wali Hakim atau Wali Sultan?, Apa saja syarat-sayrat sah menduduki sebagai Wali Hakim?, Kapankah  hak perwalian berpindah kepada Wali Hakim? Apakah pengertian Wali Muhakkam (mengangkat seseorang sebagai wali hakim bagi dirinya)?, Bagaimana kedudukan Wali Sultan atau Wali Hakim?.
Pertanyaan-pertanyaan terdahulu perlu dikupas dengan jelas dan terang agar masyarakat tidak terjebak dengan praktek legalisasi pernikahan dengan kedok “Wali Hakim”.
Makna wali ditinjau dari segi lughah datang dengan makna “Mahabbah” dan “Nushrah” sedangkan menurut tinjauan syariat : “Menetapkan satu keputusan tetap dengan ucapan atau shighah terhadap orang lain yang tidak memiliki kuasa atas dirinya, sama ada ia suka atau tidak”.
 

Kamis, 19 Februari 2015

MEWASPADAI PERGERAKAN DAN PEMAHAMAN SYI’AH



MEWASPADAI PERGERAKAN DAN PEMAHAMAN SYI’AH
Oleh: H. Salman Abdullah Tanjung, MA

 
W
alaupun tidak semua pemahaman Syi’ah berseberangan dengan pemahaman Ahlussunnah wa al-Jama’ah, baik dari segi konsep akidah maupun dari sudut pandang syari’ah. Akan tetapi bila ditelusuri cukup banyak pertentangan dan perselisihan paham yang sangat tajam antara paham Sunni dan paham Syi’ah. Demikian juga Syi’ah sebenarnya bukan hanya satu aliran saja, Syia’ah juga terbagi-bagi kepada berbagai macam aliran yang cukup banyak dan saling memiliki ciri khas yang sangat berbeda dan saling bertentangan. Diantara pemahaman-pemahaman Syi’ah yang lebih dekat dengan pemahaman dan akidah Ahlussunnah Waljamaah adalah pemahaman aliran Syi’ah Zaidiyah[1]. Pehaman Syi’ah yang paling menonjol dan sangat progresip dipanggung dunia internasional saat ini adalah pemahaman Syi’ah Imamiyah Itsnaiy ’Asyariyah, atau yang sangat populer sekarang ini dengan sebuatan Syi’ah Iraniyah, karena lebih terpusat pergerakannya saat ini di negeri Persia (Iran). Pada akhir-akhir ini Syi’ah Iraniyah progresivitasnya telah mampu menunjukkan esensi dan existensinya ke negara-negara luar, termasuk Indonesia, Malaysia dan sekitarnya, bahkan sudah berani dengan terang-terangan menunjukkan keberadaan mereka di wilayah kawasan Asia Tenggara.

Penulis risalah ini, sangat terpanggil untuk menjelaskan paham-paham syi’ah yang bertentangan dengan paham dan akidah Ahlussunnah Waljamaah, bertujuan agar para da’i, da’iyah  dan seluruh umat Islam yang berpahaman Ahlussunnah tidak keliru dalam memahami ciri-ciri golongan Syi’ah saat ini, terutama di sekitar Kabupaten Asahan dan seluruh tanah air pada umumnya.

Senin, 09 Februari 2015

Edisi 05, Jum’at, 09 Rabiul Akhir 1436 H / 30 Januari 2015 M

MEMBANGUN AKHLAK KARIMAH
MEMBENTUK KARAKTER YANG ISLAMI
(Bagian Keempat)
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kab. Asahan)


Sambungan Edisi Ketiga (Jum’at, 23 Januari 2015)
Pada ucapan mutiara lainnya disebutkan :
اَلتَّوَاضُعُ مَصَايِدِ الشَّرَفِ"."مَنْ دَامَ تَوَاضُعُهُ كَثُرَ صَدِيْقَهُ
“Sifat tawaduk adalah pemancing kedudukan mulia, barangsiapa yang senantiasa tawaduk akan banyak teman dekatnya”.

Berkata Fadhol Bin Sahal:
مَنْ كَانَتْ وِلَايَتُهُ فَوْقَ قَدْرِهِ تَكَبَّرَ لَهَا، وَمَنْ كَانَتْ وِلَايَتُهُ دُوْنَ قَدْرِهِ تَوَاضَعَ لَهَا. اَلنَّاسُ فِيْ الْوِلَايَةِ رَجُلَانِ، رَجُلٌ يُجِلُّ الْعَمَلَ بِفَضْلِهِ وَمُرُوْءَتِهِ، وَرَجُلٌ يُجِلُّ بِالْعَمَلِ لِنَقْصِهِ وَدَنَاءَتِهِ، فَمَنْ جَلَّ عَنْ عَمَلِهِ، ازْدَادَ بِهِ تَوَاضُعًا وَبِشْراً، وَمَنْ جَلَّ بِعَمَلِهِ لَبِسَ بِهِ تَجَبُّرًا وَتَكَبُّرًا.
“Barangsiapa jabatannya diatas kadar kemampuannya, dia akan menjadi sombong, dan barang siapa jabatannya dibawah kemampuannya, maka ia akan rendah diri. Manusia dalam jabatan ada dua golongan, Pertama; Seorang yang di hormati karena pekerjaan dan harga dirinya. Kedua; seorang yang menjadi hina karena kerendahan dan keburukan pekerjaannya. Barangsiapa yang terhormat karena etos kerjanya, dia akan bertambah tawaduk dan lebih gembira, dan barangsiapa yang merasa terhormat karena mengandalkan jabatannya, maka ia akan memakai pakaian semena-mena dan takabbur”.1

3. Sifat Lemah Lembut dan Lambat Marah
Diriwayatkan dalam hadis bersumber dari Muhammad Bin Haris al-Hilali : “Suatu hari Jibril AS turun menjumpai Nabi SAW, dan Ia berkata : Hai Muhammad sesungguhnya aku datang kepadamu membawa berita tentang akhlak mulia di dunia dan akhirat : Berilah kemaafan dan serulah kepada yang ma’ruf dan berpalinglah dari orang-orang bodoh”. Telah meriwayatkan Sufyan bin ‘Uyaynah: Sesungguhnya Nabi SAW ketika turun ayat : “Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh” (QS. al-A’raf : 199). Bertanya Nabi SAW : “Ya jibril, apakah ini? Jibril menjawab aku tidak tau, saya tanya dulu Yang Maha Mengetahui, kemudian kembali Jibril AS dan berkata : Ya Muhammad sesungguhnya Tuhan-mu memerintahkan-mu untuk menyambung silaturrahim dengan orang yang memutuskan dengan-mu, dan beri orang yang tidak mau memberi-mu, dan engkau maafkan orang yang menzalimi-mu”. Dan diriwayatkan dalam satu hadis : “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang lemah-lembut lagi hidup, dan Dia membenci orang yang berlaku kasar dan bengis”. “Barangsiapa siapa yang berperawakan lemah-lembut akan memimpin, dan barangsiapa yang berusaha menambah pemahaman (ilmu) akan bertambah berkat”. Berkata sebagian ahli sastra : “Barangsiapa yang menanam pokok kelemah-lembutan, dia akan memanen pokok perdamaian”.

Edisi 04, Jum’at, 02 Rabiul Akhir 1436 H / 23 Januari 2015 M


MEMBANGUN AKHLAK KARIMAH
MEMBENTUK KARAKTER YANG ISLAMI
(Bagian Ketiga)
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kab. Asahan)


Sambungan Edisi Kedua (Jum’at, 16 Januari 2015)
I
mam Mawardi Rahimahullahu Ta’ala telah menegaskan bahaya kedua sifat tersebut : Adapun sifat takabbur dapat menarik kemarahan orang lain, susah ditemani, suka menyakiti hati saudara atau teman, dan beliau mencamkan “cukuplah dari kedua sifat itu timbulnya keburukan yang tidak terhingga”. Beliau juga menyebutkan : “Takabbur dan ujub kebodohan yang nyata dan ketololan yang sangat buruk”.

Disebutkan dalam satu riwayat, suatu hari seorang ulama bernama Muthorrif Bin Abdullah Bin al-Syikh-khir melihat seorang terhormat bernama al-Muhallab Bin Abi Shufrah memakai pakaian cantik, berharga, menyeret ketanah, dan ia berjalan dengan sombong. Lalu Muthorrif menyapa, ya Aba Abdillah cara berjalan apa ini? Ini cara berjalan yang sangat dimarahi Allah!. Berkata Muhallab : Apakah engkau tidak kenal sama saya?. Muthorrif menjawab, ya pasti saya mengenali anda dengan jelas, dan ia berkata :  
أَوَّلُكَ نُطْفَةٌ مَّذِرَةٌ، وَآخِرُكَ جَيْفَةٌ قّذِرَةٌ، وَحَشْوُكَ فِيْمَا بَيْنَ ذَلِكَ بَوْلٌ وَّعَذِرَةٌ
“Awal kejadianmu adalah setetes air nuthfah yang hina, dan akhirmu akan menjadi bangkai yang sangat menjijikkan, dan usus perutmu diantara demikian adalah membawa air kencing dan kotoran”.

Edisi 03, Jum’at, 25 Rabiul Awal 1436 H / 16 Januari 2015 M


MEMBANGUN AKHLAK KARIMAH
MEMBENTUK KARAKTER YANG ISLAMI
(Bagian Kedua)
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kab. Asahan)


Sambungan Edisi Pertama (Jum’at, 02 Januari 2015)
Ahli bahasa berkata :
اَلْحَسَنُ الْخُلُقُ مِنْ نَفْسِهِ فِيْ رَاحَةٍ، وَالنَّاسُ مِنْهُ فِيْ سَلاَمَةٍ، وَالسَّيْءُ الْخُلُقِ اَلنَّاسُ مِنْهُ فِيْ بَلَاءٍ، وَهُوُ مِن نَفْسِهِ فِيْ عَنَاءٍ.
“Orang yang baik akhlak adalah ketenangan bagi dirinya, dan manusiapun selamat darinya, dan yang buruk perangai cobaan bagi yang lain dan kesulitan bagi dirinya”.

Dijelaskan dalam satu riwayat hadis Rasul SAW, bahwa akhlak mulia dan berbuat baik kepada tetangga dapat memakmurkan negeri dan menambah umur :
حُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارِ وَيَزِيْدَانِ فِي الْأَعْمَارِ
“Akhlak baik dan berbuat baik terhadap tetangga dapat memakmurkan negeri dan dapat mengawetkan umur”.

Dan berkata ahli hikmah :
مِنْ سَعَةِ الْأَخْلَاقِ كُنُوْزُ الْأَرْزَاقِ
“Keluasan akhlak merupakan gudang berharga bagi rezeki”.

Nabi Muhammad saw telah menjelaskan ciri-ciri orang yang paling mencintainya, yaitu :
أَحَبُّكمُ ْإِلَيَّ أَحْسَنُكُمْ أَخْلَاقًا، اَلْمُوَطِّئُوْنَ أَكْنَافًا، اَلَّذِيْنَ يَأْلِفُوْنَ وَيُؤْلَفُوْنَ
“Orang yang paling mencintaiku adalah orang yang paling baik akhlaknya, yaitu yang mudah berurusan dengannya, dan yang mudah didekati dan mendekati”.

Edisi 02, Jum’at, 18 Rabiul Awal 1436 H / 09 Januari 2015 M


GERAK JIHAD DAKWAH DALAM ISLAM DAN TERORISME
Oleh: H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kab. Asahan)


….Sambungan Edisi 45 Jum’at, 28 Muharram 1436 H / 21 Nopember 2014 M
A
lquran Al-Karim telah memberikan batasan-batasan bagi da’i sebagai da’i yang bijak dan baik : “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah yang memberi peringatan, kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, tetapi orang yang kafir itu, maka Allah mengazab mereka dengan azab yang amat besar” (QS. Al-Ghasiyah : 22-23); “Jika mereka berpaling maka kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka, kewajibanmu tidak lain hanya menyampaikan Risalah” (QS. Ar-Rad : 40); “Dan jika kami perlihatkan kepadamu sebagian siksa yang kami ancamkan kepada mereka atau kami wafatkan kamu (hal itu tidak penting bagimu) karena sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan saja, sedang kamilah yang menghisab amalan   mereka” (QS. Ar-Rad : 40); “Maka jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban kami hanyalah menyampaikan (Amanat Allah) dengan terang” (QS. Al-Maidah : 92).
Ayat-ayat diatas turun setelah hijirah (madaniyyah), yang mana diturunkan setelah disyaratkannya jihad qitali. Dapat dijadikan satu rujukan bahwa ayat-ayat diatas tidak mengubah kedudukan cara berdakwah dengan nasehat sukarela tanpa ada paksaan.
Disebutkan dalam satu hadits yang diriwayatkan Ibnu Abi hatim dengan sanadnya dari maula Umar Bin Khattab yang bernama Asbaq. Asbaq bercerita : saya hamba saya bagi Umar bin Khattab, dan aku memeluk agama nashrani, kemudian ia menawarkan Islam kepadaku. Aku enggan menerima tawaran itu. Lalu umar mengatakan : “Tidak ada paksaan dalam agama”  (QS. Albaqarah: 256) . Setelah itu Umar berkata : “ya Asbaq! Seandainya engkau masuk islam niscaya kami minta tolong kepadamu untuk menjalankan urusan Islam”.

Edisi 01, Jum’at, 11 Rabiul Awal 1436 H / 02 Januari 2015 M

MEMBANGUN AKHLAK KARIMAH
MEMBENTUK KARAKTER YANG ISLAMI
(Bagian Pertama)
Oleh : H. Salman Abdullah Tanjung, MA
(Ketua Umum MUI Kab. Asahan)

PENDAHULUAN
S
alah satu problematika paling besar dalam kehidupan sosial dari masa kemasa adalah membangun hubungan diantara sesama manusia. Sulitnya membangun hubungan diantara manusia, tidak terlepas dari adanya perbedaan pada pandangan, pemikiran, akidah, agama, perbedaan cara-cara hidup secara personal atau  kolektif (jama’ah), perbedaan methode dan wawasan dalam kehidupan. Cukup banyak disana peluang untuk kemungkinan terjadinya permusuhan, penzaliman dan penggilasan terhadap hak-hak. Kesalahan dalam menyikapi perbedaan akan menimbulkan satu penyakit yang disebut dengan “fanatisme”1. seperti fanatisme pemikiran (fikriyah), tendensi pribadi (naz’ah syakhsiyah), tendensi kekauman (muyul al-qoumiyah), ambisi-ambisi sosial (‘awamil ijtima’iyah) dan sejenisnya. Sifat fanatisme sangat besar peluangnya untuk membendungi kemashlahatan manusia secara umum (mashlahah ‘Am) seperti hilangnya rasa keadilan, hilangnya proporsionalisme (al-qisth) dan hilangnya hak-hak asasi manusi (huququl insan). Maka tugas paling penting dan  paling asas saat ini bagi kita adalah bagaimana mengalahkan dan menghilangkan sifat fanatisme untuk membangun masyarakat ideal (mitsaliy) dan madani.
Hubungan antara manusia harus didasari akhlak (qanun al-akhlaqiyah)  dan  etika (qanun al madaniyah) yang kokoh. Akhlak berpungsi untuk mengontrol perkembangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakan dalam batasan-batasan syari’at. Seseorang tidak akan melampaui batas-batas agama, selama qanun akhlaqiyah dipegang teguh oleh masyarakat. Ketenteraman, keamanan dan kenyamanan dapat berjalan lancar di tengah-tengah masyarakat. Jika tidak demikian maka bumi ini menjadi sebuah hutan rimba, yang lemah akan terancam kekerasan dan kehilangan hak. Sedangkan etika (qanun madani) berperan untuk  mempererat komponen-komponen masyarakat.